Cari Blog Ini

Selasa, 23 Desember 2014

SAAT LAHIRNYA KONTRAK


5. SAAT LAHIRNYA KONTRAK ASURANSI

1.    Sumber         : patriciasimatupang.wordpress.com
Judul              : syarat syahnya perjanjian saat lahirnya perjanjian dan
                      pembatalan pelaksanaan suatu perjanjian
Penulis          : Patricia Simatupang
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Adabeberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli.
Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .
Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.


2.    Sumber         : unjalu.blogspot.com
Judul              : Hukum Asuransi
Penulis          : Unjalu
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

Kapan lahirnya Perjanjian Asuransi
Menurut pasal 257
Perjanjian itu lahir setelah adanya kesepakatan dan kesepakatan lahir dari 2 kehendak yaitu penanggung dan tertanggung. Jadi kalau kesepakatan lahir maka akan menimbulkan hak dan kewajiban.
Jika terjadi peristiwa maka jelas para pihak harus memenuhi kewajiban dengan membayar premi dan akan menimbulkan ganti rugi
Cara Melahirkan kata Sepakat :
1.   Lisan
-     dengan tegas
-     dengan cara diam-diam/anggukan kepala saja
2.   Tulisan
dengan mencantumkan kata setuju pada selembar kertas
Syarat sahnya perjanjian Asuransi terdapat dalam
1.   Pasal 1320 KUHPer
Syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer
1.      Perjanjian Asuransi harus lahir karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
      Yang disepakati :       - Benda
                                          - Syarat-syaratnya
Kesepakatan ini ada kemungkinan cacat hukum ada beberapa hal yang menyebabkan cacat hukum
-          Karena paksaan
-          Karena penipuan
-          Karena kekeliruan
Perjanjian asuransi yang lahir karena cacat dalam kesepakatan dapat dibatalkan (Vermetig baar)
2.      Para pihak yang melahirkan Asuransi harus cakap menurut ketentuan hukum
      Dewasa dalam KUHPer   21 tahun
3.      Hal tertentu
-          Ada bendanya sehingga jelas kepentingan
-          Tidak adanya kepentingan maka perjanjian Asuransi tersebut batal
4.      Klausula yang halal ( sebab yang halal )
1.   Sepanjang tidak bertentangan dengan UU
2.   Sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum
3.   Sepanjang tidak bertentangan dengan kesusilaan
2.   Pasal 251 KUHD
      Syarat sahnya perjanjian menurut KUHD pasal 251 KUHD :
1.      Pembayaran premi
Tidak ada premi tidak beralih resiko artinya kewajiban ganti rugi lahir waktu premi telah dibayarkan
2.      Kewajiban memberitahukan
Segala hal mengenai pertanggungan tertanggung berkewajiban membayarkan premi.
Kalau tertanggung lalai / lupa maka apapun alasannya asuransi batal artinya perjanjian asuransi tak pernah ada dan tidak melahirkan akibat hukum.
Perjanjian 1 & 2 ( dapat dibatalkan )
Perjanjian 3,4,5,6 ( Batal demi hukum )
Jalan keluar mengatasi kelemahan pasal 251
1.   Berdasarkan mengenyampingkan pasal ini dengan alasan :
            -  Kebebasan berkontrak
Artinya semua orang bebas melakukan kontrak dengan orang lain, hukum mana yang harus diberlakukan dan penyampingan pasal ini harus dimuat dalam polis.
2.   Kita dapat megenyampingkan karena aturannya bersifat mengatur
Ada 2 klausula mengenyampingkan pasal 251
1.    Klausula Renunsiasi
Fisiknya adalah para pihak sepakat mengenyampingkan pasal 251 dimuat dalam proses polis kecuali hakim menyatakan bahwa pasal 251 ini harus dipakai dengan iktikad baik.
2.    Klausula sudah mengetahui
Penanggung sudah mengetahui benda / kondisi benda tersebut dan dimuat dalam polis.
Dalam praktek ini dibuat tapi tidak diperlihatkan karena mungkin saja tertanggung tidak mau mengasuransikan lagi.
JENIS-JENIS ASURANSI
I. Jenis-jenis Asuransi berdasarkanteori / dalam masyarakat :
1.    Pertanggungan kerugian (Schade Verzekering)
Pertanggungan yang bertujuan untuk mengganti kerugian artinya hal-hal yang dapat dinilai dengan uang atau pertanggungan harta kekayaan.
Contoh :
-          pertanggungan kebakaran
-          pertanggungan pengangkutan
-          pertanggungan pencurian, kemalingan
2.    Pertanggungan Jumlah ( Sommen Verzekering )
-          pertanggungan yang tidak bertujuan untuk membayar ganti rugi, Jadi bertujuan untuk memberikan sejulah uang kepada orang lain, Jadi dia tidak terletakpada harta kekayaan
Contoh :  -  pertanggungan jiwa
Cara orang menentukan jumlah pertanggungan adalah berdasarkan kepada kesepakatan para pihak dan ini sangat berkaitan dengan premi.
3.    Pertanggungan Premi (Pertanggungan Murni )
Premi itu dapat dibayarkan secara kelompok / sendiri-sendiri jadi yang murni disini adalah pertanggungan yang preminya dibayar tetanggung sendiri-sendiri, pertanggungan ini dalam praktek sangat banyak dipakai.
4.    Pertanggungan saling tanggung menanggung
-          Pertanggungan yang preminya itu sama dengan iuran dari anggota kumpulan jadi antara pembayar premi yang satu berhubungan dengan yang lain.
Bentuk yang No. 4 diatas adalah cikal bakal lahirnya pertanggungan premi
II. Jenis pertanggungan berdasarkan UU Pasal 247  KUHD:
1.   Pertanggungan kebakaran Bab 9 dan 10
2.   Pertanggungan terhadap bahaya hasil panen
3.   Pertanggungan terhadap kematian seseorang atau jiwa
4.   Asuransi bahaya dilautan
5.   Asuransi angkutan udara, laut, sungai dan perdalaman
Kewajiban Pemberitahuan
1.          Pasal 251 KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan
2.          Pasal 203
Seorang tertanggung berkewajiban mencegah timbulnya kerugian dan memberitahukan kepada penanggung
Bedanya :
a.         Kalau tidak diberitahukan tertanggung kepada penanggung maka perjanjian batal demi hukum
b.         Kalau tidak diberitahukan maka tertanggung wajib memberitahukan / memberikan ganti kerugian kepada penanggung atau biaya yang mencegah kerugian.
3.   Pasal 684 KUHD
-              Pertanggungan dilaut, kewajiban memberitahukan mara bahaya dilautan yang disampikan kepada penanggung dan apabila tidak disampaikan kepada penanggung oleh tertanggung maka tertanggung wajib membayar ganti kerugian
4.   Pasal 291
-              Bentuknya tentang, pertanggungan kebakaran dan  pasal ini tidak adanya sanksi ( pasal 655) pertanggungan dilautan
POLIS
Pengertian :
Polis adalah bukti telah lahirnya perjanjian Asuransi secara tertulis
Berkaitan dengan pasal 255
-          Perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk akta dinamakan Polis
Yang diisi dalam Polis
-          Polis memuat segala kesepakatan yang berkaitan dengan ketentuan yang sesuai dengan UU atau bersifat umum
-          Sebuah polis harus memuat isi perjanjian beberapa hal pasal 256 KUHP
A.  SYARAT-SYARAT POLIS SECARA UMUM
      Isi Polis
1.      Polis harus memuat kapankah perjanjian asuransi dibuat ex : Hari, tgl, dll
                        Ex  :  Hari, tgl, dll
                        Guna hari, tgl :
a.           Menentukan sejak kapan perjanjian itu mulai berlaku dan ini mengenai kapankah resiko itu beralih
b.           Menentukan perjanjian mana yang lebih dahulu terjadi karena perjanjian Asuransi mungkin terjadi perjanjian 1,2 dst
Jadi perjanjian I, kalau double perjanjian maka batal demi hukum (Pasal 252 KUHD)
2.      Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjanjian pertanggungan
-          Siapa penanggung
-          Siapa tertanggung
-          Apakah dia bertanggung sendiri atau untuk kepada orang lain
-          Orang yang mempertanggungkan pihak ketiga harus dimuat dalam polis. Kalau tidak disebut dalam polis untuk kepentingan pihak ketiga maka dianggap untuk kepentingan sendiri.
-          Apabila tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian  batal demi hukum
3.      Dalam Pasal 256
-          Polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan
        Ex :    -     tentang jenis bendanya
-          Ukurannya
-          Sifatnya
-          Letaknya
-          Jumlahnya
   Gunanya :   Para pihak dalam pertanggungan tidak keliru, kalau ternyata para  pihak tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi hukum
4.      Berapa jumlah / nilai  yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi yang akan dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan minimal harus sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan . Jumlah maksimum yang diterima seseorang
5.      Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan
Ex :               -     Banjir
-          Bencana alam
-          Kebakaran
            Bahaya-bahaya yang dianggap peralihan resiko tanggung jawab penanggung adalah sepanjang dicantumkan dalam polis.
6.      Kapankah bahaya itu dimulai dan berakhirnya, Ini berkaitan dengan Jangka waktu pertanggungan.
-      Orang berfikir tentang waktu 1 jam
    Misal : tanggal 12-12-2007 jam 16.00
-      Orang yang berfikir dari tempat ketempat lain
    Misal : dari gudang ke gudang
7.      Polis harus memuat Premi pertanggungan
Premi
Kontrak prestasi /imbalan baik dari seorang tertanggngkepada penanggung premi biasanya dihitung berdasarkan  persentase dari jumlah pertanggungan semakin besar premi muka peralihan resiko semakin besar.
Cara membayar Premi :
-  Ditentukan dalam polis, harus lunas dan dicicil maka kalau tidak ada premi maka resiko tidak beralih dan pertanggungan tidak jalan.
8.      Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat-syarat yang harus disepakati oleh para pihak.
B.  Ketentuan syarat-syarat khsus dalam Polis
Ex :  pertanggungan kebakaran
a.   Pasal 267
-     Syarat umum harus ditambah dengan syarat lain yaitu :
            dimana benda itu terletak Ex : terletak dipasar
            Ini ditambah dengan syarat umum No.3
b.     Pasal 304 (pertanggungan Jiwa)
JENIS-JENIS POLIS
A. Dalam praktek yang menentukan isi polis penanggung
B.  Dalam teori yang menentukan isi polis adalah  tertanggung
Akibatnya melahirkan macam-macam polis
Jenis-jenis Polis Standart
1.   Polis maskapai
  -  Polis yang ditertibkan oleh perusahaan maskapai atau perusahaan pertanggungan karena pada umumnya penanggung menentukan isi polis yang ada dalam polis maskapai dia memuat ketentuan / syarat umum khusus
2.  Polis Bursa
-      Polis yang digunakan oleh Bursa (pasar) asuransi. Makanya polis yang satu kelompok yang memuat polis seragam.
Polis Bursa terbagi 2 :
A)    Polis Amsterdam ( dianut di Indonesia )
      -- > diterbitkan oleh Bursa Amsterdam
B)      Polis Bursa Rotterdam
      -- > diterbitkan oleh Bursa Rotterdam
Indonesia menganut polis standard ditambah dengan yang dibuat diatas. Polis Amsterdam dari Rotterdan Rotterdam yang paling menonjol dalam polis diatas :
-   pertanggungan angkutan / kebakaran
3.   Polis loyet Lloyde
Dikeluarkan oleh Bursa di London anggota loyed dan boleh digunakan anggota loyed
Jika dilihat dari sifat pertanggungan maka jenis polis
1.   Polis perjalanan
      Polis yang dikaitkan dalam satu kali perjalanan / suatu pelayanan dari suatu tempat ke tempat lain.
2.   Polis waktu
      Dikaitkan dengan waktu tertentu / jangka waktu tertentu biasanya ditentukan  secara tepat dan tegas mengenai :
-          Tanggal
-          Tempat
      Ex.  Ditutup suatu polis asuransi tanggal 19 Desember 2006 jam 16.00 maka sampai 19-12-2007 jam 16.00
Klausula Dalam Polis
Aturan2 khusus yang ditentukan para pihak dalam suatu perjanjian pertanggungan/syarat2 khusus.
Klausulanya :
1.      Klausula primer Resque ( primer resiko )
      Klausula yang berisi resiko-resiko yang utama klausula ini digunakan dalam pertanggungan bahaya pencurian.
Isi primer Resave
  Pasal 253 (3) KUHD
“Seandainya tertanggung dalam pertanggungan itu sebagian resiko yang ada pada benda pertanggungan (parsial los ) ex : nilai suatu barang 1 milyar maka ia mempertanggungkan ½ milyar dan apabila terjadi peristiwa maka pertanggungan harus membayar penuh kerugian sesuai dengan jumlah nilai pertanggungan” .
Jika terjadi resiko nilainya 400 juta, tapi karena dia menggunakan primer resiko maka si Penanggung harus membayar 500 juta.
2.      Klausula All Risk
      Si penanggung menanggung semua resiko yang terjadi / tanpa batas
      Ex : Pertanggungan mobil, karena bencana alam maka penanggung harus membayar resiko penuh.
      Kecualinya : ( pasal 276 dan 249 )
      Kalau peristiwa itu bukan kesalahan dari tertanggung / cacatnya benda menjadi penanggung ( pasal 249 ).
3.      Klausula sudah mengetahui
      Isinya dimana klausula diketahui dalam pertanggungan kebakaran, artinya seorang penanggung sudah mengetahui tentang benda yang ditanggungkan, kalau terjadi peristiwa penanggung tidak boleh menghindar, tapi kalau tertanggung merahasiakan rahasia benda  maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian.
4.      Klausula Renuntiatie
Isinya adalah bahwa 51 orang penanggung tidak akan menggugat tertanggung berdasarkan :
Pasal 251 KUHD :
      “Bahwa seorang tertanggung tidak boleh merahasiakan benda pertanggungkan”.
      Maka kalau terjadi peristiwa maka penanggung tidak boleh  menghindari dari ganti kerugian.
5.      Klausula free from farticular everange (GPA ) bwerkaitan dengan ( pertanggungan laut ).
Apakah para pihak menggunakan secara khusus pertanggungan laut
Isinya : Penanggung dibebaskan dari kewajiban ganti kerugian kalau terjadi peristiwa khusus dilautan.
Ex. Barang yang diangkut diambil oleh perampok (bajak laut Pasal 709 KUHD
6.      Klausula with Porticular everange (WPE)
Isinya seorang penanggung harus membayar ganti kerugian terhadap peristiwa-peristiwa khsus yang ada di lautan
Siapakah yang melakukan pembuatan Polis
-          Dalam Praktek dibuat oleh perusahaan asuransi
Berdasarkan pasal 299 KUHD
Apa yang terjadi dlam praktek bertolak belakang , seorang tertanggung telah menyiapkan polis dan menyedorkan kepada penanggung.
-          Jadi dalam teori yang berhak tertanggung, ia membuat polis berdasarkan keinginanya.
(1)    Seorang penanggung haru smengembalikan polis kepada tertanggung dalam tempo 24 jam.
Maknanya :
-          Yang terjadi dalam praktek sangat bertolak belakang pasal 254 yang mana penanggung sangat aktif sekali dalam pertanggungan
-          Kalau penanggung tidak mengembalikan dlam waktu 24 jam maka resikonya penanggung akan diberikan ganti kerugian
-          Dalam pertanggungan, karena polis diserahkan.
-          Kalau mengacu pada pasal 257 (1), maka kalau polis belum diserahkan, kalau resiko maka penanggung wajin membrikan ganti rugi.
Dalam praktek polis dibuat oleh penanggung dan tertanggung belum smpai mempelajarinya, jadi langkah untuk memberikan waktu yang luas bagi tertanggung.
“Adanya klausula yang isinya untuk menghindari keslahpahaman, maka sebaiknya tertanggung mempelajari secara cermat/format syarat-syarat polis tersebut. Jadi sebaiknya dalam polis diberikan peringatan.
(2) Penyerahan polis melalui makelar polis diserahkan 8 hari. UU menyatakan demikian 18 hari karena makelar harus mempunyai waktu untuk menghubungkan penanggung dengan tertanggung, kalau hal ini tidak dipenuhi maka kalau terjadi peristiwa maka makelar harus membayar ganti kerugian.
Penyerahan polis dapat dikesmpingkan dengan cara menetapkan kapankah penanggung/makelar mengembalikan polis.
JUMLAH YANG DI TANGGUNGKAN
Dia idnetik dnegan jumlah maksimal ganti rugi yang dpat diterima ganti rugi tidak mungkin tinggi dari jumlah pertanggungan.
Hal ini berupa jumlah hak/batas hak yang diterima dan ini dikaitkan dengan nilai benda atau nilai kepentingan.
Ex :      Kita mempertanggungkan jiwa dalam pertanggungan, jadi berapa nilai kepentingan yang ada.
Ada 3 hal yang mengetahui jumlah :
1.      Apakah pertanggungan itu dibawah nilai benda pertanggungan
2.      Sama dari nilai pertanggungan
3.      Diatas dari nilai pertanggungan
-     Menurut pasal 253 (1) KUHD
“Pertanggungan itu sah kalau nilai pertanggungan  itu sama dengan nilai benda pertanggungan, batasnya mengacu pada nilai benda.”
Ex :  Nilai benda 1 M dan nilai pertanggungan ½ M, maka penanggung tidak berkewajiban membayar ½  M tetapi 1 M.
-     Menurut pasal 253 (2) KUHD :
“Pertanggungan tidak penuh, maka gnti kerugian adalah maksimal senilai jumlah pertanggungan yang disepakati.”
NILAI BENDA PERTANGGUNGAN
Nilai benda pertanggungan tidak disebutkan dalam KIHD dan tidak harus disebutkan.
a.     Menurut Pasal 256 KUHD
“Mengharuskan polis untuk menyebutkan secara detail tentang nilai benda, keadaan benda yang dipertanggungkan.”
b.     Menurut pasal 273 KUHD
“ Para pihak tertanggung dan penanggung tidak menyatakan nilai b enda dalam polis.”
      Yang diatur dalam pasal 273 KUHD :
“Apabila benda pertanggungan tidak dimuat dalam polis maka nilai benda harus dibuktikan dnegan seglaa alat bukti.”
c.      Menurut pasal 274 KUHD
Nilai  benda dinyatakan dalam polis, maka si penanggung punya hak menolak/membantah nilai dalam polis dan menyimpulkan alasan-alasanya.
Pasal 273 dinamakan polis terbuka (open policy)
“Para pihak dapat mempertimbangkan kembali nilai benda disaat akan datang setelah perjanjian.”
PATOKAN PARA PIHAK DALAM MENENTUKAN NILAI BENDA
1.      Keadaan benda
2.      Tujuan benda
Makna Nilai Benda
  1. Nilai benda pada waktu dilahirkannya pertanggungan
  2. Nilai benda pada waktu terjadinya peristiwa pertanggungan
Tujuan Nilai Benda
Untuk memberikan ganti kerugian sesungguhnya jika dilihat dari tujuan pertanggungan yang dilihat dari terjadinya perisetiwa, maka kita memberikan makna nilai benda.
Contoh :
Yang seharusnya pada waktu lahir perjanjian harga nilai benda 1 M pada waktunya terjadi peristiwa ½ M.
Jadi pada waktu terjadi peristiwa dilihat pada nilai penjualan (boleh digunakan). Nilai benda dimaknai dengan terjadinya peristiwa, nilai penjualan dan nilai tukar.
PERLUNYA NILAI BENDA
Nilai benda berubah-ubah setiap saat, baik bergerak atau tidak bergerak. Maka itulah perlunya kita memaknai nilai benda.
TAKSIRAN PARA AHLI NILAI BENDA
Para pihak sepakat taksiran para ahli, maka para penangung dapat menolak, kecuali kalau penanggung merasa tertipu.
·         Dalam Pasal 275 KUHD
Para pihak penanggung dapat menolak taksiran para ahli dengan alasan tertipu.
·         Dalam praktek
Jarong diminta pendapat para ahli, tapi berdasarkan kesepakatan para pihak.
PREMI
Pengertian Premi
Adalah prestasi dari pihak tertanggung kepada penanggung sebagai akibat lahrnya perjanjan pertanggungan.
Atau :
Imbalan dari seseorang penanggung atas ditanggungnya resiko
Atau :
Beralih resiko.
Apabila Premi tidak dibayar, maka akibatnya :
1.      Tidak beralih resiko dan terjadi peristiwa seseorang penanggung tak berkewajiban membayar.
2.      Penanggung dapat memutuskan pertanggungan dan tidak ada hak dan kewajiban
3.      Pertanggungan tidak berjalan, premi secara berkala maka terjadi peristiwa, maka resiko tidak beralih.
Cara membayar Premi
1.      Pertanggungan untuk jangka waktu tertentu premi dibayar pada awal pertanggungan atau pada sat bahaya itu mulai berjalan
      Ex : Asuransi kecelakaan lalu lintas.

2.      Pertanggungan jangka waktu panjang
Ex : Asuransi jiwa
Maka premi dibayarkan secara berkala atau periodik, sesuai ketetapan para pihak, dan kalau putus pembayaran premi maka akibatnya piutang pertanggungan tidak berjalan.
Contoh :
Dibayark premi 1 Januari, 1 April dan seterusnya lupa dan kalau terjadi resiko, maka cara untuk mengatasi hal diatas, para pihak dapat mencantumkan klausula janji dalam polis. Isinya premi harus dibayar dimuka dan pada waktu premi tidak dibayar pada waktu yang ditentukan pertanggungan tidak jalan.
Jumlah Premi yang harus dibayarkan
Jumlah premi dihitung dan persentase atau menghitung dari jumlah pertanggungan.
Contoh :   Pertanggungan jwa berdasarkan usia tertanggung, dan sebagainya.
Premi berkaitan dengan beban resiko. Semua premi itu ditentukan para pihak dengan kesepakatan yang dicantumkan dalam polis.
Yang menjadi acuan premi adalah beberapa kemampuan dari seorang penanggung untuk dibayarkan membayar ganti rugi.
Komponen Premi
1.      Persentase dari jumlah pertanggungan
2.      Biaya yang dikeluarkan oleh seseorang penanggung
3.      Perantara jika punya makelar
4.      Keuntungan
5.      Dana cadangan
Hal ini merupakan asas keseimbangan (rasa keadilan)
Ada keseimbangan antara premi yang diterima dengan resiko yang ditanggung sehingga akan ada keuntungan.
Seorang tertanggung dapat meminta kembali premi
Menurut pasal 281
Seorang tertanggung dapat meminta kembali premi yang telah dibayarkannya, baik seluruhnya atau sebagian.
Premi dapat dituntut kalau Pertanggungan gugur atau batal, syaratnya :
Contoh :  Barang yang diangkut ketempat lain batal sebagian, jadi tidak semua premi dapat dituntut.
Pemi ini dinamakan premi RESTORNO, premi ini syaratnya kalau tertanggung orang yang beritikad baik.
Ex : Pasal 51
PERISTIWA TAK TENTU (EVENEMENT)
Peristiwa tak tentu yaitu peristiwa yang berkaitan dengan pertanggungan .
Ex : Pertanggungan kebakaran, jadi orang melihat dari peristiwa kebakaran.
Pengertian Evenement
a.     Peristiwa yang tidak dapat ditentukan kejadian itu atau kapan terjadi, bisa pasti terjadi yang tidak diketahui kejadian awal.
Ex : - Kebakaran
        - Kematian (pasti terjadi)
b.     Peristiwa yang tidak diharpkan terjadi artinya, peristiwa yang dikaitkan dengan pertanggungan tidak diharapkan tejadi.
Ex :  Kebakaran, orang tidak mengharapkan harta bendanya terbakar.
Kalau seseorang tahu kapan terjadi peristiwa, maka seseorang akan mau menanggung resiko. Jadi kalau tak tentu, sudah diketahui maka menurut hukum akibatnya perjanjian tertanggungan batal demi hukum (terdapat dalam pasal 251 KUHD).
Defenisi Peristiwa Tak Tentu
Suatu peristiwa menurut pengalaman manusia normal tidak dapat ditentukan terjadi meskipun sudah terjadi, tapi kapan terjdi tidak dpat ditentukan dan tidak dapat diharapkan terjadi.
Jenis-Jenis Peristiwa Yang Di Sepakati Dalam Pertanggungan
a.     Orang-orang akan menulis jenis-jenis peristiwa dalam polisi, karena peristiwa akan menimbulkan ganti kerugian dan resiko yang berada pada penanggung.
b.     Peristiwa juga dapat mengacau kepada Undang-undang
Misal :
a)     Pasal 290 KUHD (pertanggungan kebakaran)
Pasal ini menyebutkan lebih luas dengan peristiwa dari pertanggungan dengan tanpa batas atau dnegan nama lain atau apapun.
Peristiwanya.
-          Bisa dengan bom
Baik dengan sengaja ataupun tidak disengaja, termasuk apa yang diperjanjikan atau tidak. Maka semua peristiwa dijadikan acuan untuk beralihnya resiko kepada penanggung.
b)     Pasal 657 (pertanggungan laut)
Pasal ini juga menyebutkan secara lebih luas peristiwa dari pertanggungan apapun. Peristiwa yang dialami dilaut maka resiko beralih kepada penanggung atau pada umumnya peristiwa ataupun yang menimbulkan kerugian laut.
Dalam praktek orang membatasi 2 pasal ini :
Maka orang kembali kepada polis dnegna menentukan peristiwa berdasarkan para pihak. Peristiwa berkaitan dengan ganti kerugian (kompensasi) artinya tidak semua peristiwa menimbulkan resiko yang akan ditanggung oleh penanggung.
1.      Kerugian yang terjadi karena peristiwa yang dituangkan dalam polis dan apabila yang diterangkan dalam polis dan apabila tidak diterangkan dalam polis maka tidak akan ada ganti kerugian.
Ex : kebakaran karena kompor tapi tidak diterangkan dalam polis.
2.      Apakah hubungannya langsung dari peristiwa yang terjadi, artinya penyebab langsung yang menimbulkan kerugian/pristiwa yang mempunyai sebab akibat dengan pertanggungan.
Peristiwa-peristiwa yang mungkin menimbulkan kerugian.
-          Karena petir
-          Karena listrik
-          Kompor memasak
Jadi yang menjadi patokan untuk menimbulkan ganti kerugian adalah yang mempunyai hubungan langsung yaitu kompor, dan apabila kebakaran karena kompor dimasukkan dalam polis, maka penanggung berkewajiban membayar gnti kerugian.
Cara mengatasi peristiwa
1.      Menunjuk pada Undang-undang
Ex : pasal 250
2.      Seorang penanggung dan tertanggung menilai secara jelas dalam polis peristiwa yang akan dijadikan acuan.
3.      Dengan membuat janji khusus dalam bentuk Klausula All Risk (semua peristiwa) dan ditegaskan dalam polis.
Hak dan kewajiban penanggung terdapat dalam
a.     Polis
b.     Undang-undang
Pembatasan Hak
a.    Terdapat dalam pasal 249 KUHD
Membicarakan pembatasan hak penanggung yang dikaitkan atas benda pertanggungan.
b.    Pasal 276 KUHD
Pembatasan tanggung jawab atau kesalahan tertanggung bisa polis dan tidak cukup dengan Klausula All Risk.
c.    Pasal 249
Cacat benda yang berasal dari dalam diri benda itu sendiri. Artinya kerugian yang muncul dari benda itu sendiri.
Contoh :   Bangunan yang diasuransikan konstruksi bangunan tidak layak karena semen kurang
Cacat benda dari dalam
Contoh :   Makanan
Kalau rusak dari luar maka dapat dikatakan penyebab kerugian.
Cacat benda dari dalam yang dilihat dari sifat benda
Contoh :   - Kaca yang tipis/sensitif
- Hewan yang sudah mati.
Kesimpulan
- Cacat dar dlam tidak menimbulkan ganti kerugian dari penanggung.
d.    Menurut pasal 276
Kesalahan Tertanggung
Tertanggung harus berbuat meminimalkan peristiwa dan harus berhati-hati.
Cara menyampingkan pasal ini dengan cara mencantumkan dalam polis dan tidak cukum dengan Klausulas All .



3.    Sumber         : kinantiarin.wordpress.com
Judul              : Hukum Perjanjian
Penulis          : Kinan tiarin
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

  1. 4.      Saat Lahirnya Perjanjian
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu:
v  Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
v  Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.
v  Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
v  Teori penerimaan (Ontvangtheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.

  1. 5.      Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Penyebab Pembatalan Perjanjian:
v  Pekerja meninggal dunia
v  Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
v  Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
v  Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian 
  1. 6.      Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.


4.    Sumber         : hnurina.blogspot.com
Judul              : Hukum Perjanjian
Penulis          : Hnurina
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

 SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN

Menurut, azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat anatar kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Menurut ajaran yang paling tua, harus dipegang teguh tentang adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
  1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie). Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
  2. Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
  3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
  4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
 PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN

1. Batal Karena Tidak Terpenuhinya Salah Satu Syarat Sah Perjanjian.
Seperti telah dijelaskan, bahwa sahnya perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam undang-undang. Syarat-syarat tersebut terdiri dari syarat subjektif, dan syarat objektif. Tidak terpenuhinya syarat subjektif, yaitu kata sepakat dan kecakapan para pihak pembuatnya, membuat perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat objektif, yakni hal tertentu dan kausa yang halal, menyebabkan perjanjiannya batal demi hukum.
2. Pembatalan Karena Adanya Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Seseorang yang berjanji, tetapi tidak melakukan apa yang dijanjikannya, ia alpa, lalai atau ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya, maka ia dikatakan wanprestasi.
3. Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak
Pembatalan sepihak atas suatu perjanjian dapat diartikan sebagai ketidaksediaan salah satu pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian. Pada saat mana pihak yang lainnya tetap bermaksud untuk memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya dan menghendaki untuk tetap memperoleh kontra prestasi dari pihak yang lainnya itu.
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.


5.    Sumber         : rahmadhendra.staff.unri.ac.id
Judul              : Perjanjian
Penulis          : Rahmad Hendra, SH,MKN
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

HUKUM PERJANJIAN
RH

WANPRESTASI
•Wanprestasi, Ingkar janji wanprestatie default, prestasi buruk artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.

Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasan :
1. karena kesalahan debitur, sengaja atau lalai
2. keadaan memaksa (force majeure)

WANPRESTASI - LANJUTAN
Wujud wanprestasi dapat berupa :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya ;
2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan ;
3. Melakukan apa yang diperjanjikannya, tetapi terlambat ;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

WAN..
 • Debitur dikatakan wanprestasi, hrsdi penuhi dua syarat :
1. Syarat materiil: adanya kesalahan (sengaja dan lalai).
Sengaja : perbuatan yang dilakukan memang diketahui dan dikehendaki .
Lalai  : yang diketahui hanya perbuatan itu “mungkin“ menimbulkan kerugian bagi orang lain.


6.    Sumber         : indrinovy.blogspot.com
Judul              : Hukum Perjanjian
Penulis          : Indri Novy
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

HUKUM PERJANJIAN (bag 4-5)
4.    Saat Lahirnya Perjanjian

    Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
·         Kesempatan penarikan kembali penawaran;
·         Penentuan resiko;
·         Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
·         Menentukan tempat terjadinya perjanjian

          Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
          Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:

o    Teori Pernyataan (Uitings Theorie). Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
o    Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
o    Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
o    Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

5.    Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

A.    Pelaksanaan kontrak

     Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya adalah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik” .
     Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :

a.                            Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan

b.          Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.

B.     Pembatalan perjanjian

     Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji.
     Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
     Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :

o       Tidak memenuhi prestasi sama sekali
o       Terlambat memenuhi prestasi, dan
o       Memenuhi prestasi secara tidak sah.

          Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian.





7.    Sumber         : yusnikasyifa.blogspot.com
Judul              : Hukum Perjanjian
Penulis          : syifa yusnika
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a.       kesempatan penarikan kembali penawaran
b.       mementukaan resiko
c.       menghitung jangka waktu kadaluwarsa
d.      mencari atau menentukan tempat perjanjian
e.       Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
   a.       Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
   b.      Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
   c.       Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
   d.       Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

             Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena ;
a.         Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
b.        Pihak kedua mengalami kebangrutan atau tidak lagi memiliki secara finansial.
c.         Terlibat suatu hukum atau orang tersebut mempunyai masalah pada pengadilan
d.        Tidak lagi memiliki wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar