8. ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT
1. Sumber : diandyt.files.wordpress.com
Judul : Makalah Asuransi Laut
Penulis : Dian Damayanti
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini, asuransi sangat memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi. Asuransi merupakan suatu sistem proteksi terhadap kerugian yang bersifat finansial atau materil dengan cara mengadakan pengalihan resiko dari suatu pihak kepada pihak lain.
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda. Perkembangan asuransi di Indonesia pun semakin pesat dan banyak jenisnya setelah kemerdekaan. Mulai dari asuransi jiwa, asuransi pendidikan, asuransi kebakaran, asuransi laut, dan lain-lain.
Asuransi laut merupakan pelopor dari segala jenis asuransi. Asuransi laut di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diatur secara jelas, terperinci dan luas hinggal lebih dari 25 pasal.
B. Perumusan Masalah
1. Apa pengertian asuransi laut?
2. Apa hak dan kewajiban pihak-pihak dalam asuransi laut?
3. Apa fungsi asuransi laut?
4. Apa saja bagian dari kontrak laut?
5. Bagaimana cara mengajukan klaim asuransi laut?
C. Tujuan
Asuransi laut diadakan karena adanya keadaan gawat di laut, hal ini berarti bahwa sangat perlu untuk setiap perusahaan pengangkutan laut untuk mengasuransikan usahanya tersebut. Pihak-pihak yang terkait dalam asuransi laut juga perlu diketahui. Dalam penyelesaian klaim, juga terdapat kemungkinan adanya keterkaitan dengan pihak lain baik sebagai penyebab maupun sebagai korban kejadian yang menyebabkan kerugian.
D. Kegunaan
Pengetahuan mengenai asuransi laut atau “marine insurance” sangatlah penting bagi orang-orang yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan, dimana jika terjadi kasus-kasus, maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dibidang tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Asuransi
1. Pengertian Asuransi
Berdasarkan pasal 246 KUH Dagang : “Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.”
2. Pengertian Asuransi Laut
Asuransi pengangkutan laut merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara penanggung dan tertanggung atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagai muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan/kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut.
B. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam Asuransi Laut
1. Penanggung
Penanggung (Insurer), yaitu pihak yang menerima pengalihan resiko yang mungkin dihadapi oleh Tertanggung. Hak utama dari seorang Penanggung adalah mendapatkan premi dalam jumlah yang telah ditentukan, dan kewajibannya adalah memberikan penggantian kepada Tertanggung karena sesuatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita.
2. Tertanggung
Tertanggung (insured), yaitu pihak yang mengalihkan risiko yang mungkin dihadapinya. Kewajiban dan hak yang paling utama dari tertanggung adalah membayar sejumlah tertentu, serta mengajukan klaim kepada Penanggung apabila resiko yang dipertanggungkannya benar-benar terjadi.
C. Manfaat Asuransi
1. Bagi Penanggung
Kesediaan penanggung untuk memberikan proteksi atas resiko yang dialihkan oleh Tertanggung dikarenakan premi yang diperoleh dari Tertanggung sendiri, sebagai balas jasa proteksi asuransi selama periode pertanggungan. Premi disini mencerminkan besarnya biaya-biaya dan keuntungan yang diharapkan oleh Penanggung dalam produksi jasa-jasa asuransinya.
2. Bagi Tertanggung
Manfaat asuransi bagi tertanggung (khususnya bagi pengusaha) adalah menambah efisiensi atau menguntungkan. Sebab apabila kepentingan yang di asuransikan terkena resiko dan mengakibatkan kerugian yang paling besar, maka pemiliknya akan mendapatkan ganti rugi hanya dengan membayar premi yang jumlahnya sedikit, dan juga para pengusaha tidak perlu ragu-ragu untuk melakukan kegiatan usahanya, karena telah terhindar dari resiko kerugian dan kemacetan perkembangan usahanya dikemudian hari.
D. Prinsip-prinsip Dasar Asuransi
Prinsip-prinsip dasar penutupan asuransi merupakan dasar persetujuan asuransi yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh Tertanggung dan Penanggung serta merupakan prinsip yang mengikat kedua belah pihak, meskipun tidak dinyatakan secara tertulis dalam polis (Implied Conditions), yakni sebagai berikut :
1. Kepentingan Yang Di Asuransikan (Principles of Insurable Interest)
Menurut prinsip Insurable Interest dalam asuransi laut, tertanggung hanya boleh melakukan penutupan asuransi atau objek pertanggungan apabila ia mempunyai kepentingan (Interest) yang dapat di asuransikan.
2. Itikad Baik (Principles of Utmost Good Faith)
Menurut prinsip ini penutupan asuransi baru di anggap sah secara hukum apabila dilakukan atas dasar itikad baik dari kedua belah pihak, yakni Tertanggung dan Penanggung.
3. Indemnitas (Principles of Indemnity)
Menurut Principle of Indemnity, perusahaan asuransi menjamin pihak tertanggung mendapat ganti rugi jika terjadi resiko atas kepentingan yang diasuransikan.
4. Subrogasi (Principles of Subrogation)
Berdasarkan Principle of Subrogation ini, apabila tertanggung mendapat penggantian dari satu pihak atas dasar indemnity, maka ia tidak lagi berhak memperoleh dari pihak lain.
5. Proxima Causa (Principles of Proximate Cause)
Dalam prinsip ini, Penanggung hanya menerima pengajuan klaim atau tertanggung hanya berhak mendapat ganti rugi apabila terbukti bahwa kerugian tersebut terjadi dari resiko yang dijamin dalam polis.
E. Objek Asuransi Laut
Objek pertanggungan atau kepentingan-kepentingan yang dapat dipertanggungkan serta yang merupakan jenis asuransi laut (Marine Insurance), meliputi :
1. Barang dan kepentingan yang melekat didalamnya (Marine Cargo Insurance)
Barang dan kepentingan yang ada didalamnya, meliputi :
a. Cargo, harga beli barang itu sendiri;
b. Freight, biaya pengiriman atau ongkos kapal;
c. Forwarding Expenses, ongkos pembongkaran dan pengurusan barang;
d. Premi Asuransi;
e. Imaginary Profit, keuntungan yang diharapkan;
f. Cash in Transit.
2. Kapal dan segala kepentingan yang melekat didalamnya (Marine Hull and Machinary Insurance)
Kepentingan yang berhubungan dengan kapal secara garis besarnya dapat dikategorikan atas 2 (dua) kelompok kepentingan yang melekat didalamnya sebagai berikut :
a. Kepentingan dari pemilik kapal akibat rusaknya kapal serta kerugian-kerugian lainnya yang langsung diderita pemiliknya.
b. Kerugian pemilik kapal akibat tanggungjawabnya kepada pihak lain yang terjadi selama ia mengoperasikan kapalnya.
F. Premi Asuransi Laut
Premi asuransi (Insurance Premium) adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Tertanggung kepada Penanggung sebagai imbalan dari kesediaan Penanggung mengambil alih resiko yang mungkin akan dihadapi oleh Tertanggung.
Perbedaan pokok antara golongan asuransi jumlah (misalnya asuransi jiwa) dengan golongan asuransi kerugian (misalnya asuransi pengangkutan laut) terletak pada fungsi premi. Pada asuransi jiwa, premi berfungsi sebagai tabungan dan sebagai harga jasa proteksi asuransi. Sedangkan pada asuransi laut, fungsi premi asuransi hanya sebagai harga dari jasa proteksi asuransi yang diberikan oleh pihak Penanggung selama jangka waktu kontrak (masa berlakunya jaminan polis).
G. Kontrak Asuransi Laut
Menurut pasal 255 KUH Dagang, perjanjian asuransi akan berlaku/sah jika sudah dinyatakan dalam suatu perjanjian tertulis yang disebut Polis (Policy) dan dibubuhi Bea Materai secukupnya.
1. Macam-macam Polis
Macam-macam polis yang biasanya dipergunakan diantaranya :
a. Polis Berjangka (Time Policy)
Polis Berjangka (Time Policy) adalah polis yang menutup pertanggungan untuk suatu jangka waktu tertentu (biasanya selama 6 bulan, dan seterusnya).
b. Polis Perjalanan (Voyage Policy)
Polis Perjalanan (Voyage Policy) adalah polis yang menutup pertanggungan selama perjalanan tertentu dari satu tempat ke tempat lain tanpa menghiraukan lama waktunya.
c. Polis Campuran (Mixed Policy)
Polis Campuran (Mixed Policy) adalah campuran antara Polis Berjangka dan Polis Perjalanan.
d. Open Policy atau Floating Policy
Open Policy adalah polis yang menutup pertanggungan sejumlah barang yang pengapalannya akan ditentukan kemudian.
e. Open Cover
Open cover adalah suatu polis yang menutup sejumlah barang dalam jangka waktu tertentu sedangkan pelaksanaannya akan ditentukan sesudah pengapalannya.
2. Isi Polis
Polis adalah suatu kontrak dan harus di isi secara lengkap mengenai pokok persetujuan kedua belah pihak mengenai hak dan kewajibannya.
Sesuai dengan pasal 256 KUH Dagang, yang harus dicantumkan dalam polis asuransi adalah :
a. Nama penanggung atau nama orang-orang yang menanggung;
b. Nama tertanggung;
c. Keterangan lengkap mengenai objek yang ditutup;
d. Jumlah uang pertanggungan (uang asuransi);
e. Bahaya atau resiko yang ditutup (resiko-resiko yang dijamin);
f. Jangka waktu pertanggungan (mulai dan berakhirnya)
g. Premi pertanggungan;
h. Semua hal dan keadaan penting bagi suatu pertanggungan serta persetujuan lain yang telah dicapai antara pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Masa Berlakunya Pertanggungan
Tentang kapan berlakunya pertanggungan dan saat tidak berlakunya ini ditentukan oleh Pasal-pasal 624 sampai dengan Pasal 634 KUHD.
Pasal 624, dalam hal pertanggungan atas sebuah kapal maka bahaya mulai berjalan bagi si yang menanggung semenjak saat nahkoda mulai dengan pemuatan barang-barang dagangan; atau apabila ia diwajibkan berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan tersebut.
Pasal 625, dalam pertangungan yang disebutkan yang lalu bahaya bagi pihak yang menanggung berakhir dalam jangka waktu 21 hari setelah barang-barangnya dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau sekian hari lebih cepat setelah barang-barang sebuah muatan tersebut dibongkar.
Pasal 626, dalam halnya sebuah kapal dipetanggungkan untuk sebuah perjalanan pergi-pulang, atau untuk lebih dari suatu perjalanan, maka pihak yang menanggung, selamam itu menanggung bahaya sampai dengan 21 hari semenjak diselesaikannya perjalanan teakhir, atau beberapa hari lebih cepat setelah barang-barang muatan terakhir setelah dibongkar.
Pasal 627, apabila yang diasuransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barng-barang lainnya, maka bahaya mulai berjalan atas tanggungan pihak yang menanggung segera setelah barang-barang itu di bawanya ke tepi laut, untuk selanjutnya tempat itu dimuat atau dinaikkan ke dalam kapal-kapal yang akan mengangkutnya.
Pasal 628, jika yang diauransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, maka bahaya itu berlangsung terus tanpa henti, meskipun nakhoda telah dengan terpaksa melakukan pelabuhan darurat, membongkar muatan dan memperbaiki kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah oleh pihak yang ditanggung diberikan perintah untuk tidak lagi memuat barang-barangnya ke kapal, ataupun pelayaran itu diselesaikan sama sekali.
Pasal 629, jika nakhoda atau pihak yang ditanggung atas barang-barang, karena alasan-alasan yang sah tidak dapat membongkar muatan dalam jangka waktu seperti ditetapkan Pasal 627, sedangkan mereka tidak bersalah atas keterlambatan itu, bahaya bagi pihak yang menanggung tetap berlangsung sampai saat selesainya dibongkar barang-barang tersebut.
Dalam pasal-pasal berikutnya lihat pada KUH Dagang.
4. Berakhirnya Polis
Berakhirnya polis asuransi dapat terjadi karena hal berikut :
a. Batal/berakhir sebelum waktunya :
1) Tertanggung memberikan keterangan-keterangan yang salah (tidak ada itikad baik/utmost good faith).
2) Tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang di asuransikan (Insurable Interest).
3) Terjadinya penyimpangan dari ketentuan polis, seperti penyimpangan dalam hal dan percobaan perjalanan yang tidak sesuai dengan ketentuan polis.
4) Perjalanan dihentikan sebelum waktunya (berlaku untuk Polis Perjalanan).
5) Apabila salah satu pihak membatalkan sebelum waktunya.
b. Berakhir secara wajar :
1) Jika perjalanan telah selesai (berlaku untuk Polis Perjalanan).
2) Jika tanggal jatuh tempo telah sampai (berlaku untuk Polis Berjangka).
3) Setelah penanggung membayar total kerugian klaim.
4) Jika pembatalan dilakukan oleh kedua belah pihak.
H. Klaim Asuransi Laut
Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada Penanggung karena kepentingan yang di suransikan mengalami kerugian atau kerusakan atas barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam proses pengangkutan.
1. Prosedur Pengajuan Penyelesaian Klaim
a. Pemberitahuan kerugian.
b. Survey kerusakan dan kerugian.
c. Mengusahakan kelengkapan dokumen pendukung klaim.
2. Dokumen-dokumen Pendukung Klaim Asuransi
a. Polis asuransi atau sertifikat asuransi.
b. Faktur dan daftar perincian barang, meliputi jenis pengepakkannya, dan sebagainya.
c. Laporan survey.
d. Surat-menyurat dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penyebab kerugian.
e. Dokumen klaim asuransi lainnya.
I. Resiko-resiko dalam Asuransi Laut
1. Kebakaran
Ada banyak hal yang menimbulkan kecelakaan, antara lain:
a. Akibat kecelakaan;
b. Akibat kesalahan awak kapal;
c. Akibat salah satu barang terbakar sendiri;
d. Akibat halilintar;
e. Akibat lain yang tidak dapat diketahui penyebabnya.
Sering pula ada pihak penanggung menolak atas klaim yang timbul, maka penanggunglah yang harus membuktikannya, untuk mengindari pertengkaran-pertengkaran yang mungkin akan terjadi.
2. Barraty
Kecurangan nahkoda dan/atau kru kapal untuk mengambil alih kapal dari pemiliknya dan kemudian menguasainya dan menggunakan/membawa kapal tersebut ketempat yang tidak disetujui pemiliknya.
3. Thieves
Yang ditutup, atau di berikan ganti ruginya oleh asuransi hanyalah pencurian yang dilakukan secara diam-diam. Resiko pencurian tidak termasuk kecurian biasa.
4. Jettison
Jettison adalah membuang barang ke laut guna penyelamatan kepentingan umum kapal dan barang-barang lainnya.
Mengenai resiko-resiko tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa :
a. Resiko yang di alami sebagai suatu bencana yang di akibatkan oleh alat pengangkutnya, seperti kandas, kebocoran, tenggelam, tabrakan, terbalik, dan lain-lain.
b. Perlakuan dalam menangani secara tidak bertanggungjawab/sembrono (Rough Handling), seperti perlakuan disaat muat/bongkar oleh buruh di pelabuhan atau di gudang.
c. Pencurian serta bencana di kapal, tempat penimbunan, atau disaat muat/bongkar.
d. Kesalahan pada saat muat/bongkar.
e. Kemasan yang tidak memenuhi persyaratan standar.
f. Tempat penimbunan yang tidak memenuhi syarat.
g. Bahaya perang, huru-hara, kerusuhan dan pemogokan di pelabuhan.
h. Karena watak pada barang itu sendiri.
i. Akibat perbaruan barang dari berbagai jenis sehingga dapat menimbulkan kontaminasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sehubungan dengan perkembangan asuransi di Indonesia, asuransi laut sangat memegang peranan penting di Negara Indonesia yang secara geografis adalah sebuah Negara Kepulauan. Indonesia memiliki lebih 17.000 pulau, khususnya pulau-pulau yang telah memiliki penduduk yang besar jumlahnya seperti yang kita ketahui yaitu, pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan yang sedang kita jejaki saat ini pulau Jawa.
Dengan berkembangnya penduduk Indonesia yang sangat pesat, perkembangan Ekonomi dan Kebutuhan Masyarakat pun mengalami kemajuan, dengan bentuk wilayah Negara ini, maka sangat jelas transportasi laut akan sangat diperlukan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Maka pemahaman tentang asuransi laut sangat dibutuhkan pula, untuk menghindari kerugian karena kecelakaan di laut yang mungkin akan terjadi.
B. Saran
Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua, sebagai sumber referensi dan tolak ukur dalam pembuatan makalah selanjutnya yang lebih baik lagi oleh penulis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim. (2008). "Asuransi Laut".
Sari, E. K., & Simangunsong, A. (2007). Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.
Sinyal, J. (n.d.). "Shipping".
Subekti, R., & Tjitrosudibio, R. (1997). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
2. Sumber : akademiasuransi.or
Judul : Pengertian Asuransi Marine Cargo
Penulis : Afrianto Budi
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Pengertian Asuransi Marine Cargo
adalah suatu asuransi atau pertanggungan yang memberikan jaminan atau proteksi terhadap kerugian atau kerusakan atas objek pertanggungan sebagai akibat adanya bahaya-bahaya laut (Maritime Perils) yang terjadi dalam masa pengangkutan melalui laut yang dilakukan.
1. Bahaya-bahaya laut (Maritime Perils) :
Bahaya-bahaya laut di kelompokan dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1. Perils on the Sea.
adalah bahaya-bahaya yang timbul/terjadi diatas laut itu sendiri.
yaitu : Kandas, Tenggelan, Kebakaran, Tabrakan atau Peledakan (Sunk, Stranded, Burnt, Collosion, Explosion) yang sering disingkat menjadi S.S.B.C.E..
2. Perils of the Sea.
adalah bahaya-bahaya yang timbul/terjadi karena sifat dari laut itu sendiri.
Seperti : Badai, Gelombang, Earthquake, typhoon,cuaca buruk, masuknya air kedalam palka/tempat penyimpanan barang.
3. Extraneous Perils.
adalah bahaya-bahaya/risiko ekstra, diluar Perils on the sea maupun of the Sea. Seperti : Theft, Robbery, Pilferage, Gancu, dll.
B. Pengelompokan Jenis Asuransi Pengangkutan Laut :
Pengelompokan Jenis Asuransi Pengangkutan Laut, dibagi dalam 3 (tiga) jenis :
-. Pengangkutan barang keluar negri (Export)
ditujukan untuk barang-barang yang hendak dikirimkan dari Indonesia keluar negeri (Ekspor)
-. Pengangkutan barang kedalam negri (Import)
ditujukan untuk barang-barang yang dikirim dari luar negeri ke Indonesia (Import)
-. Pengangkutan antar pulau (Inter-insular)
ditujukan untuk barang-barang yang dikirimkan antara satu kota atau pulau lain dalam suatu negara.
C. Transaksi Penjualan.
Beberapa jenis transaksi penjualan yang dilakukan dalam suatu perdagangan baik itu perdagangan Dalam Negri maupun perdagangan Luar Negri, antar penjual dan pembeli, namun dalam hal ini kami hanya mengambil beberapa item saja yang umum dilakukan dalam transaksi penjualan tersebut, yaitu :
1. F.O.B. = Free on Board.
dalam hal ini Tanggung jawab si Penjual sampai barang tersebut telah berada diatas kapal (telah dikapalkan) dan siap untuk dikirimkan kepada si Pembeli.
2. C & F = Cost & Freight.
dalam hal ini Tanggung jawab si Penjual sampai barang tersebut telah berada diatas kapal (telah dikapalkan) dan siap untuk dikirimkan kepada si Pembeli,
Harga barang tersebut telah termasuk ongkos atau biaya pengapalan ke negara si Pembeli.
3. C.I.F. = Cost, Insurance & Freight.
dalam hal ini Tanggung jawab si Penjual sampai barang tersebut telah berada diatas kapal (telah dikapalkan) dan siap untuk dikirimkan kepada si Pembeli, Harga barang tersebut telah termasuk biaya premi Asuransi dan ongkos/biaya pengapalan ke negara si Pembeli.
Jadi : F.O.B. = $. X,--
Freight = $. Y,--
C & F = $. X,-- + Y,--
Insc. Premium = $. Z,--
C.I.F. = $. X,-- + Y,-- + Z,--
misal : dalam perdagangan Export garment dari Indonesia ke Hongkong, dengan transaksi penjualan CIF, dengan data-data sebagai berikut:
Harga FOB 1 Container Garment = US$. 27.500.00
Ongkos Tambang = US$. 1,500.00
C & F = US$. 29.000,00
Suku premi untuk asuransi pengangkutan
dari Indonesia ke Hongkong misal 0.35%
maka premi asuransi = US$. 101.50
Maka Nilai CIF dalam Invoice = US$. 29.101.50
================
Kaitannya dengan penutupan Asuransi Pengangkutan.:
• kondisi transaksi F.O.B. dan C&F maka si Pembeli berhak untuk mengasuransikan obyek pertanggungan tersebut di negara si Pembeli, sedangkan
• Transaksi C.I.F., si Pembeli tidak berhak mengasuransikan obyek pertanggungan tersebut, karena penutupan asuransinya telah dilaksanakan di Negara si Penjual.
3. Sumber : http://tripakarta.co.id
Judul : ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG
Penulis : Dokumen Asuransi Tripa
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Marine Cargo Insurance adalah suatu bentuk asuransi yang menjamin kerugian keuangan akibat kerusakan/hilangnya cargo yang sedang/selama proses pengangkutan. Pengangkutan dapat dibedakan menjadi melalui laut, darat dan udara.
Objek atau Kepentingan yang dapat diasuransikan :
• Barang-barang dagangan, mesin, bahan baku, atau kepentingan lain yang akan dimuat melalui angkutan udara atau laut atau darat (cargo).
• Biaya pengangkutan/ uang tambang (freight),
• keuntungan yang diharapkan (imaginair profit)
• premi asuransi (Insurance premium).
Jaminan Yang Diberikan :
Jaminan dalam asuransi pengangkutan via laut dibedakan menjadi :
1. Institute Cargo Clause A (ICC A) :
Merupakan jaminan paling luas termasuk jaminan dalam ICC C dan B di bawah juga meliputi bahaya di laut (perils on the sea) dan bahaya laut (perils of the sea) serta extraneous risk dengan pengecualian tertentu.
1. b. Institute Cargo Clause B (ICC B) :
Seperti dalam ICC C ditambah dengan risiko:
ü Gempa bumi, letusan gunung api, petir
ü Masuknya air laut ke dalam kapal, peti kemas atau tempat penimbunan akibat bahaya-bahaya laut.
ü Hilangnya koli barang saat bongkar muat
1. c. Institute Cargo Clause C (ICC C) :
ü Kebakaran dan peledakan
ü Kapal kandas, tenggelam, atau terbalik;
ü Selama pengangkutan di darat yaitu sebelum dan sesudah bongkar muat, jika alat pengangkutnya terbalik;
ü Tertabraknya alat angkut dengan obyek lain selain air;
ü pembongkaran barang di pelabuhan darurat;
ü peristiwa general average (penyelamatan umum), termasuk tanggung gugatnya, pembuangan barang ke laut/ terlemparnya barang ke laut;
ü tabrakan antar kapal (both to blame collision).
Selain dari ketiga kondisi tersebut diatas, asuransi pengangkutan barang dapat juga dilakukan dengan syarat TOTAL LOSS ONLY, yaitu jaminan yang diberikan adalah apabila barang yang diasuransikan musnah/rusak seluruhnya sebagai akibat dari alat angkutnya.
Jaminan dalam asuransi pengangkutan via darat dibedakan menjadi :
• Land transit cover “A” kurang lebih setara dengan ICC ‘C’
• Land transit cover “B” kurang lebih setara dengan ICC ‘A’
Jaminan dalam asuransi pengangkutan via udara adalah : Air cargo All Risk (export/ import)
Risiko Yang Tidak Dijamin :
• kerugian/kerusakan dari perbuatan yang disengaja oleh tertanggung (willfull act);
• kerugian/kerusakan karena bocor, susut berat/isi dan keausan dari barang yang diasuransikan;
• kerugian/kerusakan akibat pembukus packing yang kurang baik;
• kerugian/kerusakan akibat sifat-sifat alamiah dari barang itu sendiri;
• kerugian/kerusakan akibat dari keterlambatan kecuali yang berhubungan dengan general average dan biaya-biaya penyelamatan;
• kerugian/kerusakan yang timbul akibat dari ketidakmampuan keuangan (insolvency) dari pemilik kapal, pen-charter, atau pengoperasian kapal;
• kerugian/kerusakan yang timbul dari tindakan sengaja dari orang lain yang bukan Tertanggung (khusus untuk syarat B dan C saja);
• kerugian/kerusakan yang timbul akibat senjata atom, nuklir dan radio aktif;
• kerugian/kerusakan akibat tidak laik lautnya kapal pengangkut;
• kerugian/kerusakan bilamana Tertanggung telah mengetahui bahwa kapal tidak laik laut pada waktu pemuatan barang dilakukan;
• kerugian/kerusakan yang disebabkan oleh perang, perang saudara, pemberontakan, revolusi, pergolakan sipil, dan tindakan permusuhan terhadap penguasa;
• kerugian/kerusakan yang disebabkan oleh penahanan, penyitaan dan penangkapan atau percobaan-percobaan ke arah itu;
• kerugian/kerusakan yang disebabkan oleh bahan-bahan ranjau yang membahayakan, torpedo, bom atau senjata perang yang berbahaya;
• kerugian/kerusakan yang disebabkan oleh pemogokan, pemberhentian pekerjaan, atau perbuatan seseorang dalam rangka gangguan pekerjaan, kerusuhan, huru-hara, dan pergolakan sipil;
• kerugian/kerusakan yang disebabkan oleh teroris dan tindakan-tindakan yang berlatar belakang politik.
• Jenis alat transportasi (truck, kereta, kapal laut atau kapal udara);
• Spesifikasi : nama kapal, usia, bobot, dll
• jenis barang, jenis pengepakan, kemungkinan/ peluang terjadinya musibah,
• risiko yang akan diasuransikan (luas jaminan yang diinginkan)
• nilai barang per pengangkutan, tujuan pengiriman/ pengangkutan, pengalaman klaim.
Faktor Yang Mempengaruhi Premi :
Perluasan Jaminan :
• Institute War clauses (Cargo)
(memberikan jaminan atas risiko-risiko perang)
• Institute Strike, Riot and Civil Commotion Clauses (Cargo)
(memberikan jaminan atas risiko-risiko pemogokan)
4. Sumber : bolmerhutasoit
Judul : Makalah Tentang Observasi Jasa Raharja Hukum Asuransi
Penulis : Bolmer Hutasoit
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjamurnya berbagai perusahaan asuransi memberikan masyarakat berbagai pilihan untuk memilih asuransi sesuai dengan keinginannya. Karena meskipun misalnya dua asuransi sama-sama bergerak dalam asuransi jiwa. Namun proses dalam mengajukan asuransinya berbeda-beda. Hal ini terlihat ketika setiap perusahaan asuransi tidak memberikan keterangan ketika ditanyakan mengenai hal tersebut.
Untuk syarat dalam pengajuan asuransi secara umumnya sama tetapi terdapat beberapa bagian yang membedakan antara perusahaan asuransi yang satu dan perusahaan asuransi yang lain. Syarat-syarat tersebut merupakan persyaratab secara administrastif. Untuk selanjutnya sisanya kembali kepada kesepakatan/perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut disusun dalam poin-poin yang akan dijalankan bersama dalam polis.
Untuk pembayaran preminya sendiri dilakukan pada saat polis sudah jadi. Dimana penandatanganan tersebut menjadi akad masa berlakunya asuransi yang pertama. Untuk aturan yang menyangkut hal-hal sendiri sudah ada. Regulasi tersebut dibuat oleh Dewan Asuransi. Dewan yang ada untuk melahirkan ketentuan-ketentuan dalam mekanisme berjalannya suatu asuransi. Misalnya dalam pengajuan suatu asuransi untuk kendaraan bermotor, Dewan Direksi memberikan ketentuan dilakukannya uji kelayakan. Hal tersebut untuk memberikan indikator apakah kendaraan tersebut layak untuk diberikan asuransi atau pengajuan asuransi tersebut ditolak.
Dalam asuransi laut yang menjadi tujuan utama dari observasi yang telah dilakukan. PT Jasa Raharja Putera melakukan kerjasama dengan PT PELNI dan Darmalautan. Dengan PT PELNI dilakukan kerjasama hanya dalam hal penumpang tidak dengan barang bawaan dari penumoang tersebut. Untuk kerjasama ini tergantung dengan MoU yang mana menurut sumber yang kami dapatkan tidak dapat dipublikasikan ke khalayak umum. Kecuali untuk kepentingan salah satu pihak dalam MoU atau terjadinya suatu perkara. Dengan Darmalautan kerjasama yang dilakukan yaitu asuransi penumpang serta barang bawaannya termasuk dengan kendaraan bermotor yang dibawa daam perjalanan. Untuk asuransi kapal sendiri dilakukan oleh perseorangan bukan melalui sebuah perusahaan. Jika seseorang memiliki kapal maka asuransinya dilakukan atas nama personalitas.
Untuk penggantian rugi dalam asuransi terbilang kecil dan penggantiannya pun tergantung pada kesepakatan dalam polis. Karena penggantian dalam asuransi laut pada dasarnya adalah kecil. Penggantiannya yang tidak sesuai dengan harga asal dari suatu objek asuransi dan terbilang jauh dari harga asalnya. Hal ini sering memicu terjadinya masalah, dimana seorang pemilik kendaraan bermotor menuntut ganti rugi yang mana proses penyelesaiannya akan dijelaskan dalam makalah ini. Mekanisme penyelesaian dan cara-cara dalam memecahkan masalah yang ada.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banayak hal yang peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah proses dalam pengajuan asuransi laut?
2. Mengapa kasus dalam asuransi laut dapat terjadi?
3. Bagaimanakah cara penyelesaian masalah yang timbul dalam asuransi laut?
TINJAUAN PUSTAKA
A. PT Jasa Raharja Putera
PT Asuransi Jasaraharja Putera (JP-INSURANCE) sebuah perusahaan yang memberikan layanan asuransi. Perusahaan ini sendiri telah berdiri selama satu setengah dasawarsa sejak pada 27 November 1993. Perusahaan yang berdiri di Jakarta ini telah memiliki, 25 Kantor Cabang dan 62 Kantor Pemasaran JP-INSURANCE yang tersebar di seluruh Indonesia. Perusahaan ini menyediakan solusi untuk kebutuhan jasa asuransi kerugian dan Surety Bond (Suretyship) yang dikemas sebagai JP-BONDING.
JP-INSURANCE dalam perindustrian asuransi Indonesia, dikenal sebagai pelopor Surety Bond. Surety Bond sendiri merupakan sebuah produk keuangan untuk mendukung kelancaran proyek. JP-INSURANCE mempunyai beberapa produk unggulan yaitu :
1. JP-ASTOR (Asuransi Kendaraan Bermotor)
2. JP-BONDING
3. JP-GRAHA (Asuransi Kebakaran)
4. JP-ASPRI (Asuransi Kecelakaan Pribadi), Asuransi Pengangkutan, Asuransi Rangka Kapal, Asuransi Rekayasa yang seluruhnya terus dikembangkan sejalan dengan tekad Perusahaan untuk menjadi one-stop insurance service company.
JP-INSURANCE Dijalankan dan dibangun dengan penerapan selaras konsisten prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG). JP-INSURANCE juga melakukan budaya perusahaan yang telah meresap kuat Jujur, Disiplin, Tanggap, Cermat, dan Santun.
Contoh Kasus
Dalam asuransi laut pada dasarnya memberikan ganti rugi yang terbilang kecil karena jauh dari nilai awal dari objek yang diasuransikan. Hal ini membuat ketika terjadinya suatu kecelakaan dilaut, objek yang diperjanjikan hilang atau mengalami kerusakan. Maka PT Jasa Raharja Putera hanya akan melakukan penggantian yang kecil sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal tersebut karena kecilnya kemungkinan terjadi kecelakaan maupun kehilangan dilaut.
Penggantian yang relatif kecil membuat tertanggung merasa dirugikan dan melakukan penuntutan terhadap perusahaan yang memberikan ganti rugi atas barang miliknya. Penggantian lain bisa dilakukan jika tertanggung melakukan perjanjian asuransi dengan perusahaan lain. Untuk kerusakan hanya salah satu perusahaan penanggung yang bisa melakukan ganti rugi. Untuk kehilangan semua perusahaan harus melakukan ganti rugi.
Untuk penggantian yang kecil dan tidak sesuai dengan harapan tertanggung maka PT Jasa Raharja Putera lebih sebagai mediator. Penengah antara tertanggung dan perusahaan kapal yang dipakai pada saat perjalanan laut. Proses penyelesaian dari masalah tersebut akan dibahas dan dicari jalan keluar sebagaimana seharusnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Untuk Asuransi Kapal sendiri biasanya dilakukan oleh individu. Ketika terjadi kehilangan, kerusakan maupun kasus yang sempat hangat diperbincangkan yaitu kapal tersebut dibajak oleh perompak. Maka asuransi atas kapal tersebut biasanya ditanggungkan pada satu perusahaan asuransi. Tetapi bisa juga ditanggungkan ke lebih dari satu perusahaan asuransi. Hal tersebut dilakukan karena biasanya ganti rugi yang diberikan relatif lebih kecil dari benda yang diasuransikan. Hal ini sering memicu terjadinya masalah.
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Secara Umum
JP Insurance memberikan asuransi laut dalam produknya di bidang Asuransi Rangka Kapal (Marine Hull Insurance), Asuransi Pengangkutan (Marine Cargo Insurance) dan Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut (Carrier’s Liability Insurance). Untuk asuransi lain diluar produknya merupakan hasil dari perjanjian kerjasama yang dilakukan PT Jasa Raharja Putera dengan subjek hukum/pajak lainnya. Tetapi meski diberikan asuransi diberbagai bidang terkait dengan kapal dan laut tersebut. Asuransi yang sering dilakukan adalah asuransi pengangkutan. Hanya sebagian kecil yang melakukan asuransi atas kapal yang lebih sering dilakukan oleh perseorangan.
Ketika terjadinya sebuah kerusakan atau kehilangan atas barang yang diasuransikan tentu harus melalui proses tertentu untuk bisa mendapatkan ganti rugi. Adapun mekanisme dari penggantian rugi dalam PT Jasa Raharja Putera/JP Insurance adalah:
1. Jika terjadi kerugian yang dialami tertanggung maka melaporknnya kepada JP Insurance
2. JP Insurance akan merespon dengan melakukan survey on the spot
3. Tertanggung melakukan proses administrasi atas kerigian tersebut serta melengkapi berkas-berkas
4. Apabila penyebab terjadinya kerugai tidak terjamin maka JP Insurance akan mengeluarkan Surat Penolakan Klaim. Namun apabila diterima akan dilakukan proses penyelesaian ganti rugi yang disepakati.
Untuk mendapat ganti rugi tersebut sebelum melalui proses atau mekanisme penggantian rugi maka berkas yang berkaitan dengan penggantian rugi tersebut harus dilengkapi. Kelengkapan berkas klaim dalam pengganian rugi yang mana secara umum mekanisme adalah sebagai berikut:
1. Tertanggung sesegera mungkin melaporkan/menyampaikan keterangan tertulis mengenai kerugian yang terjadi dengan tidak merubah/merusak objek yang mengalami kerugian.
2. Pengajuan klaim untuk barang atau kendaraan bermotor dilakukan dengan mengisi Formulir Klaim atau keterangan tertulis (surat/faksimile) dengan melampirkan:
1. Copy Polis
2. Copy SIM dan STNK (untuk penggantian kendaraan bermotor)
3. Surat tuntutan kerugian
4. Surat keterangan kejadian
5. Estimasi kerugian
6. Surat keterangan dari kepolisian
7. Dokumen pendukung lainnya yang diperlukan
8. Untuk ganti kerugian terhadap penumpang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mengisi formulir Laporan Klaim Asuransi Kecelakaan Diri (LK1)
2. Melampirkan kwitansi biaya pengobatan.
3. Melampirkan surat kematian, copy Kartu Keluarga dan KTP khusus untuk meninggal dunia.
4. Untuk korban cacat tetap dilengkapi dengan laporan kesehatan terakhir dari dokter.
5. Dokumen pendukung lainnya yang diperlukan
Ketika salah satu dari syarat dan berkas tidak dapat dipenuhi dan dilengkapi maka penggantian rugi tidak bisa didapatkan. Ketika berkas dapat dilengkapi dan syarat-syarat dapat dipenuhi tidak menutup kemungkinan terjadinya masalah. Karena pernah terjadi adanya ketidaksesuaian data yang diberikan dengan yang sebenarnya. Hal tersebut bisa disebabkan faktor kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa). Hal-hal tersebut juga acapkali menjadi faktor yang mendorong terjadinya masalah antara tertanggung dan penanggung (perusahaan asuransi).
B. Analisis Kasus
Dalam penggantian rugi tidaklah didapatkan dengan cara mudah, harus melalui proses yang dapat membuktikan bahwa kerugian benar-benar terjadi dan terbukti. Karena telah banyak wanprestasi yang melakukan kerugian yang fiktif. Hal tersebut pada dasarnya batal demi hukum dan dapat menyebabkan batalnya suatu perjanjian asuransi.
Sesuai dengan budaya perusahaan dari JP Insurance yaitu:
1. Jujur dalam bertindak
2. Disiplin dalam bertindak
3. Tanggap dalam memberikan layanan perlindungan
4. Cermat dalam menciptakan solusi perlindungan
5. Santun dalam menjadi mitra sekaligus sahabat perlindungan
JP Insurance dituntut melakukan penggantian rugi sebagaimana layaknya. Tidak melahirkan citra yang cenderung merugikan pihak tertanggung. Tidak memberikan image penggantian rugi yang tidak sebanding dengan premi yang telah dibayar oleh tertanggung. Haruslah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati yang mana telah dituangkan dalam polis.
Dalam kasus penggantian kerugian laut, pada dasarnya yang menjadi tertanggung adalah perusahaan transportasi laut. Dalam hal ini yang menjalin kerjasama dengan JP Insurance adalah PT PELNI dan Darmalautan. Jika terjadi kerugian atas penumpang dan barang bawaannya. Maka JP Insurance memberikan gantu rugi kepada perusahaan tersebut, kemudian perusahaan tersebut yang memberikannya kepada pemumpang atas kerugian yang dialaminya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sering kali terjadinya penggantian rugi yang tidak sesuai dengan harapan dari tertanggung. Kesan ini yang sering dialami masyarakat ketika mengikuti atau membuat sebuah asuransi. Dalam kerugian yang dialami dalam perjalanan laut misalnya. Penggantian kerugian yang diberikan oleh PT PELNI dan Darmalautan misalnya dengan penumpangnya dan barang bawaannya. Karena memang ganti rugi yang diberikan relatif kecil. Sehingga sering merasa dicurangi dan menuntut ganti rugi yang lebih besar lagi. Akhirnya untuk mengatasi hal tersebut PT Jasa Raharja Putera harus ikut campur tangan sebagai wadah penyelesaian masalah. Dilakukan mediasi antara pihak yan mengalami kerugian (penumpang) dan pihak yang memberikan ganti kerugian (PT PELNI dan Darmalautan). Biasanya PT Jasa Raharja Putera langsung melakukan penunjukan MoU antara PT Jasa Raharja Putera dengan pihak yang melakukan perjanjian yang dalam hal ini adalah PT PELNI dan Darmalautan. Setelah penunjukan tersebut masalah tersebut segera selesai.
Namun apabila tertanggung melakukan asuransi lain atas dirinya dan barang bawaannya yang lebih besar dari PT Jasa Raharja Putera. Maka perusahaan tersebut yang biasanya akan dimintakan ganti rugi dalam hal kerusakan. Dalam penggantian kerugian yang hilang maka setiap perusahaan yang menjadi penanggung harus melakukan ganti rugi. Karena pada dasarnya ganti rugi asuransi laut adalah kecil dibanding asuransi biasa yang mencapai ganti rugi sebesar 90 persen.
Untuk penggantian kerugian tersebut pihak JP-INSURANCE juga memerlukan auransi ulang atas perusahannya. Perusahaan JP-INSURANCE memperoleh dukungan Reasuransi dari perusahaan-perusahaan Reasuransi Dalam maupun Luar Negeri:
1. PT Reasuransi Internasional Indonesia (REINDO)
2. PT Reasuransi Nasional Indonesia (NASRE)
3. PT Tugu Jasatama Reasuransi Indonesia (TUGURE)
4. PT Maskapai Reasuransi Indonesia (MAREIN)
5. Swiss Reinsurance Company, Zurich – Swiss (Swissre)
Penggantian kerugian oleh antara perusahaan asuransi misalnya dalam hal ini adalah JP-INSURANCE dilakukan dengan asas kepercayaan. Karena ketika menghadapi masalah perlu dilakukan crosscheck terhadap data dan bukti yang ada. Tidak hanya melaporkan kerugian dan langsung mendapatkan ganti rugi. Dalam asuransi kapal misalnya jumlah kerugian yang besar tentu akan memberikan dampak yang besar jika seandainya terjadi kesalahan atau wanprestasi. Untuk itu asas kepercayaan tadi harus dijunjung tinggi dibarengi dengan tindakan yang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku. Karena jika melakukan pelaporan atas kerugian fiktif maka hal tersebut dapat menjadi alasan yang kuat untuk membatalkan penjanjian yang telah dilakukan.
Sudah sering kali terjadi masalah antara tertanggung dan penanggung. Ketika salah satu pihak merasa saling dirugikan perlu dicermati klausul yang disepakati para pihak dalam MoU asuransi yang dilakukan. Ketika semuanya sudah memenuhi ketentuan dalam MoU maka masalah tersebut akan mudah diselesaikan. Karena asas pacta sunt servanda bahwa kesepakatan yang terjadi antara pihak yang melakukan perjanjian adalah undang-udang (UU).
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Untuk penggantian rugi dalam asuransi laut memang terbilang kecil dan penggantiannya pun tergantung pada kesepakatan dalam polis. Karena penggantian dalam asuransi laut pada dasarnya adalah kecil. Maka lahir kesan dimasyarakat penggantiannya yang tidak sesuai dengan harga asal dari suatu objek asuransi dan terbilang jauh dari harga asalnya. Hal ini sering memicu terjadinya masalah, misalnya seorang pemilik kendaraan bermotor menuntut ganti rugi atas kerusakan yang terjadi saat perjalanan yang dilakukan melalui jalur laut. Penggantian kerugian atas kerusakan motor tersebut yang kecil menjadi salah satu fakta yang memberi kesan penggantian yang merugikan bagi masyarakat.
B. Saran
Manusia memang tidak ada yang sempurna dan tidak dapat dipungkiri akan sering terjadi masalah antara setiap individu. Tetapi hal tersebut dapat dicegah dengan saling mempercayai satu sama lain antara para pihak yang melakukan kesepakatan dalam perjanjian asuransi. Jika terjadi masalah maka para pihak harus berpegang teguh dengan MoU atau perjanjian yang telah disepakati. Sesuai dengan asas pacta sunt servanda bahwa setiap perjanjian yang disepakati menjadi UU bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Begitu juga halnya dengan asuransi di bidang laut.
5. Sumber : ftkceria.wordpress.com
Judul : Asuransi Kapal
Penulis :
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Asuransi Kapal
pengertian asuransi suatu perjanjian / kontrak tertulis antara penanggung dan tertanggung, dimana penanggung berjanji akan mengganti setiap kerugian yang dialami oleh tertanggung akibat dari suatu resiko yang disebutkan dalam perjanjian. resiko tersebut belum terjadi atau belum diketahui terjadinya ( belum pasti ) pada saat perjanjian mulai diadakan. dengan kesanggupan penanggung mengganti kerugian tersebut, maka ia […]
6. Sumber : ftkceria.wordpress.com
Judul : Asuransi Kapal
Penulis : Ade
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Hukum Pengangkutan Laut : Asuransi Laut
Marine Insurance Latar BElakang,maksud dan tujuan
• Risiko-risiko laut seringkali dalam suatu pelayaran
• Tidak ada perusahaan pelayaran niaga(pengangkut) yang mau menerima barang-barang untuk diangkut ketempat tujuan ,jika barang-barang tersebut tidak diasuransikan
• Untuk meringankan beban pemilik barang dalam persoalan tuntutan ganti rugi terhadap pengangkut
• Juga untuk meringankan beban pengangkut dalam soal tuntutan ganti rugi
Asuransi Laut/pengertian
• Perjanjian pertanggungan (contract of indemnity) berlangsung antara 2 pihak yang berkepentingan ,penanggung (Insurer/underwriter) dan tertanggung (assured)
• Pasal 246 KUHD: “penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian tertanggung yang diakibatkan oleh kehilangan ,kerusakan ,kerugian dan tidak diperoleh nya keuntungan yang diharapkan, yang diderita oleh tertanggung karena suatu peristiwa yang tidak diketahui atau tidak diduga lebih dulu sebagai imbalan dari tanggungan yang diberikan oleh penanggung pada waktu penutupan
Asuransi laut /pengertian Insurer/underwriter/ perusahaan asuransi (penanggung)
• Pertanggungan hanya dapat ditutup jika tertanggung mempunyai kepentingan (interst) atas hak milik yang ditanggung (ps 250 kuhd)
• Pertanggungan hanya dapat ditutup atas kepentingan yang boleh ditanggungkan (insurable interst/property)
• Insurable Interst , barang yang dapat diperdagangkan secara sah,tujuan pengangkutan harus legal (pasal 599 kuhd)
Asuransi Laut /Pengaturan
• Bab IX bukun I KUHD tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
• Bab ix Buku II KUHD tentang pertanggungan terhadap segala bahaya laut dan terhadap bahaya perbudakan.
Asuransi Laut /syarat-syarat tuntutan/klaim
• Tuntutan ganti rugi yang dapat diajukan oleh pemilik barang kepada penanggung, harus dicantumkan dengan jelas pada polis asuransi
• Note: tidak semua kejadian yang menimbulkan kerugian ditanggung oleh penanggung,terbatas pada kejadian yang dicantumkan dalam polis asuransi,yang telah dirundingkan dan disepakati oleh kedua belah pihak (tertanggung dan penanggung)
• Pengangkut pada prinsipnya bertanggung jawab atas semua sebab dan kejadian yang menimbulkan kekurangan /kerusakan barang-barang
• tetapi ada pengecualian yang membebaskan pengangkut dari kewajiban mengganti rugi
Asuransi Laut/syarat-syarat tuntutan/klaim
1. Pengangkutan bebas dari tuntutan ganti rugi apabila Barang2 rusak atau hilang karena force majure
2. Pengangkut bertanggung jawab terhadap sebab force majure,tapi dapat bebas dari akibat force majure
3. Terhadap sebab pengangkut wajib untuk mengusahakan upaya optimal untuk menghindarkan atau memperkecil resiko akibat dari force majure (kewajiban melakukan due diligence)
4. Pengajuan tuntutan ganti rugi selalu harus ditujukan kepada pengangkut terlebih dahulu , ada surat penolakan ,baru kemudian penanggung membayar ganti rugi pemilik barang
Syarat-syarat tuntutan klaim
1. Yang menuntut ganti rugi dia harus membuktikan kalau ia adalah pihak yang berkepentingan (ps 250 kuhd)
2. Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan barang-barang nya benar-benar mengalami kerusakan/kerugian (pasal 481 dan 483 kuhd)
3. Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan bahwa — atau kejadian yang mengakibatkan kerugian /kerusakan atas barang-barang adalah suatu kejadian /bencana yang ditanggung dalam polis
4. Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan bahwa telah lebih dulu mengajikan tuntutan ganti rugi kepada pengangkut , tapi ditolak
5. Yang menuntut ganti rugi harus menjelaskan (disertai bukti) besarnya kerugian/kerusakan barang-barang yang dipertanggungkan
6. Yang menuntut ganti rugi harus membuktikan bahwa pengangkut telah diperingatkan bahwa dia akan dituntut terhadap kerusakan/kerugian barang-barang
7. Yang menurut ganti rugi harus dapat membuktikan harga barang-barang yang dipertanggungkan
Finalisasi Tuntutan/klaim
• Jika semua syarat sudah dipenuhi, maka penanggung akan membuat pernyataan ganti rugi (claim statement) yang memuat keterangan lengkap mengenai besarnya kerugian/kerusakan dan perhitungan jumlah ganti rugi yang akan dibayar oleh penanggung kepada tertanggung
• Tertanggung membuat kwitansi tanda terima, juga membuat surat subrograsi dan diserahkan kepada penanggung
• Surat subrogasi ini menjadi dasar bagi penanggung untuk menuntut ganti rugi dari pengangkut
• Apabila pengangkut sudah mengasurasikan tanggung jawabnya tersebut, maka penanggung atas liability insurance tersebut yang akan membayar ganti rugi kepada penanggung dari pihak pemilik barang
additional notes :Segala pertanggungan adalah batal apabila dibuat (pasal 599 KUHD)
• atas barang-barang yang menurut UU atau peraturan lainnya, tidak boleh diperdagangkan
• Atas sebuah kapal , baik kapal indonesia maupun kapal asing yang dipergunakan untuk mengangkut barang-barang tersebut
7. Sumber : http://melissamanis.blogspot.com
Judul : Asuransi Pengangkutan Laut dengan Sistem Kontainer
Penulis : Dokumen Simple Grey
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Memasuki era global seperti saat ini, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional.
Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir banyak menggunakan sistem container.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyebaran perdagangan, barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai keseluruh pelosok tanah air.
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
B. PERMASALAHAN
1. Apa pengertian asuransi laut?
2. Apa saja prinsip tanggungjawab pengangkut?
3. Siapa yang bertanggung jawab terhadap kehilangan barang dalam pengiriman dengan sistem container?
BAB II
PEMBAHASAN
Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap kargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list.
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
1. Azas Konsensual / timbal balik
Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.
2. Azas Koordinasi
Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.
3. Azas Campuran
Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran tiga jenis pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut, menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada pengirim oleh pengangkutan.
4. Hak Retensi
Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.
1. Perjanjian Pengangkutan
Defenisi perjanjian pengangkutan menurut Purwo Sucipto adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggaraka pengangkutan barang kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
1. Pengangkut
2. Pengirim barang
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak menjadi para pihak. Penerima merupakan pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.
2. Asuransi Laut
Asuransi pengangkutan laut ( Marine insurnace ) merupakan suatu perjanjian pertanggungan ( Contrac of indemnity ) antara penanggung ( insurer ) dan tertanggung ( assurer ) atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagau muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan / kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut ( maritime perils ) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Dalam prakteknya selain terjalin antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung maka tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya kepentingan dan tanggung jawab pihak lain / pihak ketiga baik sebagai penyebab kejadian maupun sebagai korban kejadian yang menyebabkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pihak asuransi berkewajiban memberikan ganti rugi atas kerusakan /kerugian barang, tetapi pihak asuransi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas penyebab timbulnya permasalahan tersebut.
Dalam penyelesaian klaim sering melibatkan banyak pihak seperti, surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut seperti, pelayaran, Perusahaan bongkar muat, perusahaan pengankutan, pengelola terminal pelabuhan serta pihak terkait lainnya.
Di sisi lain pelabuhan sebagai tempat dimana kapal melakukan kegiatan dan sebagai tempat penanganan barang-barang dari ke kapal tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya resiko kerugian akibat bahaya-bahaya di pelabuhan 9 port perils, juga mejadi tempat bagi pelaksanaan penutupan asuransi maupun penyelesaian kasus / klaim.
Berdasarkan hal tersebut diatas sangatlah penting bagi semua orang-orang yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan untuk dapat memahami “ asuransi pengangkutan laut “ atau marine insurance and claim, dimana jika terjadi kasus-kasus maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ada dibidang tersebut.
3. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
a. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
b. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c. Prinsip tanggungjawab Mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Cara membedakan prisnsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya diletakan pada masalah pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian diletakan dalam proses penuntutan.
4. Menentukan Pihak yang bertanggung jawab :
Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan:
1. Pihak-pihak yang terlibat di dalam pengangkutan.
2. Apakah kondisi seal kontainer dalam keadaan utuh (seal intact)
3. Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang.
Dasar hukum
Dasar Hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller).
Proses pengangkutan adalah sebagai berikut :
1. Pertama, Eksportir akan memuat (stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing,
2. Kargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat,
3. Kargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar,
4. Kargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tsb maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat.
Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yg terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab. Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh adalah sebagai berikut Eksportir pada saat stuffing ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misal hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importer atau penerima barang.
Terhadap contoh kasus diatas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah kargo akan berkurang.
Terhadap kasus di atas bagaimanakah jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata jumlah kargo berkurang. Terhadap hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer.
Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena faktor diluar itu misal tindak pencurian (pilferage).
Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang bertanggung jawab. Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier. Terhadap hal tersebut tentu harus mengacu pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.
Didalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence). Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carrier’s care and custody).
Hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang:
a. mengadakan joint survey yang dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut dan atau asuransinya.
b. melakukan langkah investigasi ke belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
1. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
2. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
3. Prinsip tanggungjawab mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatan kecermatan dan kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui dan ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, Memperjelas hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut.
8. Sumber : http://ikarnedi.blogspot.com
Judul : Hukum Maritim: ASURANSI LAUT
Penulis : IWAN KARNEDI
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
A. Dasar Hukum Asuransi Di Indonesia
Dengan perkembangan asuransi dewasa ini, dimana penutupan penutupan yang besar perlu disebarkan melalui reasuransi diluar pasaran indonesia, maka didalam prakteknya soal-soal asuransi perlu disesuaikan dengan hukum-hukum yang digunakan dinegara lain. Hukum asuransi laut Inggris masih dianggap yang paling lengkap. Pasal 246 KUHD : “Asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritannya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Selanjutnya menurut pasal 250 KUHD, asuransi
hanyalah dapat ditutup jika pihak tertanggung mempunyai kepentingan atas hak milik yang diasuransikan (insurable interest). Perjanjian asuransi di buat didalam polis asuransi dan hanya pihak penanggung yang menanda-tangani polis tersebut sehingga merupakan suatau perjanjian unilateral, namun memiliki kekuasaan mengikat kedua belah pihak.
Pengertian asuransi :
- Dari sudut ekonomi, suatu cara pemindahan risiko dari seseorang kepada orang lain;
- Dari sudut hukum, suatu perjanjian antara dua pihak tentang penggantian kerugian.
B. Polis Asuransi
Sebelum polis dibuat biasanya dibuat terlebih dahulu nota sementara penutup asuransi (provisional cover note) yang walaupun bersifat sementara, berlaku sah sebagai perjanjian asuransi menurut pasal 258 KUHD. Formulir nota penutupan disediakan oleh pihak penanggung dan berisikan :
- Pernyataan kesediaan penanggung untuk menanggung kepentingan yang diajukan oleh pihak tertanggung;
- Nama dan alamat tertanggung;
- Kepentingan (barang) yang ditanggung;
- Harga dan periode pertanggungan;
- Kondisi pertanggungan dan janji tertanggung (warranty);
- Besarnya (%) premi pertanggungan.
Penanggung menyediakan formulir permintaan penutupan asuransi yang diisi dan ditanda-tangani oleh tertanggung. Dengan adanya tertanggung, maka dalam satu set dokumen perjanjian asuransi terdapat tanda-tangan kedua belah pihak (penanggung dan tertanggung), sehingga memenuhi kebiasaan mengenai surat perjanjian antara dua pihak. Polis yang luas digunakan dalam perjanjian asuransi laut adalah polis-polis bursa: Polis Lloyd (Inggris). Polis Bursa Amsterdam.
C. Kepentingan Yang Ditanggung
Dalam asuransi laut, kepentingan yang ditanggung terdiri dari kapal dan muatan.
1. Kepentingan yang berhubungan dengan kapal :
· Yang langsung diderita pemilik kapal :
- Kapal sendiri, seperti kerusakan atas lambung dan mesin kapal, kepentingan mana dapat diasuransikan dalam penutupan “Hull & Machinery”;
- Yang tambang (freight), jika dibayar dimuka dan barang tiba dalam keadaan rusak atau dibayar di pelabuhan bongkat dan barangnya rusak (penerima barang tidak mau membayar freight);
- Disbursement, untuk mengatasi harga kapal yang sesungguhnya lalu menutup asuransi, untuk menjaga kepentingannya jika terjadi total loss selama periode yang diasuransikan;
· Yang berhubungan dengan tanggung-jawab pemilik kapal :
- Tubrukan dengan kapal lain, dimana kapalnya sendiri dianggap bersalah maka kerugian kapal lain ditanggung pihak yang dinyatakan salah dan penutup asuransi ada kalanya dibatasi hanya % bagian, sedangkan yang If4 bagian dikecualikan (yang dapat ditutup dalam protection & indemnity club) ;
- Karena pengangkutan, sebagai akibat kelalaian pemilik kapal melakukan pengawasan terhadap barang yang diangkut (berdasarkan hukum, pemilik kapal yang bertanggung-jawab);
- Karena pelanggaran hukum setempat, dapat dibebankan kepada protection & indemnity club;
- Tanggung-jawab terhadap anak buah kapal, karena kecelakaan dan lain-lain (P & I).
2. Kepentingan yang berhubungan dengan muatan
- Harga beli barang itu sendiri, diasuransikan untuk menjaga kemungkinan rusaknya barang selama perjalanan;
- Biaya pengiriman atau ongkos kapal diadakan jika ongkos kapal dibayar lebih dahulu (freight pre-paid) dan dikhawatirkan oleh pemilik barang akan kehilangan ongkos apabila barangnya tiba dalam keadaan rusak atau hilang;
- Ongkos pembongkaran dan penerusan barang (forwarding expenses), yang harus dibayar oleh pemilik barang, walaupun barang diterima pemilik dalam keadaan rusak;
- Premi asuransi, sebagai imbalan tidak dikembalikannya premi untuk barang yang hilang;
- Keuntungan yang diharapkan, diasuransikan mengingat kemungkinan terjadi barang tidak sampai sehingga keuntungan yang diharapkan semula tidak diperolehnya;
Kelima kepentingan tersebut diatas dapat diasuransikan menjadi satu pertanggungan dalam asuransi barang. Kepentingan-kepentingan lain yang tidak merupakan bagian dari muatan, namun erat hubungan dengan muatan adalah:
- Komisi diasuransikan oleh orang yang akan menerimanya jika komisi didasarkan atas sampainya barang dan kemungkinan tidak tibanya;
- Tanggung-jawab untuk angkutan barang berbahaya yang tanggung-jawabnya dibebankan kepada pemilik barang atas kemungkinan kerusakan yang ditimbulkan;
- Defeasible dan contingent, diasuransikan untuk kerugian pihak penjual jika pihak pembeli menolak menerima barang dengan alasan terlambat dan ongkos pengembalian barang ke tempat penjual menjadi tanggungan pihak penjual (defeasible interest), jika hal ini terjadi dan pihak pembeli sudah menjual barang tersebut sebelum tiba, maka pembelipun akan menderita kerugian yang dapat diasuransikan (contingent interest).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang menjadi pokok pertanggungan dalam asuransi laut adalah segala kepentingan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemiliknya karena terjadinya suatu bahaya laut. Diadakannya asuransi oleh pemilik kepentingan tersebut adalah untuk menjaga-jaga agar apabila bahaya itu datang dan mengakibatkan kerugian, pemiliknya mendapatkan ganti kerugian.
D. Resiko - Resiko Laut
Polis asuransi laut tidak bertujuan untuk menutup semua kerugian yang diderita tertanggung dan polis hanya menyebutkan resiko-resiko yang dijamin. Jika kerugian teIjadi akibat risiko tersebut, maka asuransi akan memberi penggantian. Menurut pasal 637 KUHD, resiko-resiko yang dijamin, antara lain: “Angin topan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya kapal, menggulingnya kapal penubrukan, karena kapal dipaksa mengganti haluan atau perjalanan, karena pembuangan barang ke laut, karena kebakaran, paksaan, banjir, perampasan, bajak faut atau perampok, penahanan atas perintah atasan, pernyataan perang, tindakan pembalasan, kerusakan karena kelalaian, kealpaan atau kecurangan nakhoda / awak kapal atau pada umumnya karena segala malapetaka yang datang dari luar yang bagaimanpun juga, kecuali apabila oleh ketentuan undang-undang atau oleh sesuatu janji didalam polisnya, penanggung dibebaskan dari pemikulan sesuatu dari bahaya tadi”.
Jika diteliti resiko-resiko dalam pasal 637 KUHD (maupun Marine Insurance Act Inggris dan Lloyd's S.G. Policy), maka dapat dibagi dalam 2 golongan : Resiko-resiko laut dan bukan resiko laut (lebih dikenal dengan nama War Risks atau resiko Molest).
Resiko-resiko yang dikecualikan dari penutupan :
- Wilful misconduct dari tertanggung
Kerugian akibat kesengajaan / kelalaian tertanggung (karyawan kecuali nakhoda / awak kapal) tidak dijamin oleh polis, sehingga tidak akan mendapatkan penggantian dari asuransi (untuk nakhoda dan awak kapal berlaku beberapa kebebasan sesuai Hukum Laut);
- Delay. Kerusakan barang akibat delay tidak dijamin muatan buah-buahan diasuransi. Akibat mengalami bahaya laut, mesin rusak dan kapal tiba di pelabuhan tujuan terlambat dan karenannya buah-buahan menjadi busuk. Penanggung tidak bertanggung - jawab karena kerusakan adalah akibat “delay”);
- Inherent vice.
Sifat rusak sendiri (buah-buahan, bibit kentang);
- Wear & Tear
Kerusakan karena pemakaian (aus) karena resiko ini sudah pasti akan terjadi;
- Ordinary leakage dan breakage (kerusakan yang bukan accidental) merupakan natural loss untuk muatan tertentu (tepung terigu, beras);
- Rat or vermin
Kerusakan barang karena dimakan oleh tikus / serangga
E. Pertanggungan Atas Kapal
Pertanggungan yang diperlukan oleh pemilik kapal sebagai alat pengangkut muatan adalah asuransi sebagai berikut :
1. Hull & Machinery Insurance, hanya berhubungan dengan kapal, mesin dan semua perlengkapan kapal. Juga menjamin tanggung-jawab terhadap pihak ketiga (tubrukan). Umumnya yang dijamin adalah terhadap kerugian total loss, partial loss, kontribusi general average dan salvage.
2. Disbursement Insurance (Increased Value Insurance), pemilik kapal menutup asuransi untuk kerugian akibat total loss dimana telah terjadi perubahan-perubahan harga kapal di pasaran dunia dan biasanya dinyatakan dengan suatu persentase (%).
3. Freight Insurance, untuk melindungi pemilik kapal atas kehilangan penghasilan (freight) akibat kerusakan.
4. Protection and Indemnity, menjamin kerugian yang tidak dijamin oleh pihak asuransi (underwrite) dan diberikan berdasarkan prinsip perlindungan dan
Penutupan pertanggungan kapal
Pertanggungan untuk H & M merupakan segl pertanggungan utama karena berhubungan langsung dengan fisik kapal, terdiri dari :
1. Total loss only (TLO), syarat yang digunakan jika kerugian berupa total loss (actual, constructive atau presumed).
2. Free from particular average (FPA), syarat penutupan ini tidak menanggung kerugian berupa particular average atau partical loss, kecuali dalam beberpa peristiwa tertentu. Pada dasarnya syarat penutupan FPA menanggung kerugian berupa total loss, tubrukan, kandas, kebakaran, kontribusi general average dan salvage.
3. All risks (AR), syarat penutupan yang menanggung risiko-risiko yang luas / banyak, tetapi bukan semua risiko : kerugian akibat tubrukan, kerusakan akibat pemuatan, ledakan, pecahnya ketel, kerusakan mesin, kelalaian nakhoda / awak kapal, gempa bumi.
4. Port risks (PR), syarat ini menanggung risiko selama kapal berada di pelabuhan: tubrukan, bongkat-muat dll.
Syarat-syarat baku penutupan, yaitu institute Standard TLO Caluse (Hull), Institute Time Clause-Hull atau standard Indonesia Hull from atau standard Dutch Hull form, institute War & Strikes Clauses (tertanggung tinggal memilih syarat mana diperlukan, kemusian syarat yang terpilih dilekatkan pada polis).
F. Pertanggungan Barang
Harga pertanggungan (insured value) barang yang diangkut ditentukan sebesar harga barang ditambah biaya-biaya pemuatan dan biaya-biaya lain dan laba “yang wajar”. Harga pertanggungan diperlukan untuk menentukan besarnya premi asuransi yang harus ,diperlukan untuk menentukan besarnya premi asuransi yang harus dibayar oleh tertanggung, dapat berupa :
- Harga yang sesungguhnya (real value);
- Harga yang disetujui bersama (agreed value).
Penutupan Pertanggungan Barang.
Pihak pengangkut akan mengangkut barang jika untuk pengiriman barang tersebut ditutup pertanggungannya. Syarat-syarat baku (standard clauses) penutupan pertanggungan barang :
1. Total loss only, yang ditanggung adalah barang yang mengalami total loss (dari jumlah barang 30 koli yang mengalami kerusakan penuh hanya 10 koli, tidak akan diganti)
Actual total loss : keruskannya tidak ada lagi kegunaannya ;
Constructive total loss : biaya mencari dan memperbaikinya lebih besar dari harga jual barang.
2. Free from particular average, syarat ini menanggung barang atas dasar dari gudang ke gudang untuk risiko-risiko :
- Tidak menanggung kerugian sebagian (particular average) kecuali kerugian diakibatkan kapal kandas, tenggelam atau kebakar;
- Kerugian total yang teIjadi sewaktu bongkar-muat;
- Kerugian akibat tubrukan;
- Kontribusi general average dan salvage.
3. Witll particular average, menanggung kerugian sebagian, tetapi ganti rugi minimal dibatasi oleh “memorandum” polis : kerugian dibawah ..... % (franchise) tidak mendapat ganti rugi. Besarnya franchise biasanya 3 % atau 5
4. All risks, menanggung semua kerugian akibat bahaya / risiko yang secara kebetulan terjadi (accidentally caused) kecuali kerugian akibat kelambatan (delay), cuaca, sifat busuk atau pembawaan barang itu sendiri.
G. Kerugian Total dan Partial
Dalam pertanggungan laut, kerugian dibagi dalam kerugian total (total loss) dan kerugian partial (partial loss).
Kerugian dapat diakibatkan oleh bencana-bencana kapal tenggelam, kebakaran, kandas dan tubrukan. Dari segi keadaan dan tingkat kerusakan, kerugian total dapat dibagi dalam kerugian total sesungguhnya, kerugian total konstruktif dan kerugian total dugaan.
1. Actual total loss.
Jika kapal mengalami kerusakan demikian rupa sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai alat angkutan atau barang hancur sehingga kehilangan arti komersialnya, maka kerugian demikian merupakan kerugian total sesungguhnya.
2. Constructive total loss
Jika kapal / barang masih dapat diperbaiki, namun biaya perbaikan / penyelamatan lebih besar dari harga kapal, maka kerugian demikian merupakan kerugian total konstruktif. Menurut KUHD, kapal dianggap mengalami CTL jika biaya perbaikan lebih besar dari ¾ harga pertanggungan kapal.
3. Presumed total loss
Jika kapal hilang dan setelah jangka waktu tertentu tidak ada berita, maka keadaan demikian dianggap (presumed) kapal mengalami kerugian total. Untuk pelayaran di dalam wilayah Indonesia, pasal 667 KUHD menetapkan jangka waktu 6 bulan.
Abandonmen.
Abandonmen atau pelepasan hak milik terjadi jika penanggung telah membayar ganti rugi kepada tertanggung atas interest yang mengalami total loss. Abandonmen merupakan hak dari tertanggung untuk memperoleh ganti rugi dari penanggung atas interestnya yang telah merupakan total loss, juga merupakan kewajiban tertanggung untuk menyerahkan sisa dari interest tersebut kepada penanggung (kalau masih ada sisanya, misalnya kerangka kapal).
Dalam ATL, abandonmen dapat dilakukan oleh tertanggung tanpa membuat notice of abandonmen, sedangkan untuk constructive total loss harus dibuat notice of abandonment. Kapal yang mengalami CTL dapat diperlakukan sebagai total loss, jika notice of abandonment telah diterima dan disetujui (tertulis) oleh penanggung. Kalau telah dipenuhi syarat-syarat total loss dan bahaya yang mengakibatkan total loss adalah bahaya yang ditanggung oleh polis, maka tertanggung dapat menyerahkan hak milik (abandonment) atas kapal tersebut kepeda penanggung dan menuntut ganti rugi (claim).
Dalam mengajukan tuntutan ganti rugi, tertanggung harus menyediakan dokumen-dokumen polis asli dan surat subrigasi, kisah kapal (Note of Protest), Notice of Abandonment (untuk CTL), surat keterangan dengan sumpah (kejadian-kejadian), sertifikat kelaikan dan bukti-bukti. Tanpa Notice of Abandonment kerugian akan dianggap sebagai partial loss (kapal tetap milik tertanggung).
H. Protection and Indemnity Club
Oleh karena tidak semua peristiwa yang mengakibatkan kerugian dapat ditutup pertanggungannya, mengingkat penanggung tidak bersedia menanggung risiko atas beberapa peristiwa tertentu, sehingga pada polis beberapa syarat membebaskan penanggung dari kewajiban membayar ganti rugi. Untuk menghadapi keadaan demikian para pemilik kapal membentuk suatu perkumpulan antara sesama mereka yang berfungsi menanggung kerugian yang tidak mendapat ganti rugi dari penanggung (underwriter) dengan nama perkumpulan perlindungan dan jaminan (P & I Club).
1. Untuk perlindungan (protection)
- Tubrukan kapal. Biasanya yang diganti oleh penanggung hanya ¾ bagian dari kerugian (RDC ¾). Sisa kerugian diganti oleh P & I Club;
- Korban jiwa dan kecelakaan orang;
- Perawatan awak kapal;
- Pengangkatan kerangka kapal;
- Benturan dengan dermaga;
- Kerusakan pada muatan akibat kesalahan navigasi;
- Pencemaran minyak, khususnya untuk tanker;
- Biaya-biaya lain yang tidak diberikan ganti rugi oleh penanggung; (underwriter) .
2. Untuk jaminan (indemnity)
- Kesalahan penyerahan barang (wrong, short or mixed delivery of cargo);
- Tanggung-jawab kapal menyusul tubrukan yang tidak ditampung oleh penanggung / asuransi;
- Denda akibat pelanggaran peraturan pabean, imigrasi dll;
- Biaya menghadapi claim muatan;
Biaya mengamankan dan menolak claim tidak ada kaitannya dengan claim-claim komersial biasa, melainkan hanyalah menyangkut claim yang bermanfaat bagi kepentingan semua pemilik kapal. Dalam memperjuangkan perkara-perkara tersebut yang biasanya dijadikan “test case”, tujuannya adalah dapatnya dilegalisir dalam bentuk peraturan untuk digunakan dikemudian hari. Ganti rugi atas keruskan barang yang menjadi beban P & I Club terbatas pada kontrak pengangkutannya. Pengeluaran yang melebihi kontrak tersebut menjadi beban pihak pemilik. Satu dan lain hal karena dasar tanggung-jawab yang diberikan oleh P & I Club kepada anggotanya pada umumnya adalah berdasarkan Yuridis.
I. Tanker Owner Volunatry Agreement Concerning Liability for Oil Pollution (TOVALOP).
TOVALOP berawal dari inisiatif sejumlah pemilik tanker untuk mengambil tindakan yang konstruktif sehubungan dengan pencemaran minyak. Para pemilik tanker ini menyadari bahwa kecelakaan-kecelakaan di laut akan meyebabkan terjadinya pencemaran sepanjang garis pantai, setidak-tidaknya jika minyak mentah (crude oil) dengan residunya seperti aspal, bitumen, minyak bahan bakar, minyak diesel kental atau minyak pelumas tertumpah.
Dalam upaya untuk menentukan tanggung-jawab terhadap pemerintahan nasional sehubungan dengan masalah pencemaran serta menjamin adanya kemampuan finansial melaksanakan tanggung-jawabnya serta mengurangi kegawatan keadaan, para pemilik tanker menyepakati suatu perjanjian yang dikenal dengan TOVALOP yng terbuka untuk semua pemilik tanker di seluruh dunia.
TAVALOP mengatur agar jika terjadi penumpahan minyak dari kapal tenker atau ancaman terjadinya tumpahan dan minyak ini menyebabkan kerusakan pada pantai melalui pencemaran atau menimbulkan bahaya besar besar dari kerusakan demikian, maka pemilik peserta berkewajiban mengambil tindakan untuk mencegah kerusakan karena pencemaran atau harus mengembalikan biaya-biaya yang telah dikelurkan oleh pemerintah nasional untuk mencegah atau membatasi keruskan demikian. Kapal tanker menyebabkan terjadinya tumpahan, dianggap lalai (neigligent), kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa peristiwa itu bukanlah kesalahan kapal tankernya. Pemilik peserta tidak dapat menggunakan dana TOVALOP untuk mambayar biaya-biaya pencegahan ataupun pembersihan oleh pihak-pihak parteklir. Namun jika suatu pemerintahan nasional telah mengeluarkan uang untuk memindahkan minyak dari pantai milik parteklir, maka dalam hal penyebabnya adalah kelalaian tanker yang menumpahkannya, pemerintah yang bersangkutan dapat meminta penggantian dari pemilik tanker.
TOVALOP juga memuat ketentuan-ketentuan tentang penggantian biaya-biaya pemilik tanker dalam rangka pencegahan atau pembersihan pencemaran dari tumpahan minyak. Ketentuan-ketentuan ini diadakan untuk mendorong pemilik tanker mengambil tindakan-tindakan menghindari keruskan akibat pencemaran.
J. Averaj Umum
Bahaya laut (marine perils) merupakan bahaya yang berasal dari laut dan yang terjadi di laut. Kerugian yang diakibatkan oleh bahaya laut disebut kerugian laut (average) yang terbagi dalam :
- Particular Average, jika kerusakan atas kapal I barang terjadi melalui suatu kecelakaan yang menjadi beban dari pemilik yang terkena kecelakaan tersebut (Act of God);
- General Average, penanggungan bersama demi penyelamatan kapal / barang dari suatu bahaya umum (Act of Man).
Contoh : sebuah kapal terbakar.
Kebakarannya tergolong PA dan kerusakan pada kapal dan muatan dibebankan kepada pemilik kapal dan pemilik muatan (melalui asuransi masing-masing). Air digunakan untuk memadamkan api. Akibat penyemprotan air terjadi kerusakan pada kapal maupun muatan, keruskan mana merupakan GA dan menjadi tanggungan bersama pihak-pihak yang menikmati hasil penyelamatan.
Untuk memperoleh keseragaman dalam penyelesaian GA, maka ketentuan-ketentuan yang digunakan diambilkan dari York - Antwerp Rules yang terdiri dari Rules A s/d G dan Rules I s/d XXII. Untuk dapat memanfaatkan general Average harus dipenuhi tiga syarat : upaya penyelamatan harus berhasil, harus merupakan bahaya umum yang menyangkut kapal, muatan dan uang tambang, pengorbanan harus dilakukan secara suka-rela.
Jika terjadi peristiwa yang akan diselesaikan melalui GA, maka nakhoda kapal mengamankan pihak-pihak yang tersangkut dengan deposito melalui “Average Bond” (perjanjian antara pemilik kapal dan pemilik barang tentang penyelesaian pembiayaan GA, berisikan catatan-catatan konosemen).
Menurut York Antwerp Rules: “There is a GA act, when, and only when, any extraordinary sacrifice or expenditure is intentionally and reasonably made or incurred for the common safety for the purpose of preserving from peril the property in a common maritime adventure”.
GA expenditure antara lain adalah sebagai berikut :
- Biaya menarik kapal bermuatan yang sedang dalam bahaya;
- Biaya membongkar barang untuk meringankan kapal yang kandas;
- Sewa gudang barang selama perbaikan kerusakan (akibat GA);
- Biaya pelabuhan darurat;
- Biaya perbaikan tambahan setelah kapal lepas kandas;
- Biaya lain akibat langsung peristiwa GA.
GA sacrifice antara lain sebagai berikut :
- Barang - barang yang dibuang ke laut (jettison);
- Kerusakan barang yang dibongkar karena terpaksa;
- Muatan. yang sengaja dibakar sebagai pengganti bahan bakar kapal;
- Kerusakan yang terjadi pada kapal dalam usaha memadamkan kebakaran (lihat contoh hal. 92);
- Pengorbanan-pengorbanan lain dalam rangka mengatasi bahaya yang membahayakan kepentingan umum.
Dokumen-dokumen general Average
Untuk dapat menyusun penyelesaian GA (GA adjustment), diperlukan semua. dokumen yang dapat memberikan data dan keterangan mengenai peristiwa GA yang bersangkutan, antara lain :
- Laporan nakhoda / agen;
- Turunan logbook;
- Laporan survey mengenai kerusakan / kehilangan;
- Bukti - bukti pengeluaran biaya;
- Dokumen-dokumen lainnya, termasuk Average Bond dan Cash Deposit
Average Bond.
Pemilik kapal sebagai penanggung-jawab atas pengumpulan kontribusi para pemilik barang (yang barang-barangnya selamat), menghadapi risiko tidak diterimanya kontribusi. Selain itu ada kewajiban pemilik kapal memberi ganti rugi kepada para pemilik barang yang barangnya tidak selamat. Karena adanya risiko yang demikian, maka pemilik kapal mempunyai hak gadai (lien) atas barang sehingga berhak menahan, bahkan menggadaikan barang, jika pemilik barang tidak memberikan jaminan yang pantas, yaitu berupa average agreement atau average bond ditambah dengan sejumlah uang (cash deposit) untuk menutupi kontribusinya di kemudian hari setelah selesai dibuat GA adjustment. Average agreement atau lazin disebut average bond merupakan suatu perjanjian antara pemilik kapal dengan para pemilik barang mengenai konstribusi setelah selesai dibuat GA adjustment dan penyediaan uang jaminan yang diperlukan.
Cash deposit, disediakan para pemilik barang sebagai jaminan untuk pembayaran kontribusi dikemudian hari berdasarkan suatu persentase dari harga barang yang selamat, sedangkan untuk barang yang tidak selamat tidak usah memberikan uang jaminan, tetapi harus menanda-tangani average bond. Pada umumnya pemilik kapal maupun pemilik barang tidak mampu menyelesaikan GA dan mempercayakannya kepada average adjuster, tenaga akhli dalam bidang general average.
K. Syarat - Syarat Pertanggungan Laut
Pada umumnya sebuah polis berisikan keterikatan-keterikatan baik yang berlaku bagi pihak tertanggung maupun maupun pihak penanggung, antara lain terdiri dari syarat-syarat atau clause:
1. Adventure Clause.
Barang yang dibongkar di pelabuhan substitusi (terdekat) dan akhirnya diangkut ke pelabuhan tujuan sesuai polis, tetap ditanggung oleh penanggung, asalkan pemilik barang segera memberitahukan kepada penanggung atas adanya kejadian (adventure) dan membayar tambahan premi (pertimbangannya adalah kejadian berada diluar pengawasan tertanggung).
2. Bailee Clause
Premi untuk barratry sangat tinggi, karena merupakan perbuatan salah dari nakhoda / awak kapal yang dengan sengaja merusak / menghancurkan barang dan lain-lain perbuatan sengaja yang melanggar hak pengangkut / pemilik kapal.
3. Barratry Clause
Premi untuk barratry sangat tinggi, karena merupakan perbuatan salah dari nakhoda / awak kapal yang dengan sengaja merusak / menghancurkan barang dan lain-lain perbuatan sengaja yang melanggar hak pengangkut / pemilik kapal.
4. Both to Blame Collision Clause
Syarat ini menyangkut tubrukan kapal dan mengatur siapa yang memikul kerugian yang timbul akibat tubrukan tersebut :
- Di Indonesia, ditentukan tingkat kesalahannya masing:'masing (pasal 537KUHD).
- Di Amerika Serikat, kedua-duanya memikul kerugian yang sama tanpa memperhatikan tingkat kesalahannya masing-masing.
5. Collision Clause
Syarat ini mengatur ganti rugi atas kerugian yang dialami, oleh kapal karena menubruk kapal lain.
6. Continuation Clause
Syarat ini menentukan perpanjangan waktu berlakunya pertanggungan, yang diperlukan jika sekiranya waktu peltanggungan berakhir kapal masih berada di laut.
7. Deductible Clause
Syarat ini menentukan bahwa penanggung hanya mengganti rugi bila kerugian jumlahnya diatas jumlah potongan (deduction). Contoh : untuk harga pertanggungan Rp. 200.000,- dengan potongan 3 %, maka kerugian Rp. 4.000,- (2 %) tidak mendapat ganti rugi, sedangkan kerugian Rp. 6.600,- (3,3%) ada ganti ruginya.
8. Disbursement Clause
Syarat ini membatasi besarnya harga pertanggungan untuk :
- PPI (policy proof of interest), polis membuktikan atas adanya kepentingan (interest), yang ditanggung;
- FIA (full interest admitted), polis mengakui sepenuhnya atas adanya kepentingan yang ditanggung, misalnya biaya yang digunakan untuk berlayar, kenaikan disbursement dll.
Yang biasanya berjumlah 10%.
9. Duration clause
Syarat ini menentukan jangka waktu berlakunya pertanggungan (dalam time policy biasanya 12 bulan).
10. Franchise Clause
Franchise adalah persentase atau jumlah dari nilai yang ditanggung yang menjadi beban pihak tertanggung. Perhitungan franchise dan deductable adalah menurut suatu perjalan (bukan dari setiap peristiwa).
Franchise dan deductable clause disebut juga : warranted free from particular average clause. Jika disebut “warranted ... under 3%, penanggung tidak mengganti kerugian jika jumlah kerugian dibawah 3% dari harga pertanggungan dan penanggung mengganti penuh (!) kerugian lebih 3% dari harga pertanggungan, termasuk yang dibawah 3% (franchise clause).
Sedangkan jika disebut “warranted …. og the first 3%”, penanggung tidak mengganti kerugian untuk kerugian hanya 3% atau dibawahnya dan penanggung mengganti kerugian untuk diatas 3%, jumlah yang diatas 3% saja (deductable clause).
11. Free of Capture And Seizure Clause
Syarat ini menentukan bahwa untuk kapal yang mengalami kerugian akibat perang dan peristiwa sejenis, tidak ada ganti rugi.
12. Inchmaree Clause
Setelah terjadi peristiwa pada ss “inchmaree”, maka penanggung menanggung kerugian / kerusakan pada kapal akibat :
- Kelaikan nakhoda, perwira, abk atau pandu;
- Kecelakaan bongkar muat, ledakan, rusaknya mesin;
13. Institute Clause
Syarat ini dimasukkan jika menggunakan sanksi-sanksi yang ditetapkan “Technical and Clauses Committee of the Institute of London Underwriters”.
14. Liberty Clause
Syarat yang mengatur kebebasan (liberty) nahkoda untuk menentukan pelabuhan pengganti dari pelabuhan yang dilanda perang, kekacauan atau tertutup (karena es).
15. Location Clause
Pengaturan tanggung-jawab atas barang menurut tempat penyerahan (gudang atau samping kapal).
16. Negligence Clause
Lihat Inchmaree clause
17. New Jason Clause
Syarat yang dimasukkan dalam konosemen untuk angkutan barang ke / dan pelabuhan-pelabuhan Amerika (USA) yang .mengatur kewajiban pemilik barang untuk kontribusinya dalam GA.
18. Return Clause
Syarat ini menentukan bahwa kapal yang tertahan di pelabuhan lebih dari 30 hari dapat memperoleh kembali sebagian dan premi yang telah dibayar (port risk policy).
19. Running Down Clause
Syarat ini berhubungan dengan tubrukan kapal yang mengatur ganti rugi kepada yang ditanggung oleh penanggung :
- Di Indonesia, telah ditetapican syarat baku untuk pertanggungan H & M yang disebut “Standar Indonesia Hull From”;
- Di Inggris, ganti rugi yang menjadi tanggungan penaggung adalah sebesar ¾”, sedangkan v.. ditanggung sendiri oleh pemilik kapal (dapat dibebankan pada P&I).
Contoh : kapal A dan B bertubrukan, dimana A diasuransikan dengan jumlah pertanggungan Rp. 40 juta dan harga B (total loss) Rp. 100 juta, dalam tubrukan ini A dinyatakan bersalah;
- SIHF : pihak· asuransi A membayar B dengan Rp. 40 juta dan sisanya yang berjumlah Rp. 60 juta ditanggung sendiri oleh A ;
- Institute Time clause: pihak asuransi A membayar B sebesar ¾ x Rp. 40 juta = Rp. 30 juta dan yang Rp. 70 juta ditanggung sendiri oleh A.
20. Seaworthinees admitted clause
Syarat ini yang dimasukkan dalam polis muatan, membebaskan pemilik barang dari masalah kelaikan kapal dalam hubungannya dengan pertanggungan.
21. Sister ship clause
Tujuan dari syarat ini adalah agar kerugian yang diderita sebuah kapal akibat tubrukan dengan kapal lain atau pertolongan kepada kapal lain yang merupakan milik dari perusahaan yang sama akan diperlakukan sebagai bukan milik perusahaan yang sama.
22. Sue and Labour clause
Untuk. tindakan nahkoda / awak kapal mencegah atau mengurangi kerusakan dapat di berikan imbalan dari penanggung (sebagai dorongan mencegah / mengurangi kerusakan).
23. Time penalty clause
Syarat ini menentukan bahwa penanggung tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang menimpa kapal / barang yang diakibatkan oleh penundaan (delay).
24. Waiver clause
“It is especially declared and agreed that no acts of the insurer or insured in recovering, saving or preserving the property insured shall be considered as a waiver, or acceptance of abandonment”.
Pihak penanggung dapat berbuat sesuatu untuk menyelamatkan kapal / barang yang ditanggungnya tanpa dapat dianggap bahwa perbuatannya itu sebagai persetujuannya atas “abandomen”. (kapal kandas, kemudian penanggung menutup kontrak dengan pihak ketiga untuk meyelamatkannya, hal mana oleh tertanggung tidak boleh dianggap bahwa penanggung sudah mengambil alih kapal tersebut dan dengan diam-diam menerima abandonmen, menerima tanggung-jawab untuk total loss). Jika tertanggung melakukan sesuatu untuk menyelamatkan harta bendanya yang ditanggung : kapal terdampar dan pemilik kapal menutup kontrak dengan pihak ketiga untuk menyelamatkan, maka usaha dari pemilik kapal itu tidak boleh digunakan oleh penangggung sebagai alasan untuk menghindari abandonmen, alasan yang dapat digunakan oleh penanggung untuk menghindarkan abandonmen adalah bahwa syarat-syarat abandonmen belum terpenuhi.
25. Warehouse to warehouse clause
Syarat ini menentukan batas berlakunya pertanggungan atas barang-barang, berlangsung sejak dikeluarkan dari gudang di pelabuhan muat sampai dimasukkan ke dalam gudang di pelabuhan tujuan dan jika perjalanan kapal melalui pelabuhan transit, pertanggungan berlangsung terus selama berada di pelabuhan transit sampai akhirnya dimasukkan kedalam gudang di pelabuhan tujuan.
26. Waterborne clause
Syarat ditetapkan oleh para penanggung sehubungan dengan kemungkinan timbulnya kerusakan besar atas barang yang di akibatkan oleh peperangan (muncul menjelang perang dunia II pada waktu mana dikhawatirkan para penanggung kemungkinan tidak sanggup memenuhi kewajiban membayar ganti rugi). Menurut syarat tersebut barang hanya ditanggung sejak dimuat kedalam kapal sampai saat dibongkar dari kapal.
L. Pertolongan Terhadap Bahaya Laut
1. Ketentuan - Ketentuan Hukum
KUHD mengatur mengenai kapal karam, kapal terdampar dan penemuan barang di 1aut yang terbagi dalam kewenangan memberi pertolongan, akibat pemberian pertolongan (upah tolong) dan keterlibatan pemerintah. Persoalan-persoalan hukum dapat timbul menyangkut : orang-orang yang berada diatas kapal yang ditolong, barang-barang yang ditemukan, kapal yang pecah dan terdampar, kapal yang sedang berlayar dalam keadaan bahaya. Akibat hukum dari perbuatan pertolongan ada kewajiban untuk mengembalikan orang kc tcmpat asalnya atau barangnya kepada pemiliknya, sedangkan kapal / orang yang menolong berhak memperoleh upah tolong.
2. Asas Pemberian Pertolongan
Dasar memberikan pertolongan adalah : tanpa persetujuan dari orang yang ditolong, tiada seorangpun berwenang memberikan pertolongan. Untuk kapal yang berada dalam keadaan bahaya nakhodalah yang memberi izin pemberian pertolongan. Hal sama berlaku bagi kapal yang terdampar dan barang yang terapung di laut (jika nakhoda ada disekitar tempat tersebut).
Jelaslah bahwa izin nakhoda merupakan kunci dapat tidaknya pertolongan dilakukan. Apabila orang yang berwenang tidak ada di tempat atau tidak diketahui alamatnya, kapal / barang dapat saja ditolong dan diserahkan kepada pemerintah setempat.
3. Imbalan pertolongan
Menurut pasal 560 KUHD, upah tolong juga harus dibayar untuk pertolongan yang tidak berhasil, kecuali jika ada perjanjian lain.
Pertolongan yang diberikan secara sukarela merupakan pertolongan tanpa ikatan, namun demikian jika pertolongan berhasil, pemilik interest yang ditolong wajib memberi balas jasa kepada pihak penolong. Besarnya balas jasa (salvage reward) ditentukan berdasarkan :
- Besar nilai interest yang diselamatkan;
- Sulit dan lamanya usaha pertolongan;
- Besarnya risiko yang dihadapi oleh penolong.
Dengan ketentuan bahwa besarnya salvage reward maksimal sebesar nilai interest yang berhasil diselamatkan (pasal 562 KUHD). Syarat “no cure pay” diperkenalkan secara nyata oleh Lloyd dengan menerbitkan suatu bentuk perjanjian yang disebut “Lloyds form of agreement” (LOF) yang tidak menyinggung jumlah pembayaran, jumlah mana akan ditentukan oleh arbitrase.
Seperti halnya dalam general average, jika akhirnya kapal dan muatannya mengalami total loss, berarti tidak ada interest yang selamat yang akan memikul kerugian GA. Demikian juga halnya dalam salvage, jika kapal dan muatannya total loss, berarti tidak ada salvage reward karena tidak ada interest yang selamat yang akan memikul salvage reward.
4. Penyelesaian salvage
Penentuan besamya salvage reward dapat dilakukan sebelum pertolongan diberikan, jika kapal yang berada dalam bahaya dapat menunggu beberapa lama sampai perjanjian pertolongan dirampungkan, bahaya yang mengancam tidak sebera mengakibatkan total loss (kandas, mesin rusak).
Jika bahaya laut sangat mengancam dan pertolongan harus segera diberikan tanpa lebih dahulu membuat perjanjian, maka salvage reward akan ditentukan sesudah (!) pertolongan diberikan, berarti penyelesaian pertolongan dilakukan sesudah rampung dilaksanakan. Pekerjaan menyelesaikan pertolongan merupakan pekerjaan yang sulit dan memerlukan waktu yang relatif lama serta memerlukan keakhlian khusus, hal mana dipercayakan kepada arbitrase dan pihak penolong menunjuk akhli hukum (solicitor) sebagai wakilnya.
5. Pertanggungan salvage charges
Salvage charges yang dibayar oleh pemilik interest kepada penolong akan diganti oleh penanggung yang menanggung interest tersebut, asalkan bahaya yang mengakibatkan kerugian ditanggung oleh polis.
- Jika harga pertanggungan sama dengan atau lebih besar dari harga interest, maka semua salvage charges diganti oleh penanggung;
- Jika harga pertanggungan lebih kecil dari harga interest, maka besamya ganti rugi sebanding dengan harga interest.
Contoh : harga pertanggungan Rp. 200 juta, harga sehat kapal Rp. 250 juta, kontribusi kapal (salvage charges) Rp. 50 juta, maka besamya ganti rugi : 2001250 x Rp. 50 juta = Rp.40 juta dan sisanya Rp. 10 juta ditanggung sendiri pemilik kapal.
Untuk salvage adjustmen setelah diberikan pertolongan, pemilik interest memberikan uang jaminan (cash deposit) agar interest tidak ditahan oleh pihak penolong.
9. Sumber : http://kwu.pakgaol.com
Judul : Hukum Laut Dan Pengangkutan
Penulis : Mano Gaol
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
HUKUM LAUT DAN PENGANGKUTAN
A. LATAR BELAKANG
Memasuki era global seperti saat ini, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional
Karena Indonesia negara kepulauan maka memerlukan sarana angkutan laut yang lebih dibandingkan dengan sarana yang lainnya. Hal ini diperlukan guna menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, atau dengan negara lain, terutama yang belum terjangkau oleh sarana angkutan darat maupun sarana udara. Pengangkutan barang melalui laut skalanya lebih besar dibandingkan dengan pengangkutan barang melalui darat maupun udara. Dengan adanya hal tersebut berarti peluang terjadinya bahaya laut (Sea Perils) akan ada. Namun bahaya laut ini hanya dapat dikurangi intensitasnya atau diperkecil kemungkinannya, sebab bagaimanapun juga kemungkinan terjadinya kerugian karena adanya bahaya laut ini jauh lebih besar dari pada risiko akibat bahaya didarat dan diudara. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir menggunakan sistem container.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan. Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
B. RUANG LINGKUP
Pembuatan makalah ini hanya mengkaji tentang Asuransi mengenai Transportasi Laut, Yang Ruang lingkupnya hanya sekitar mengetahui aktivitas pengangkutan barang yang menyangkut Asuransi di Negara Kepulauan Republik Indonesia.
C. TUJUAN DAN MAKSUD
Tujuan dan Maksud pembuatan makalah ini untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan di kaji dalam asurasi transportasi laut sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita ke depannya.
D. METODE PENULISAN
Metode pembuatan makalah ini di buat dengan metode pembahasan dengan mencari setiaphal-hal yang berkaitan dengan asuransi laut baik dari buku-buku Ilmiah maupun Internet.
E. PERMASALAHAN
• Apa pengertian asuransi laut?
• Apa saja prinsip tanggungjawab pengangkut?
• Siapa yang bertanggung jawab terhadap kehilangan barang dalam pengiriman dengan sistem container?
PEMBAHASAN
Era kontainerisasi di dalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberikan termasuk di dalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap Cargo yang diangkut di dalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list.
Dalam menyelenggarakan pengangkutan harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :
1. Azas Konsensual / timbal balik
Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.
2. Azas Koordinasi
Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.
3. Azas Campuran
Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran tiga jenis pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut, menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada pengirim oleh pengangkutan.
4. Hak Retensi
Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan
ungsi dan tujuan pengangkutan.
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Defenisi perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat.
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang kesuatu tempat tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.
Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :
1. Pengangkut
2. Pengirim barang
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak menjadi para pihak. Penerima merupakan pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.
ASURANSI LAUT
Asuransi pengangkutan laut ( Marine insurnace ) merupakan suatu perjanjian pertanggungan ( Contrac of indemnity ) antara penanggung ( insurer ) dan tertanggung ( assurer ) atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagau muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan / kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut ( maritime perils ) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Dalam prakteknya selain terjalin antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung maka tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya kepentingan dan tanggung jawab pihak lain / pihak ketiga baik sebagai penyebab kejadian maupun sebagai korban kejadian yang menyebabkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pihak asuransi berkewajiban memberikan ganti rugi atas kerusakan /kerugian barang, tetapi pihak asuransi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas penyebab timbulnya permasalahan tersebut.
Dalam penyelesaian klaim sering melibatkan banyak pihak seperti, surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut seperti, pelayaran, Perusahaan bongkar muat, perusahaan pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan serta pihak terkait lainnya.
Di sisi lain pelabuhan sebagai tempat dimana kapal melakukan kegiatan dan sebagai tempat penanganan barang-barang dari ke kapal tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya resiko kerugian akibat bahaya-bahaya di pelabuhan.
Berdasarkan hal tersebut diatas sangatlah penting bagi semua orang-orang yang bekerja pada perusahaan dan jasa kepelabuhanan untuk dapat memahami “ asuransi pengangkutan laut “ atau marine insurance and claim, dimana jika terjadi kasus-kasus maka ia dapat berperan sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ada dibidang tersebut.
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam Ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
a. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
b. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c. Prinsip tanggungjawab Mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Cara membedakan prisnsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya diletakan pada masalah pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian diletakan dalam proses penuntutan.
Menentukan Pihak yang bertanggung jawab :
Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan:
1. Pihak-pihak yang terlibat di dalam pengangkutan.
2. Apakah kondisi seal kontainer dalam keadaan utuh (seal intact)
3. Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang.
Dasar hukum
Dasar Hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian yang berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller).
Proses pengangkutan adalah sebagai berikut :
1. Pertama, Eksportir akan memuat (stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing,
2. Kargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat,
3. Kargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar,
4. Kargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat.
Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab.
Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh kasus adalah sebagai berikut :
Eksportir pada saat stuffing Ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL (muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti yang dideklarasikan misalnya hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importir atau penerima barang.
Terhadap contoh kasus diatas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut ?
harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah kargo akan berkurang.
Terhadap kasus di atas bagaimanakah jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata jumlah kargo berkurang. Hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalaian dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer.
Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena factor tindak pencurian (pilferage).
Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang bertanggung jawab. Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier.
Hal tersebut tentu harus mengacu pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut.
Didalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar (in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence)
Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carrier’s care and custody).
Hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang:
a. mengadakan joint survey yang dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut dan atau asuransinya.
b. melakukan langkah investigasi ke belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.
Kerusakan dan Kerugian dalam Pengangkutan Laut
1. Total loss ( kerugian lenyap semua )
Actual total loss yaitu bilamana kapal atau muatan secara fisik telahϖ lenyap semuanya atau muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya.
Constructive total loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
2. Partial Loss
General Average ( kerugian umum ) adalah kerugian dengan sengajaϖ dilakukan atau biaya yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang berkepentingan.
Particular Average ( kerugian khusus ) adalah kerugian yang dideritaϖ kapal maupun muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain.
Resiko Kerusakan atau Kerugian yang dapat Dipertanggungkan pada Perusahaan Asuransi
Hampir seluruh resiko kerusakan atau kerugian pengangkutan laut sudah dapat diasuransikan kepada perusahaan Asuransi, akan tetapi masih perlu diketahui adanya tingkat-tingkat resiko yang dapat dipertanggungkan itu.
1. Resiko kerugian yang secara umum ditanggung oleh Perusahaan Asuransi
Bencana alam, terdiri dari bencana Laut → Angin, badai,gelombang, kabut, batu
karang, gunung es dan kilat.
Bencana di laut → Tabrakan dan kebakaran.
2. Perbuatan manusia
Perbuatan awak kapal → Pembuangan muatan, kejahilan awak kapal, penggantian arah pelayaran.
Perbuatan pihak ketiga → Bajak laut, penyamun, pencuri.
Resiko kerugian yang ditanggung Perusahaan Asuransi dengan perjanjian khusus
1. Kerugian akibat peperangan → Kapal perang, perampasan, penahanan, penangkapan dan pencurian
2. Kerugian akibat pemogokan → Pemogokan, kerusuhan, pemberontakan
3. Kerugian akibat sifat muatan itu sendiri → Penyusutan
4. Kerugian karena pencurian di darat → Pencurian dan pencoleng
5. Resiko kerugian yang menjadi tanggungan pemilik barang , terdiri dari Kerusakan yang ditimbulkan oleh binatang pengerat seperti tikus dan kutu yang merusak bahan makanan, Kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pelayaran dan Kerugian karena kelalaian.
Syarat Pertanggungan Asuransi Pengangkutan Laut
Syarat pertanggungan Yaitu yang berhubungan dengan jenis resiko yang dipertanggungkan. Semakin luas jenis resiko yang dipertanggungkan, maka semakin tinggi pula premi asuransi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung. Bisnis ekspor-impor termasuk jenis bisnis beresiko tinggi. Barang diangkut melalui laut dan udara, menempuh jarak yang dapat menimbulkan kerusakan dalam perjalanan.
1. Faktor yang Menentukan Premi Asuransi
Nilai Pertanggungan
Nilai pertanggungan yang dipakai dalam penutupan asuransi pengangkutan laut biasanya merupakan salah satu dari 3 jenis nilai pertanggungan sebagai berikut :
100% sampai 110% x nilai F.O.B¬
¬ 100% sampai 110% x nilai C&F
¬ 100% sampai 110% x nilai C.I.F
Syarat pertanggungan yang dipakai dalam penutupn asuransi muatan (cargo) secara luas di seluruh dunia adalah syarat pertanggungan dari Llyod’s London yang dikenal sebagai Institute Cargo Clauses. Dulu, tahun 1982 yang dipakai adalah :
1. Institute Cargo Clauses (All Risk)
2. Institute Cargo Clauses (With Average)
3. Institute Cargo Clauses (Free from Particular Average)
Sejak Januari 1982, syarat pertanggungan yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. INSTITUTE CARGO CLAUSES (A)
Resiko yang ditanggung :
1. Asuransi ini menanggung semua resiki hilang atau rusak atas barang-barang yang dipertanggungkan
2. Asuransi ini menanggung kerusakan umum dan biaya penyelamatan, disesuaikan atau ditetapkan sesuai dengan kontrak angkutan serta hukum yang berlaku yang sengaja dilakukan untuk menghindari kerugian yang bersumber dari sebab-sebab luar
3. Asuransi ini juga meliputi penggantirugian kepada tertanggung terhadap bagian beban tertanggung yang terdapat dalam kontrak angkutan yang kerugiannya ditanggung asuransi ini.
Pengecualian dalam institute Cargo Clauses A
Asuransi ini tidak mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Kerugian atau biaya yang dikeluarkan yang disebabkan perbuatab sengaja yang dilakukan tertanggung sendiri.
2. Kebocoran biasa, susut berat dan volume biasa atau kesobekan barang yang diasuransi.
3. Kerugian atau biaya yang disebabkan kurang cukup auat kurang cocoknya pengepakan barang yang diasuransikan.
4. Kerugian atau biaya yang bersumber dari barang itu sendiri atau sifatnya sendiri
5. Kerugian atau biaya yang disebabkan kelambatan
6. Kerugian atau biaya yang timbul karena kemacetan dana pemilik kapal, para manajer atau operasi kapal.
7. 7. Kerugian atau biaya yang timbul karena penggunaan senjata, peralatan atom dan nuklir.
2. INSTITUTE CARGO CLAUSES (B)
Resiko yang ditanggung :
1. Kebakaran atau ledakan
2. Kapal kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
3. Angkutan darat terbalik atau keluar jalur
4. Tabrakan atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
5. Pembongkaran muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
6. Gempa bumi, lahar panas, letusan gunung atau halilintar
3. INSTITUTE CARGO CLAUSES (C)
Resiko yang ditanggung :
1. Kebakaran atau ledakan
2. Kapal atau pesawat kandas, runtuh, tenggelam atau terbalik
3. Angkutan darat terbalik atau keluar jalur
4. Tabrakan atau senggolan kapal, pesawat atau alat angkut dengan benda lain selain air
5. Pembongkaran muatan di pelabuhan yang sedang dilanda kerusuhan
Syarat-syarat lainnya sama dengan ketentuan yang berlaku untuk Institute Cargo
lauses (B).
Contoh Perusahaan Asuransi Pengangkutan Laut
PT ASURANSI PURI ASIH
Produk asuransi ini memberikan jaminan ganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dikirim baik melalui darat, laut, udara akibat kerugian finacial yang dialami jasa pengiriman ataupun pemilik barang sesuai dengan nama pemegang polis.
Adapun tarif asuransi dan jaminan / benefit dari penutupan melalui laut tersebut sbb :
a) ICC “ C “ 1/ 1/ 82 : 0, 30 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Kerugian Umum ( General Avarage )
- Alat angkut tabrakan
- Kebakaran dan peledakan
- Kapal kandas, tenggelam atau terbalik
- Tabrakan atau sentuhan alat angkut dengan objek luar selain air
- Pembongkaran barang di pelabuhan darurat
- Biaya – biaya yang timbul akibat dari kerugian umum atau biaya penyelamatan barang atas resiko yang terjadi diatas kapal.
- Pembuangan barang ke laut.
b) ICC “ B “ 1/ 1/ 82 : 0, 35 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82
- Akibat masuknya air laut, danau atau air sungai yang memasuki ruangan kapal / palka kapal, peti kemas dan tempat penyimpanan barang.
- Hilangnya barang secara keseluruhan sewaktu bongkar muat
c) ICC “ A” 1/ 1/ 82 : 0, 3 %
Adalah jaminan kerugian yang memberikan penggantian akibat resiko sbb :
- Semua resiko yang dijamin di dalam kondisi ICC ” C” 1/ 1/ 82 dan ICC “ B” 1/ 1/ 82
- Akibat pengrusakan / kerusakan yang dilakukan secara sengaja terhadap barang tersebut oleh orang lain.
- Pembajakan , Pencurian, Barang tidak sampai ketujuan ( Non Delivery )
Ilustrasi Pengangkutan Laut :
1. Jenis Barang : Excavator 320 C
2. Alat Angkut : LCT, Tugboat, Kapal Besi
3. Tujuan : Dari Banjarmasin ke Tanah Grogot
4. Kondisi Penutupan : ICC ” C ” 1/ 1/ 82
5. Tarif Premi : 0, 2 %
6. Ilustrasi Perhitungan Premi :
• Harga Excavator 320 C = Rp 1.000.000.000, -
• Premi Rp 1.000.000.000, – X 0, 2 % = Rp. 2.000.000, -
Biaya Polis = Rp 17.000, -
Biaya Materai = Rp 12.000, -
Total Premi = Rp 2, 029, 000, -
PRSEDUR KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG ( MARINE CARGO INSURANCE)
a). Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya.
Dalam hal terjadi klaim kerusakan dan atau kehilangan barang marine cargo, adalah Kewajiban Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya untuk melakukan hal-hal sbb:
• Jangan menandatangani “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” kecuali dengan memberikan catatan mengenai kerusakan dan atau kehilangan barang tersebut.
• Untuk barang dalam KONTAINER:
• Periksalah dengan seksama Kondisi dan Nomor KONTAINER apakah terdapat kerusakan, berlubang
• Periksalah dengan seksama Kondisi dan Nomor SEGEL apakah terdapat kerusakan, hilang dan apakah nomor segel sesuai dengan dokumen pengangkutan marine cargo
• Berilah catatan pada “Surat Tanda Terima Barang / Surat Jalan / Delivery Order” jika terdapat kerusakan dan atau kehilangan barang
• Segera menghubungi pihak pengangkut / Carrier untuk melakukan survey
• Segera menghubungi PERUSAHAAN ASURANSI cargo untuk melakukan survey bersama
• Segera melapor kepada pihak kepolisian jika terjadi kecelakaan lalu lintas, perampokan, bajing loncat dan tindak kejahatan lainnya
• Ambillah Foto kontainer termasuk nomor kontainer, segel, dinding, lantai atau atap dimana terdapat kerusakan, dan kondisi barang untuk dokumentasi
• Segera mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak pengangkut / carrier
• Survey & Pelaporan Klaim Kepada Perusahaan Asuransi
Laporan Klaim harus disampaikan kepada Perusahaan Asuransi atau Survey Agent yang ditunjuk secepatnya, agar Perusahaan Asuransi atau Survey Agent dapat segera melakukan survey untuk mengetahui penyebab kerusakan, pelaporan klaim maximum 7 hari setelah diketahui terjadinya kerusakan dan atau kehilangan barang.Tertanggung berkewajiban untuk memberi kesempatan kepada Perusahaan Asuransi cargo atau Loss Adjusters yang ditunjuk untuk memeriksa kerusakan barang, kerusakan kapal, wawancara dengan Nahkoda dan atau ABK atau pihak-pihak lain yang terkait.
Dokumen Klaim
1. Claim Form yang telah diisi lengkap disertai dengan perincian jumlah kerugian
2. Polis / Sertifikat Asuransi Asli
3. Bill of Lading atau Konosemen Asli
4. Invoice
5. Packing List
6. Surat Jalan / DO
7. Berita Acara Serah Terima Barang / Survey Report
8. Surat Tuntutan kepada pihak pengangkut / carrier dan balasannya.
9. Penawaran Biaya perbaikan
Salvage
1. Tertanggung / Penerima Barang / Agen atau Pihak yang mewakilinya wajib menjaga barang yang rusak dan tidak boleh membuang atau menjualnya tanpa izin tertulis dari Perusahaan Asuransi.
2. Perusahaan Asuransi untuk dan atas nama Tertanggung berhak untuk melaksanakan tender / lelang atas salvage tersebut dengan mengundang beberapa salvage buyers untuk berpartisipasi.
3. Tertanggung / Penerima Barang dapat ikut serta dalam tender / lelang atas salvage tersebut.
4. Peraturan pelaksanaan tender / lelang dan penentuan Pemanas ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi.
5. Nilai penjualan salvage akan dibayarkan kepada Tertanggung dan akan dikurangkan dari nilai klaim yang disetujui.
KESIMPULAN DAN SARAN ( PENDAPAT ) :
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan setidak-tidaknya dikenal adanya 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu :
1. Prinsip tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault);
2. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
3. Prinsip tanggungjawab mutlak (no fault liability, atau absolute atau strict liability).
Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan hal lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah pertama, meningkatan kecermatan dan kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui dan ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, Memperjelas hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut.
kereeen sekali identifikasinya
BalasHapusYuk Coba Keberuntunganmu Hari ini... Gabung Sekarang Bandar Sabung Ayam Online Terbesar di Asia, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda.
BalasHapus