E. JAMINAN FIDUCIA
1. Judul : Jaminan Fidusia
Sumber : bramfikma.blogspot.com/2013/.../jaminan-fidusia.htm...
Penulis : ILMU HUKUM: Jaminan Fidusia
Diunduh : Jumat, 28 Nopember 2014
JAMINAN FIDUSIA
Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia
1. Latar Belakang Terjadinya jaminan Fidusia.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan. Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak.
2. Pengertian Fidusia
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang.
Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pengertian FIDUSIA pasal 1 ayat 1 fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”
Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah: “Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987).
3. Pengertian jaminan Fidusia.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia
2.2 Perbedaan Antara Gadai dan Fidusia
1 Ditinjau Dari Segi Pengertian
Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
2. dari segi sumber hukumnya
Gadai: Pasal 1150 s.d. Pasal 1160 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Jaminan Fidusia: (1). Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; (2). Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
3. Dari Segi Unsur-unsurnya
Gadai:
1. gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
2. jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering);
3. gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference);
4. gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.
Fidusia:
1. fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek;
2. fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur tidak menyerahkan benda jaminan
secara fisik kepada kreditur tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada kreditur);
3. fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan;
4. fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.
Dan masih banyak lagi perbedaan antara gadai dan jaminan fidusia yang ditinjau dari berbagai aspek.
Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain:
1. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
2. Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan)
3. Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite.
4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
5. Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial.
6. Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas.
7. Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.
2.4 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Terkait dengan ketentuan di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya:
1. Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
a. Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
b. Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
c. Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;
2. Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
c. Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.
2.5 Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor.
Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.
Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.
2.6 Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia
Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan.
Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.
2.7 Produk Perkreditan
Pegadaian KCA (Kredit Cepat Aman)
Kredit Cepat Aman adalah kredit berdasarkan hukum gadai dengan prosedur pelayanan yang mudah, aman, dan cepat. Barang jaminan yang menjadi agunan meliputi perhiasan emas/permata, kendaraan bermotor, elektronik, kain dan alat rumah tangga lainnya. Kredit yang diberikan mulai dari Rp. 20.000.- s.d. Rp. 200.000.000.- dengan pengenaan jasa pinjaman yang dihitung per-15 hari dan jangka waktu kredit maksimum 4 bulan. Jangka waktu kredit dapat diperpanjang dengan cara mengangsur atau mengulang gadai dan dapat dilunasi sewaktu-waktu dengan perhitungan bunga proporsional selama masa pinjaman.
Pegadaian Kreasi (Kredit Angsuran Fidusia)
Kredit Angsuran Fidusia merupakan pemberian pinjaman kepada pengusaha mikro-kecil (dalam rangka pengembangan usaha) dengan skim penjaminan secara fidusia dan pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran per-bulan dalam jangka waktu kredit 12 s.d. 36 bulan. Perolehan kredit dengan cara menyerahkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) sebagai agunan dengan bunga pinjaman 1% per-bulan, flat. Kredit Kreasi merupakan modifikasi dari produk lama yang sebelumnya dikenal dengan nama Kredit Kelayakan Usaha Pegadaian.
Pegadaian Kresna (Kredit Serba Guna)
Kredit Serba Guna merupakan pemberian pinjaman kepada karyawan dalam rangka kegiatan produktif/konsumtif dengan pengembalian secara angsuran dalam jangka waktu kelipatan 3 bulanan, minimum 12 bulan dan maksimum 36 bulan. Besar kredit yang diberikan berdasarkan jumlah angsuran maksimum 1/3 dari penghasilan bersih. Kresna merupakan modifikasi dari produk lama yang serupa yaitu Kredit Golongan E (Kredit Pegawai).
Pegadaian Krasida (Kredit Angsuran Sistem Gadai)
Kredit Angsuran Sistem Gadai merupakan pemberian pinjaman kepada para pengusaha mikro kecil (dalam rangka pengembangan usaha) atas dasar gadai. Pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran per-bulan dengan jangka waktu kredit 12 s.d. 36 bulan, dan pemberian diskon untuk sewa modal dapat diberikan apabila nasabah melakukan pelunasan kredit sekaligus. Bunga ditetapkan sebesar 1 % perbulan, flat.
Pegadaian Krista (Kredit Usaha Rumah Tangga)
Kredit Usaha Rumah Tangga merupakan pinjaman yang diberikan untuk para wanita pengusaha yang tergabung dalam kelompok usaha. Jumlah kredit berkisar antara Rp. 100.000.- s.d. Rp. 1.000.000.- dengan jangka waktu kredit 12 bulan. Bunga dikenakan 1% perbulan, flat.
Pegadaian Rahn (Gadai Syariah)
Gadai Syariah adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dengan mengacu pada sistem administrasi modern. Besar kredit yang diberikan mulai dari Rp. 20.000.- s.d. Rp. 200.000.000.- (sama dengan KCA), namun berbeda dalam penetapan sewa modal/jasa pinjaman. Gadai syariah menerapkan biaya administrasi dibayar dimuka, yaitu saat akad baru/akad perpanjangan serendah-rendahnya Rp. 1.000.- dan setinggi-tingginya Rp. 60.000.- untuk jumlah pinjaman Rp. 200.000.000.- Sementara tarif ijaroh ditetapkan per-10 hari masa penyimpanan untuk setiap kelipatan Rp. 10.000.- dari taksiran barang jaminan yang dititipkan/agunkan.
Pegadaian Arrum (Ar-Rahn Usaha Mikro)
ARRUM merupakan kredit angsuran fidusia bagi usaha mikro-kecil yang diselenggarakan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah.
Pegadaian KTJG (Kredit Tunda Jual Gabah)
Kredit Tunda Jual Gabah merupakan pinjaman yang diberikan kepada para petani dengan jaminan gabah kering giling. Layanan kredit ini ditujukan untuk membantu para petani pasca panen agar terhindar dari tekanan akibat fluktuasi harga pada saat panen dan permainan harga para tengkulak.
Pegadaian Kremada (Kredit Perumahan Swadaya)
Kredit Perumahan Swadaya ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah untuk membangun atau memperbaiki rumah. Untuk bangunan baru diberikan pinjaman maksimum Rp. 10.000.000.- sedangkan untuk perbaikan rumah diberikan pinjaman maksimum Rp. 5.000.000.- Atas kredit ini nasabah dikenakan biaya administrasi 9% dibayar dimuka dan sewa modal 0 (nol) %. Pendanaan atas produk ini atas kerja sama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dengan dukungan plafon modal kerja sebesar Rp. 5 miliar.
Pegadaian Investa (Gadai Efek)
Gadai efek merupakan kredit yang diberikan dengan jaminan efek (saham).
2. Judul : Menggadaikan Barang Jaminan Fidusia
Sumber : www.hukumonline.com/.../permasalahan-hukum-men...
Penulis : Letezia Tobing, S.H. Permasalahan Hukum Menggadaikan Barang Jaminan
Diunduh : Rabu, 26 Nopember 2014
Permasalahan Hukum Menggadaikan Barang Jaminan Fidusia
Pertanyaan:
Permasalahan Hukum Menggadaikan Barang Jaminan Fidusia
Saya seorang konsumen dari salah satu perusahaan pembiayaan/finance, saya menggadaikan objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga. Yang ingin saya tanyakan, apa akibat hukum yang ditimbulkan kepada saya dan kepada pihak yang menerima gadai dari objek jaminan fidusia tersebut? Terima kasih.
Jawaban:
Letezia Tobing, S.H.
Di dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”), pemberi fidusia dapat menggadaikan benda yang dijadikan jaminan fidusia, asalkan ada persetujuan tertulis dari penerima fidusia. Akan tetapi, apabila Anda tidak mendapat persetujuan tertulis dari penerima fidusia (dalam hal ini perusahaan pembiayaan), maka berdasarkan Pasal 36 UU Fidusia, Anda diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta) rupiah.
Pasal 23 ayat (2) UU Fidusia
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.”
Pasal 36 UU Fidusia
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta) rupiah.”
Sedangkan untuk pihak ketiga sebagai penerima barang gadai, terlepas dari apakah pihak ketiga tersebut mengetahui atau tidak mengetahui bahwa barang tersebut telah dijadikan jaminan fidusia, pihak ketiga tersebut tidak dilindungi oleh hukum. Ini karena pada prinsipnya ketentuan mengenai larangan menggadaikan benda jaminan fidusia telah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, semua orang dianggap mengetahuinya dan (kami berasumsi jaminan fidusia telah didaftarkan) karena jaminan fidusia tersebut telah didaftarkan maka dianggap semua orang dapat memeriksa pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pada sisi lain, J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan: Hak Jaminan Kebendaan Fidusia membahas masalah Kantor Pendaftaran Fidusia yang hanya ada di kota-kota besar. J. Satrio (hal. 245) - sebagaimana kami sarikan – mengatakan bahwa pendaftaran dimaksudkan agar mempunyai akibat terhadap pihak ketiga. Dengan pendaftaran, maka pihak ketiga dianggap tahu ciri-ciri yang melekat pada benda yang bersangkutan dan adanya ikatan jaminan dengan ciri-ciri yang disebutkan di sana, dan dalam hal pihak ketiga lalai untuk memperhatikan/mengontrol register/daftar, maka ia harus memikul risiko kerugian sendiri. Namun, sehubungan dengan adanya Kantor Pendaftaran Fidusia hanya terbatas di kota-kota besar, apakah bisa dan patut diharapkan, bahwa orang yang hendak mengoper suatu benda tidak-atas-nama akan mengecek terlebih dahulu ke Kantor Pendaftaran Fidusia sebelum menutup transaksi mengenai benda tersebut? Ini membawa konsekuensi yang cukup besar terhadap pihak ketiga, termasuk pemegang gadai, yang beritikad baik.
Selain itu, apabila pemberian gadai tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima fidusia, karena jaminan fidusia juga merupakan hak kebendaan, maka ada kemungkinan prinsip hak kebendaan akan diberlakukan yaitu hak kebendaan yang lahir lebih dahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Akan tetapi, J. Satrio juga masih mempertanyakan hal tersebut karena selama ini prinsip tersebut hanya diberlakukan pada hak kebendaan dari jenis yang sama, seperti umpamanya gadai pertama, kedua, dan selanjutnya, hipotik pertama, kedua, dan selanjutnya, hak tanggungan pertama, kedua, dan selanjutnya.
Sehingga, pada dasarnya akibat hukum bagi pihak ketiga dari pemberian gadai atas benda yang telah dijadikan jaminan fidusia adalah tidak adanya perlindungan hukum yang pasti bagi penerima gadai untuk mengambil pemenuhan pembayaran dari eksekusi benda jaminan jika debitur wanprestasi.
Dasar Hukum:
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
3. Judul : UU No, 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia
Sumber : hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_42_99.htm
Penulis : UU No.42 Thn 1999 - Jaminan Fidusia
Diunduh : Rabu, 26 Nopember 2014
Lihat juga:
PP No.86/2000 -Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
Keppres No.139/2000 - Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan dadanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
b. bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
c. bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Jaminan fidusia.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN FIDUSIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
3. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.
4. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.
7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan Fidusia.
Pasal 3
Undang-undang ini tidak berlaku terhadap :
a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai.
BAB III
PEMBEBANAN, PENDAFTARAN, PENGALIHAN, DAN HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Bagian Pertama
Pembebanan Jaminan Fidusia
Pasal 4
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pasal 5
(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
(2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
c. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
d. nilai penjaminan; dan
e. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 7
Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa:
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau
c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Pasal 8
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dan Penerima Fidusia tersebut.
Pasal 9
(1) Jaminan Fidusia dapat memberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
(2) Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.
Pasal 10
Kecuali diperjanjikan lain:
a. Jaminan Fidusia meliputi hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
b. Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pasal 11
(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.
Pasal 12
(1) Pendaftanan Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didinikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
(1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.
(2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia;
c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
e. nilai penjaminan; dan
f. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(3) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
Pasal 15
(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Pasal 16
(1) Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku Daftar Fidusia dan menerbitkan Pernyataan Perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dan Sertifikat Jaminan Fidusia.
Pasal 17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar.
Pasal 18
Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum.
Bagian Ketiga
Pengalihan Jaminan Fidusia
Pasal 19
(1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru.
(2) Beralihnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pasal 20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 21
(1) Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia demgan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera janji oleh debitor dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga.
(3) Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara.
(4) Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia pengganti dan objek Jaminan Fidusia yang dialihkan.
Pasal 22
Pembeli benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang merupakan benda persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.
Pasal 23
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, apabila Penerima Fidusia setuju bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan Benda atau hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan Fidusia.
(2) Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Pasal 24
Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dan hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Bagian Keempat
Hapusnya Jaminan Fidusia
Pasal 25
(1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c. musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
(2) Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b.
(3) Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut.
Pasal 26
(1) Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dan Buku Daftar Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaininan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.
BAB IV
HAK MENDAHULU
Pasal 27
(1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.
(3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.
Pasal 28
Apabila atas Benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia yang lebih dari 1(satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
BAB V
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
Pasal 29
(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Pasal 30
Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.
Pasal 31
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jamiman Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 32
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.
Pasal 33
Setiap janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 34
(1) Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia.
(2) Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 36
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta) rupiah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
(1) Pembebanan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan mengenai kewajiban pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(3) Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Pasal 38
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai fidusia tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti, atau diperbaharui.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kantor Pendaftanan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 40
Undang-undang ini disebut Undang-undang Fidusia.
Pasal 41
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BACHRUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 168
________________________________________
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG JAMINAN FIDUSIA
I. UMUM
1. Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD1945. dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan,para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.
2. Selama ini, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband.
Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah,dan Jaminan Fidusia. Undang-undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana,mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum.
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai Benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya, Benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak.
3. Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.
Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia. Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia, Pemberi Fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia.
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan,piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan.
Dalam Undang-undang ini,diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan,maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Huruf a
Berdasarkan ketentuan ini,bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan,dapat dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas huruf d Cukup jelas
Pasal 4
Yang dimaksud dengan " prestasi" dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 5 Ayat (1)
Dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam)pembuatan akta tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 6 Huruf a
Yang dimaksud dengan"identitas" dalam Pasal ini adalah meliputi nama lengkap, agama,tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,status perkawinan, dan pekerjaan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan"data perjanjian pokok" adalah mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.
Huruf c
Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya.
Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portfolio perusahaan efek, maka dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari Benda tersebut.
Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Pasal 7 Huruf a Cukup jelas Huruf b
Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah "kontinjen", misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
Huruf c
Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Pasal 8
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu Penerima Fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
Yang dimaksud dengan"kuasa" adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari Penerima Fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan Fidusia dari Pemberi Fidusia.
Yang dianggap dimaksud dengan "wakil" adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili Penerima Fidusia dalam penerimaan Jaminan Fidusia, misalnya, Wali amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.
Pasal 9
Ketentuan dalam Pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi pelunasan utang.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan"hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia" adalah segala sesuatu yang diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia.
Huruf b
Ketentuan dalam huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima Fidusia.
Pasal 11
Pendaftaran Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia
Pasal 12
Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis.
Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara bertahap, sesuai dengan keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya.
Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2).
Ayat (4) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud lainnya.
Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Ayat (3)
Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak Pemberi Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia melalui lembaga parate eksekusi.
Pasal 16
Ayat (1)
Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, harus diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17
Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjaminan pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
"Pengalihan hak atas piutang" dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah "cessie"yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia lama beraih kepada Penerima Fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada Pemberi Fidusia.
Pasal 20
Ketentuan ini mengikuti prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan(in rem).
Pasal 21
Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk menjaga kepentingan Penerima Fidusia, maka Benda yang dialihkan wajib diganti dengan obyek yang setara.
Yang dimaksudkan dengan"mengalihkan" antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.
Yang dimaksud dengan"setara" tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya. Yang dimaksud dengan "cidera janji" adalah tidak memenuhi prestasi baik yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjian jaminan lainnya.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan"harga pasar" adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar pada saat penjualan Benda tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan penjualan Benda tersebut.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan"menggabungkan" adalah penyatuan bagian-bagian dari Benda tersebut.
Yang dimaksud dengan"mencampur" adalah penyatuan Benda yang sepadan dengan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan"benda yang tidak merupakan benda persediaan", misalnya mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Sesuai dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya Jaminan Fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.
Yang dimaksud dengan"hapusnya utang" antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor.
Ayat (2)
Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusia tersebut.
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas
Pasal 27 Ayat (1)
Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan bahwa Undang-undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 28 Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30
Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32 Cukup jelas
Pasal 33 Cukup jelas
Pasal 34 Cukup jelas
Pasal 35 Cukup jelas
Pasal 36 Cukup jelas
Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalam maupun di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39 Cukup jelas
Pasal 40 Cukup jelas
Pasal 41 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3889
4. Judul : Catatan Rangkuman Hukum Jaminan
Sumber : Lawfile.blogspot.com
Penulis : Law File
Diunduh : Jumat, 28 Nopember 2014
FIDUSIA
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimanadimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaanPemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yangdiutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Benda/barang tidak bergerak dapat dijadikan jaminan fidusiakan, diserahkan hak miliknya, benda yang tidak bergerak yang dapat dijadikan jaminan fidusia adalah bangunan yang tidak dibebani dengan hak tanggungan (Rumah susun ).
Penerima jaminan fidusia tidak boleh membeli/memiliki benda jaminan fidusia, karena dikhawatirkan apabila penerima jaminan fidusia yang membeli barang jaminan maka sipenerima fidusia akan menaksir harga barang jaminan tidak sesuai dengan harga barang tersebut karena posisi debitur lemah.
Benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, karena :
1. Untuk memberikan kepastian hukum pada pihak yang berkepentingan;
2. Memberikan hak yang didahulukan ( freferen ) Kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain;
3. Untuk memenuhi asas publisitas / publicitet, supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.
5. Judul : Hak Jaminan ( Jaminan Umum dan Jaminan Khusus ) dalam
Pelunasan Hutang
Sumber : Jumaristoho.wordpress.com
Penulis : Jumaristoho
Diunduh : Jumat, 28 Nopember 2014
Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secaraconstitutum possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
Sifat jaminan fidusia yakni :
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain :
· Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
· Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut :
· Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
· Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor.
· Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
6. Judul : Jaminan dan Pengikatan Jaminan
Sumber : Legalbanking.wordpress.com
Penulis : Legal Banking
Diunduh : Kamis, 4 Desember 2014
a. Pengertian Fidusia
Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).
Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.
1. Obyek Fidusia
Obyek Fidusia terdiri dari:
(i) Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;
(ii) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.
1. Yang dapat Memberi Fidusia
(i) Harus Pemilik Benda
(ii) Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang bersangkutan.
1. Bentuk Pengikatan Fidusia
Harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU Fidusia.
1. Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima atau kepada Kuasa atau Wakil Penerima Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
1. Larangan melakukan Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar
(i) Apabila benda obyek jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum Obyek Jaminan Fidusia telah beralih kepada Penerima Fidusia;
(ii) Sehingga pemberian Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.
g. Sifat Fidusia
(i) Asas Droit De Suite :
Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.
(ii) Asas Hak Preferent:
1. Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan HAK YANG DIDAHULUKAN kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.
2. Kualitas HAK DIDAHULUKAN Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.
7. Judul : Pemberian Kredit dan Jaminan Kredit Perbankan
Sumber : lib.ui.ac.id
Penulis : lib ui ac id
Diunduh : Kamis, 4 Desember 2014
b. Fidusia
Berdasarkan pengertian jaminan fidusia didalam Pasal 1 angka 2 UndangUndang
Nomor 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak dengan penguasaan tetap pada pemberi fidusia yang
dimaksudkan sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu dan memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Pada
jaminan fidusia terdapat suatu konstruksi yuridis dimana pemberi fidusia
mengalihkan hak kepemilikan atas obyek fidusia kepada penerima fidusia atau
kreditur dan atas dasar kepercayaan benda tersebut tetap dibiarkan dalam
penguasaan pemberi fidusia. Benda–benda yang dapat dibebani dengan jaminan
fidusia adalah sebagai berikut:60
a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;
b. Benda berwujud, atau benda tidak berwujud termasuk piutang;
c. Benda bergerak dan benda tidak bergerak;
d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian;
e. Dapat atas satu satuan atau jenis benda;
f. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda
g. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia;
h. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan
fidusia;
i. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan).
Objek fidusia pada dasarnya sangat luas yaitu meliputi segala benda
bergerak yang dapat dimiliki dan dialihkan baik yang berwujud maupun tidak
60 Munir Fuadi, Jaminan Fidusia, (Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 2003), hlm. 23.
Pelaksanaan prinsip..., Agung Anggriana, FHUI, 2009
8. Judul : Makalah Hukum Jaminan dan Pemberian Kredit
Sumber : kennie7.blogspot.com
Penulis : The Real Kennie
Diunduh : Kamis, 4 Desember 2014
3. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
a. Pengertian fidusia dan jaminan fidusia
1) Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemiliknnya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (pasal 1 angka 1).
2) Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertebtu, yang memberika kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Pasal 1 angka 2).
b. Ciri-ciri jaminan fidusia diantaranya adalah :
1. memberikan hak kebendaan
2. memberikan hak didahulukan kepada kreditor
3. memungkinkan kepada pemberi jaminan fidusia untuk tetap menguasai objek jaminan utang
4. memberikan kepastian hukum
5. mudah dieksekusi
c. Ruang Lingkup Jaminan Fidusia
1) Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia (Pasal 2).
2) Undang-undang ini tidak berlaku terhadap hak-hak berikut:
a) Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar (Pasal 3 huruf a)
Penjelasan Pasal 3 huruf a menjelaskan: berdasarkan ketentuan ini, bangunan diatas tanah milik orang lain yan tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
b) Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran dua puluh M3atau lebih (pasal 3 huruf b).
c) Hipotek atas pesawat terbang (Pasal 3 huruf c)
d) Gadai (Pasal 3 huruf d)
9. Judul : Hukum Jaminan
Sumber : unjalu.blogspot.com
Penulis : Hunjalu
Diunduh : Kamis, 4 Desember 2014
Jaminan Fidusia
Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana di maksud dalam UU No 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam pengguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya
Menurut DR A Hamsah dan Senjun Manulang
Fidusia adalah :
Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (Debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian hutang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara Yuridis Levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan hutang debitur)sedang kan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar (pemilik) maupun beziter (menguasai) melainkan hanya sebagai Detentor atau Holder dan atas nama kreditur Eigenaar.
Secara ringkas
Suatu cara pengoperan hak milik dari Debitur kepada kreditur berdasarkan adanya perjanjian hutang piutang, yang diserahkan hanya haknya saja secara Yuridise Levering sedang kan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar (pemilik) maupun beziter (menguasai) melainkan hanya sebagai Detentor atau Holder dan atas nama kreditur Eigenaar.
Pasal 1977 BW
Beziter yang menguasai secara hokum dianggap memiliki
Kalau ada klausula dalam perjanjian “jaminan ketika debitur wan prestasi maka benda jaminanmenjadi milik kreditur”, maka perjanjian tersebut batal demi hokum. Dasar hukumnya Pasal 12 UU no 4 tahun 1996, Berlaku untuk semua benda jaminan oleh sebab itu ini merupakan suatu asaz
RUMUS
Jaminan Fidusia : ………………………………….
Fidusia : Pengalihan secara kepercayaan secara yuridisnya saja.
Jaminan : Perjanjian Asesoir
Pjjian Hut-Piu : Jaminan pokok
Lembaga fidusia di ciptakan dari berbagai sebab :
Hukum gadai tidak memenuhi harapan dari debitur, harapan tsb adalah bila seorang pengusaha hendak menjalankan usaha tapi benda yang diperlukan untuk usaha tersebut dikuasai oleh kreditur, kurang memuaskan.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia
Sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan UU yang mengatur tentang lembaga gadai mengandung banyak kekurangan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat hambatan itu meliputi :
1. Adanya asaz In bezit stelling
asas yang menyaratkan bahwa kekuasaan atas benda nya harus pindah/berada pada pemegang gadai sebagai mana diatur dalam pasal 1152 BW, ini merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas benda2 bergerak yang berwujud karena pemberi gadai tidak dapat menggunakan benda2 tersebut untuk keperluannya
2. Gadai atas surat2 piutang
Kelemahan dalam pelaksanaan gadai atas surat2 piutang ini karena :
a. Tidak adanya ketentuan tentang cara penarikan dari piutang2 oleh si pemegang gadai
b. Tidak adanya ketentuan mengenai bentuk tertentu bagaimana gadai itu harus dilaksanakan
3. Gadai kurang memuaskan
Karena ketiadaan kepastian, berkedudukan sebagai kreditur terkuat sebagaimana tampak dalam hal membagi eksekusi kreditur lain yaitu pemegang hak PRIVILEGE dapat kedudukan lebih tinggi dari pada pemegang gadai
DASAR HUKUM JAMINAN FIDUSIA
Yang menjadi dasar hokum berlakunya Fidusia
1. Arrest Thoge road 1929, Tgl 25 Januari 1929
Tentang Bierbrouwerij Arrest (negeri Belanda)
2. Arrest Hogger Rechshof 18 Agustus 1932
Tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia)
3. UU No 42 Tahun 1999
Tentang jaminan Fidusia
Objek Dan Subjek jamninan Fidusia
Dengan keluarnya UU 42 1999 terjadi pergeseran atau diperluasnya objek dari jaminan fidusia, sebelum keluar UU ini Cuma benda tidak bergerak, setelah keluar UU ini menjadi benda2 tidak bergerak yang tidak bisa. dijaminakan sebagai hak tanggungan
Catatan :
Sebelum Keluar UU 42 tahun 1999 yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor dengan keluarnya UU no 42 tahun 1999 mak objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.
Objek Fidusia di bagi 2 yaitu :
1. Benda Bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
2. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
Dengan adanya UU No 16 Tahun 1995 tentang rumah susun maka terhadap rumah susun tersebut kalau akan dijaminkan atas suatu hutang meka lembaga jaminannya adalah fidusia
Subjek Fidusia
Subjek dari jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia, pemberinya adalah orang perorangan atau koorporasi, pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau kooperasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
Pembebanan, bentuk dan substansi jaminan fidusia
Berawal dari sebuah perjanjian pokok (hutang-piutang), yang dalam perjanjian pokok itu ada pasal yang mengatur bahwa akan ada sebuah perjanjian Fidusia.
Pembebanan jaminan Fidusia diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 10 UU No 42 1999.
Jaminan Fidusia adalah perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok (hutang piutang) yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Setelah akta jaminan Fidusia yang dibuat di notaries maka dilakukan pendaftaran ke kantor pendaftaran fidusia.
Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam pasal 11, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran fidusia yang berada dalam lingkup tugas departemen kehakiman dan HAM.
Tujuan Pendaftaran adalah :
1. Memberikan kepastian hokum kepada para pihak yang berkepentingan
2. Memberikan hak yang didahulukan atau priverent kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain.
Dalam sertifikat jaminan fidusia tercantum kata-kata “ demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa “. Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan EXEKUTORIAL yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum yang pasti.
Apabila debitur cedera janji penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Hapusnya dan Roya Jaminan Fidusia adalah :
Tidak berlakunya lagi jaminan Fidusia
Ada 3 sebab Hapusnya jaminan Fidusia
1. Pertama hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia
Contoh : Hutang Telah dibayar lunas oleh debitur
2. Pelepasan Hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia
Contoh :
Lola hutang ke Bank Mandiri sebesar 3 milyar, ketika lola wan prestasi ternyata setelah dihitung kekayaannya kurang dari 3 Milyar (lihat masalah harga tanah di padang dimana dulu harga tanah daerah pantai harganya tinggi setelah adanya sunami aceh dan sering terjadi gempa maka harga tanah diderah sekitar pantai jadi murah), jalan keluarnya adalah kreditur membuat atau mengajukan permohonan bahwa lola failit tapi karena yang bisa mengajukan pailit adalah kreditur yang berstatus kongkuren oleh karena itu maka kreditur mengajukan pelelangan terhadap harta jaminan dengan alasan wan prestasi dan kekurangannya di jatuhkan ke proses pailit.
3. Musnahnya barang yang menjadi Objek Fidusia
Musnahnya benda jaminan fidusia tersebut tidak menghapuskan claim asuransi
Roya
Sebuah Sertifikat apa bila dijadikan jaminan pada kreditur maka akan ada ditulis keterangannya pada sertifikat tersebut yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut sedang dijaminakan pada kreditur/berstatus sedang dijaminakan, tulisan tersebut memakai tinta merah apabila kelak debitur membayar lunas/menyelesaian pembayarah hutang maka tanda yang bertulis merah tersebut di coret dengan tanda silang yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut sudah tidak menjadi jaminan dari suatu Bank. Inilah yang dinamakan ROYA.
Exekusi jaminan fidusia
Penyitaan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia
Alasan dilakukan exekusi jaminan fidusia
1. Karena perjanjian pokok tidak dilaksanakan dengan baik.
2. Karena Kreditur ingkar janji atau wan prestasi atau hutang tidak dibayar.
Ada 3 cara Exekusi Benda jaminan Fidusia
1. pelaksanaan title Exekutorial oleh pemberi dan penerima fidusi yaitu tulisan yang mengandung putusan pengadilan yang memberi dasar penyitaan dan lelang sita tanpa perantara hakim
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan Fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum.
3. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan penanda tanganan kesepakatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar