Cari Blog Ini

Selasa, 23 Desember 2014

LANDASAN HUKUM ASURANSI


2. LANDASAN HUKUM ASURASNI

1.    Sumber         : Unjalu.blogspot.com
     Judul             : Hukum asuransi 
     Penulis          : winza lucky
     Diunduh       : Rabu, 10 Desember 2014

PENDAHULUAN
A.      Istilah
Istilah Asuransi terdapat dalam bahasa :
1.   Asuransi dalam Bahasa Belanda
- Viflekering artinya pertanggungan
- Assurantie artinya asuransi
2.   Asuransi dalamBahasa Inggris
- Assurance artinya Asuransi

B.      Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD
Pertanggungan
-          Diibaratkan orang mempunyai pertalian beban / resiko dan dia tidak mampu menanggungnya sendiri maka dialihkan kepada orang lain.
-          Kalau terjadi ancaman maka orang mengalihkan resiko untuk mendapatkan ganti kerugian
-          Adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan

Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sanksi
Hukum tertulis            :           KUHD
Hukum tidak tertulis   :           Praktek sehari-hari masyarakat mengenai pertanggungan
Jadi Hukum asuransi adalah
hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sangksi yang mengatur tentang peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan

Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP
Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi.
Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHP
1.      Suatu perjanjian asuransi muncul karena adanya kata sepakat ,mungkin Sepakat benda / Syarat-syaratnya
      Sepakat :
      Para pihak sepakat mengenai benda2  Syarat-syaratnya dan apapun yang terjadi
      Jika tidak ada kata sepakat maka perjanjian asuransi batal. Pasal 251 KUHD
2.      Adanya peralihan resiko dari seorang tertanggung kepada penanggung
3.      Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung
4.      Adanya peristiwa tidak tertentu/belum pasti
5.      Adanya ganti kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas peristiwa yang terjadi
      Semakin  besar resiko yang ditanggung maka besar premi yang di bayar jadi adanya prinsip keseimbangan
Menurut pasal  1774 KUHPerdata
Perjanjian pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan (Kans Overenkoms/chance agreatment)
Misalnya :
-          Perjanjian pertaruhan / perjudian
-          Perjanjian pertanggungan
-          Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup
a.     Perjanjian pertanggungan masuk  perjanjian untung-untungan karena perjanjian ini dikaitkan pada peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan karena peristiwn belum tentu terjadi
b.     Perjanjian pertanggungan tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:
1.   Adanya premi dan ganti rugi
      Jadi adanya keseimbangan hak dan keajiban
2.   Unsur kepentingan adalah syarat mutlak
3.   Karena apabila terjadi  wanprestasi dapat diajukan kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua perjanjian itu termasuk perjanjian untung-untungan karena :
1.            Berkaitan dengan peralihan resiko
-    Dalam pertanggungan ada peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung dan orang  yang mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya keseimbangan antara premi dengan resiko
-    Sedangkan dalam pertaruhan tidak ada keseimbangan atau azas keseimbangan resiko itu tidak terlalu dipentingkan.
2.      Dalam pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian asuransi batal.
- Dalam pertaruhan tidak ada unsur kepentingan
3.            Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat ke pengadilan
Pertaruan tidak dapat digugat ke pengadilan
Isi Pasal 1774 KUHPerdata
  1. Merupakan suatu perbuatan hukum
  2. Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua pihak
  3. Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi

KESIMPULAN
Pertanggungan masuk kedalam perjanjian untung-untungan karena adanya peristiwa yang belum tentu terjadi.

C.     Sumber Hukum / Pengaturan Asuransi
Sumber Hukum Asuransi / pertanggungan terdapat dalam
1.    Hukum Tertulis
A.    KUHD
      Dalam KUHD Terbagi 2 :
1.            Aturan bersifat umum ( Bab 9 Buku I )
         Berlaku untuk semua bentuk-bentuk perjanjian asuransi baik di dalam KUHD maupun di luar KUHD
2.            Aturan bersifat khusus ( BAB 10 buku I )
         Mengatur tentang bahaya tertentu, kebakaran, bahaya yang mengancam hasil panen, pertanggungan jiwa
-                   Bab 9 Buku II  : Pertanggungan  laut
-                   Bab 10 buku II  : Pertanggungan dalam pengangkutan
            Diluar KUHD
1.  UU No. 33 / 1964
      Pertanggungan penumpang kecelakaan
2.   UU No.34 / 1964
      Pertanggungan tentang kecelakaan lalu lintas jalan
3.  UU No. 10 / 1963
      Tabungan asuransi (Taspen)
Alasan-alasan Asuransi ada di luar KUHD
1.      Bahaya yang mengancam itu pada waktu pembuatan itu belum ada
2.      Pada waktu UU itu lahir orang tidak memasukkannya karena merasa belum penting
3.      Diyakini karena masih banyak bahaya yang mengancam harta jiwa, dll

B.  KUH Perdata

2.    Hukum tidak tertulis
Praktek dalam masyarakat
OBJEK DARI PERTANGGUNGAN
Yang menjadi objek Asuransi menurut Pasal 268 KUHD : 
1.      Kepentingan
-                   kepentingan dalam arti yang dapat diintai dengan uang
-                   Semua kepentingan itu terancam dari bahaya yang mungkin belum terjadi
      Ex : Barang terancam  pencurian
-                   Semua kepentingan itu tidak dikecualikan oleh UU
2.      Menurut Pasal 250 KUHD
Kalau orang tidak punya   kepentingan pada saat dibuatnya perjanjian pertanggungan maka  orang yang menanggung tidak wajib membayar ganti rugi
Ex       :     Seseorang mempertanggunkan mobil orang lain maka seseorang tersebut tidak punya
                 Kepentingan
Maka, jika tidak ada kepentingan tidak ada kewajiban ganti rugi
Objek Asuransi ada 2
1.        Benda Pertanggungan
         Kalau yang mempertanggungkan benda itu pemilik benda itu
2.        Pokok pertanggungan
         Kalau yang mempertanggungkan itu bukanlah pemilik dari benda itu tapi dia bisa mempertanggungkan karena dia punya kepentingan.
Kalau kepentingan tidak ada maka akibatnya tidak ada ganti ruginya.
Kapankah kepentingan itu dibuat ?
Menurut Pasal 250 KUHD :
1.            Maka kepentingan ada saat perjanjian ada / diadakan
               artinya tidak ada kepentingan tidak ada perjanjian
2.            Atau pada saat terjadinya peristiwa tersebut artinya boleh saat terjadinya perjanjian tidak ada kepentingan (dalam praktek)
SUBJEK DARI PERTANGGUNGAN
1.      Menurut pasal 1313 KUHPerdata
·         Siapapun dapat menjadi subjek pertanggungan subjek hukumnya adalah pendukung hak
      dan kewajiban
-          Orang
-          Badan Hukum
   Sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagai subjek hukum
2.      Menurut pasal 264 KUHD
·         Asuransi tidak hanya dapat dibuat oleh orang yang tidak orang yang mempunyai kepentingan untuk diri sendiri / juga dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Artinya : orang lain dapat membbuat perjanjian pertanggungan untuk kepentingan orang lain        (pihak ketiga)
Subjek dari pertanggungan
1.            Pemilik benda
             Ex. Orang yang punya rumah di asuransikan
2.            Orang yang punya kepentingan terhadap benda tersebut
         Ex. Orang tidak punya benda tapi punya kepentingan.  Pemilik rumah Menggadaikan kepada pihak lain. Jadi Pihak gadai mempunyai kepentingan.

BENTUK PERJANJIAN ASURANSI
1.  Menurut Pasal 257 (1) KUHD
-          Perjanjian asuransi lahirnya pada saat terjadinya kesepakatan atau konsensus antara penanggung dan tertanggung.
-          Maka hak dan kewajiban itu munculnya sejak lahirnya perjanjian asuransi tersebut
-          Jadi menurut pasal ini perjanjian asuransi bisa lahir secara lisan dan polis tidak diperlukan.
2. Menurut pasal 265 (1) KUHD
-          Perjanjian asuransi terbuat tertulis dalam bentuk suatu akta yang disebut dengan polis
3. Menurut pasal 258(1) KUHD
-          Polis adalah satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan adanya perjanjian pertanggungan antara penanggung dan tertanggung
-          Jadi polis adalah bagian yang penting untuk menentukan hak dan kewajiban.

Kesimpulan
1.      Perjanjian asuransi tidak akan batal meskipun polis belum dibuat.
-          Belum dituliskan
            Sudah ada hak dan kewajiban tapi membuktikannya sulit
-          Perjanjian belum ditanda tangani
            Perjanjian asuransi sudah lahir tapi juga sulit membuktikannya
-          Belum diserahkan polis
            Perjanjian sudah ada tapi sulit membuktikan hak dan kewajibannya
2.      Maka cara menentukan hak dan kewajibannya adalah bentuk perjanjian asuransi harus tertulis dengan akta dan berbentuk polis
3.      Bentuk perjanjian asuransi tertulis dinamakan dengan polis

OBJEK ASURANSI
Adalah Segala kepentingan
-          Kepentingan yang dapat dinilai dengan uang
-          Kepentingan itu terancam bahaya yang belum tentu terjadi
-          Semua kepentingan itu tidak dikecualikan oleh UU
Objek Asuransi ada 2
1.       Benda
Syarat-syaratnya :
a.    Benda tersebut diancam bahaya
b.    Benda berwujud
c.    Dapat dinilai dengan uang artinya berbicara tentang harta kekayaan
d.    Benda tersebut dapat rusak dan berkurang nilainya
2.       Pokok Pertanggungan
Merupakan hak subjektif seseorang dan termasuk tidak berwujud
Syarat-syaratnya :
a.    Benda tersebut diancam biaya
b.    Dapat dinilai dengan uang
c.    Benda dapat rusak / hilang
Artinya kepentingan dalam arti sempit

Benda kepentingan melekat kepada pokok pertanggungan tapi ada kemungkinan pemilik itu / benda pertanggungan terpisah dengan pokok pertanggungan
Ex. Pemilik benda menghipotikkan benda kepada orang lain. Pemilik adalah benda pertanggungan
Orang lain adalah Pokok Pertanggungan
Apabila tidak ada kepentingan maka :
Menurut pasal 251
1.            Kepentingan itu syarat mutlak dalam pertanggungan
2.            Kalau tidak ada kepentingan maka kalau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi
         Kepentingan itu dapat dialihkan
         Berpindah mengikuti dimana benda itu dialihkan.
Menurut Pasal 263 (1)
Kecuali diperjanjikan lain, sepanjang tidak diperjanjikan maka berpindah dimana benda kepentingan itu dialihkan
Ex :  A  Menjual rumah kepada B, dan terjadi kebakaran maka si B yang berkepentingan, kecuali diperjanjikan lain . Jika berpindah rumah itu kepentingan itu tetap pada si A, maka si A lah yang menerima ganti rugi.

BENTUK PERJANJIAN ASURANSI
Perjanjian lahir karena kata sepakat (consensus)
Menurut pasal 257 (1) KUHD
Cara membuktikan kata sepakat :
1.   Dibuktikan dengan akta / bukti tertulis / dengan polis.
Kalau polis belum ada maka membuktikannya dengan cara lain.
2.   Dengan bukti tertulis lainnya, menurut pasal 258
            Ex        :           -    Dalam bentuk catatan-catatan
                  -    Dalam bentuk nota
                                    -    Dalam bentuk Fax

Menurut pasal 258 (1)
Bukti permulaan dalam bentuk nota, dll

Cara membuktikan janji-janji lainnya dalam perjanjian pertanggungan
1.      Para pihak bisa membuktikannya dengan semua alat bukti
2.      Tidak semua janji-janji bisa dibuktikan dengan alat bukti yaitu segala syarat yang diatur UU kalau dianggap batall jika tidak dibuat dengan bukti tertulis
      Ex. Janji polis

Menurut Pasal 271 KUHD (Re Asuransi)
Yang termasuk janji-janji yang harus dibuktikan :
1.      Mengenal inti dari pertanggungan (essensia)
2.      Mengenal isinya yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban
3.      Yang menjadi hak dan kewajiban
      Misal :  Peristiwa yang menjadi landasan untuk menimbulkan ganti rugi ( evenement)
      Ex  Tsunami, banjir
4.      Sifat dari kerugian akan dijelaskan dalam perjanjian
Ex . Mobil diasuransikan dihitung kerugian
5.      Mengenal premi, Premi akan menentukan besar kecilnya resiko

Kapan kepentingan itu ada :
1.    Menurut pasal 250 KUHD
      Kepentingan itu harus ada sejak lahirnya kesepakatan itu
      Maksud pasal diatas :
      seseorang yang mempertanggungkan benda tersebut maka kepentingan itu harus ditegaskan
2.    Menurut ahli (Foimar)
Perjanjian kepentingan itu harus ada pada saat terjadinya peristiwa tertentu / kepentingan tidak harus ada pada saat lahirnya perjanjian.

Jalan Keluar dari 2 pendapat diatas :
1.      Menafsirkan / menyampingkan pasal itu dengan menafsirkan pasal itu se flekxibel mungkin
      Artinya adanya penegasan dalam polis untuk mengenyampingkan pasal 250 KUHD
2.      Orang menyebutkan secara tegas kepentingan itu.
Pendapat ahli diatas yang dipakai dalam hukum Internasional di Inggris

Kapan lahirnya Perjanjian Asuransi
Menurut pasal 257
Perjanjian itu lahir setelah adanya kesepakatan dan kesepakatan lahir dari 2 kehendak yaitu penanggung dan tertanggung. Jadi kalau kesepakatan lahir maka akan menimbulkan hak dan kewajiban.

Jika terjadi peristiwa maka jelas para pihak harus memenuhi kewajiban dengan membayar premi dan akan menimbulkan ganti rugi

Cara Melahirkan kata Sepakat :
1.   Lisan
-     dengan tegas
-     dengan cara diam-diam/anggukan kepala saja
2.   Tulisan
dengan mencantumkan kata setuju pada selembar kertas

Syarat sahnya perjanjian Asuransi terdapat dalam
1.   Pasal 1320 KUHPer
Syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer
1.      Perjanjian Asuransi harus lahir karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
      Yang disepakati :       - Benda
                                          - Syarat-syaratnya
Kesepakatan ini ada kemungkinan cacat hukum ada beberapa hal yang menyebabkan cacat hukum
-          Karena paksaan
-          Karena penipuan
-          Karena kekeliruan
Perjanjian asuransi yang lahir karena cacat dalam kesepakatan dapat dibatalkan (Vermetig baar)
2.      Para pihak yang melahirkan Asuransi harus cakap menurut ketentuan hukum
      Dewasa dalam KUHPer   21 tahun
3.      Hal tertentu
-          Ada bendanya sehingga jelas kepentingan
-          Tidak adanya kepentingan maka perjanjian Asuransi tersebut batal
4.      Klausula yang halal ( sebab yang halal )
1.   Sepanjang tidak bertentangan dengan UU
2.   Sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum
3.   Sepanjang tidak bertentangan dengan kesusilaan

2.   Pasal 251 KUHD
      Syarat sahnya perjanjian menurut KUHD pasal 251 KUHD :
1.      Pembayaran premi
Tidak ada premi tidak beralih resiko artinya kewajiban ganti rugi lahir waktu premi telah dibayarkan
2.      Kewajiban memberitahukan
Segala hal mengenai pertanggungan tertanggung berkewajiban membayarkan premi.
Kalau tertanggung lalai / lupa maka apapun alasannya asuransi batal artinya perjanjian asuransi tak pernah ada dan tidak melahirkan akibat hukum.
Perjanjian 1 & 2 ( dapat dibatalkan )
Perjanjian 3,4,5,6 ( Batal demi hukum )
     
Jalan keluar mengatasi kelemahan pasal 251
1.   Berdasarkan mengenyampingkan pasal ini dengan alasan :
            -  Kebebasan berkontrak
Artinya semua orang bebas melakukan kontrak dengan orang lain, hukum mana yang harus diberlakukan dan penyampingan pasal ini harus dimuat dalam polis.
2.   Kita dapat megenyampingkan karena aturannya bersifat mengatur

Ada 2 klausula mengenyampingkan pasal 251
1.    Klausula Renunsiasi
Fisiknya adalah para pihak sepakat mengenyampingkan pasal 251 dimuat dalam proses polis kecuali hakim menyatakan bahwa pasal 251 ini harus dipakai dengan iktikad baik.
2.    Klausula sudah mengetahui
Penanggung sudah mengetahui benda / kondisi benda tersebut dan dimuat dalam polis.
Dalam praktek ini dibuat tapi tidak diperlihatkan karena mungkin saja tertanggung tidak mau mengasuransikan lagi.

JENIS-JENIS ASURANSI
I. Jenis-jenis Asuransi berdasarkanteori / dalam masyarakat :
1.    Pertanggungan kerugian (Schade Verzekering)
Pertanggungan yang bertujuan untuk mengganti kerugian artinya hal-hal yang dapat dinilai dengan uang atau pertanggungan harta kekayaan.
Contoh :
-          pertanggungan kebakaran
-          pertanggungan pengangkutan
-          pertanggungan pencurian, kemalingan
2.    Pertanggungan Jumlah ( Sommen Verzekering )
-          pertanggungan yang tidak bertujuan untuk membayar ganti rugi, Jadi bertujuan untuk memberikan sejulah uang kepada orang lain, Jadi dia tidak terletakpada harta kekayaan
Contoh :  -  pertanggungan jiwa
Cara orang menentukan jumlah pertanggungan adalah berdasarkan kepada kesepakatan para pihak dan ini sangat berkaitan dengan premi.
3.    Pertanggungan Premi (Pertanggungan Murni )
Premi itu dapat dibayarkan secara kelompok / sendiri-sendiri jadi yang murni disini adalah pertanggungan yang preminya dibayar tetanggung sendiri-sendiri, pertanggungan ini dalam praktek sangat banyak dipakai.


4.    Pertanggungan saling tanggung menanggung
-          Pertanggungan yang preminya itu sama dengan iuran dari anggota kumpulan jadi antara pembayar premi yang satu berhubungan dengan yang lain.
Bentuk yang No. 4 diatas adalah cikal bakal lahirnya pertanggungan premi
II. Jenis pertanggungan berdasarkan UU Pasal 247  KUHD:
1.   Pertanggungan kebakaran Bab 9 dan 10
2.   Pertanggungan terhadap bahaya hasil panen
3.   Pertanggungan terhadap kematian seseorang atau jiwa
4.   Asuransi bahaya dilautan
5.   Asuransi angkutan udara, laut, sungai dan perdalaman

Kewajiban Pemberitahuan
1.          Pasal 251 KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan
2.          Pasal 203
Seorang tertanggung berkewajiban mencegah timbulnya kerugian dan memberitahukan kepada penanggung
Bedanya :
a.         Kalau tidak diberitahukan tertanggung kepada penanggung maka perjanjian batal demi hukum
b.         Kalau tidak diberitahukan maka tertanggung wajib memberitahukan / memberikan ganti kerugian kepada penanggung atau biaya yang mencegah kerugian.
3.   Pasal 684 KUHD
-              Pertanggungan dilaut, kewajiban memberitahukan mara bahaya dilautan yang disampikan kepada penanggung dan apabila tidak disampaikan kepada penanggung oleh tertanggung maka tertanggung wajib membayar ganti kerugian
4.   Pasal 291
-              Bentuknya tentang, pertanggungan kebakaran dan  pasal ini tidak adanya sanksi ( pasal 655) pertanggungan dilautan

POLIS
Pengertian :
Polis adalah bukti telah lahirnya perjanjian Asuransi secara tertulis
Berkaitan dengan pasal 255
-          Perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk akta dinamakan Polis
Yang diisi dalam Polis
-          Polis memuat segala kesepakatan yang berkaitan dengan ketentuan yang sesuai dengan UU atau bersifat umum
-          Sebuah polis harus memuat isi perjanjian beberapa hal pasal 256 KUHP

A.  SYARAT-SYARAT POLIS SECARA UMUM
      Isi Polis
1.      Polis harus memuat kapankah perjanjian asuransi dibuat ex : Hari, tgl, dll
                        Ex  :  Hari, tgl, dll

                        Guna hari, tgl :
a.           Menentukan sejak kapan perjanjian itu mulai berlaku dan ini mengenai kapankah resiko itu beralih
b.           Menentukan perjanjian mana yang lebih dahulu terjadi karena perjanjian Asuransi mungkin terjadi perjanjian 1,2 dst
Jadi perjanjian I, kalau double perjanjian maka batal demi hukum (Pasal 252 KUHD)

2.      Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjanjian pertanggungan
-          Siapa penanggung
-          Siapa tertanggung
-          Apakah dia bertanggung sendiri atau untuk kepada orang lain
-          Orang yang mempertanggungkan pihak ketiga harus dimuat dalam polis. Kalau tidak disebut dalam polis untuk kepentingan pihak ketiga maka dianggap untuk kepentingan sendiri.
-          Apabila tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian  batal demi hukum
3.      Dalam Pasal 256
-          Polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan
        Ex :    -     tentang jenis bendanya
-          Ukurannya
-          Sifatnya
-          Letaknya
-          Jumlahnya
   Gunanya :   Para pihak dalam pertanggungan tidak keliru, kalau ternyata para  pihak tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi hukum
4.      Berapa jumlah / nilai  yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi yang akan dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan minimal harus sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan . Jumlah maksimum yang diterima seseorang
5.      Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan
Ex :               -     Banjir
-          Bencana alam
-          Kebakaran
            Bahaya-bahaya yang dianggap peralihan resiko tanggung jawab penanggung adalah sepanjang dicantumkan dalam polis.
6.      Kapankah bahaya itu dimulai dan berakhirnya, Ini berkaitan dengan Jangka waktu pertanggungan.
-      Orang berfikir tentang waktu 1 jam
    Misal : tanggal 12-12-2007 jam 16.00
-      Orang yang berfikir dari tempat ketempat lain
    Misal : dari gudang ke gudang
7.      Polis harus memuat Premi pertanggungan
Premi
Kontrak prestasi /imbalan baik dari seorang tertanggngkepada penanggung premi biasanya dihitung berdasarkan  persentase dari jumlah pertanggungan semakin besar premi muka peralihan resiko semakin besar.

Cara membayar Premi :
-  Ditentukan dalam polis, harus lunas dan dicicil maka kalau tidak ada premi maka resiko tidak beralih dan pertanggungan tidak jalan.
8.      Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat-syarat yang harus disepakati oleh para pihak.



B.  Ketentuan syarat-syarat khsus dalam Polis
Ex :  pertanggungan kebakaran
a.   Pasal 267
-     Syarat umum harus ditambah dengan syarat lain yaitu :
            dimana benda itu terletak Ex : terletak dipasar
            Ini ditambah dengan syarat umum No.3
b.     Pasal 304 (pertanggungan Jiwa)

JENIS-JENIS POLIS
A. Dalam praktek yang menentukan isi polis penanggung
B.  Dalam teori yang menentukan isi polis adalah  tertanggung
Akibatnya melahirkan macam-macam polis

Jenis-jenis Polis Standart
1.   Polis maskapai
  -  Polis yang ditertibkan oleh perusahaan maskapai atau perusahaan pertanggungan karena pada umumnya penanggung menentukan isi polis yang ada dalam polis maskapai dia memuat ketentuan / syarat umum khusus
2.  Polis Bursa
-      Polis yang digunakan oleh Bursa (pasar) asuransi. Makanya polis yang satu kelompok yang memuat polis seragam.
Polis Bursa terbagi 2 :
A)    Polis Amsterdam ( dianut di Indonesia )
      -- > diterbitkan oleh Bursa Amsterdam
B)      Polis Bursa Rotterdam
      -- > diterbitkan oleh Bursa Rotterdam
Indonesia menganut polis standard ditambah dengan yang dibuat diatas. Polis Amsterdam dari Rotterdan Rotterdam yang paling menonjol dalam polis diatas :
-   pertanggungan angkutan / kebakaran
3.   Polis loyet Lloyde
Dikeluarkan oleh Bursa di London anggota loyed dan boleh digunakan anggota loyed

Jika dilihat dari sifat pertanggungan maka jenis polis
1.   Polis perjalanan
      Polis yang dikaitkan dalam satu kali perjalanan / suatu pelayanan dari suatu tempat ke tempat lain.
2.   Polis waktu
      Dikaitkan dengan waktu tertentu / jangka waktu tertentu biasanya ditentukan  secara tepat dan tegas mengenai :
-          Tanggal
-          Tempat
      Ex.  Ditutup suatu polis asuransi tanggal 19 Desember 2006 jam 16.00 maka sampai 19-12-2007 jam 16.00

Klausula Dalam Polis
Aturan2 khusus yang ditentukan para pihak dalam suatu perjanjian pertanggungan/syarat2 khusus.

Klausulanya :
1.      Klausula primer Resque ( primer resiko )
      Klausula yang berisi resiko-resiko yang utama klausula ini digunakan dalam pertanggungan bahaya pencurian.
Isi primer Resave
  Pasal 253 (3) KUHD
“Seandainya tertanggung dalam pertanggungan itu sebagian resiko yang ada pada benda pertanggungan (parsial los ) ex : nilai suatu barang 1 milyar maka ia mempertanggungkan ½ milyar dan apabila terjadi peristiwa maka pertanggungan harus membayar penuh kerugian sesuai dengan jumlah nilai pertanggungan” .
Jika terjadi resiko nilainya 400 juta, tapi karena dia menggunakan primer resiko maka si Penanggung harus membayar 500 juta.
2.      Klausula All Risk
      Si penanggung menanggung semua resiko yang terjadi / tanpa batas
      Ex : Pertanggungan mobil, karena bencana alam maka penanggung harus membayar resiko penuh.
      Kecualinya : ( pasal 276 dan 249 )
      Kalau peristiwa itu bukan kesalahan dari tertanggung / cacatnya benda menjadi penanggung ( pasal 249 ).


3.      Klausula sudah mengetahui
      Isinya dimana klausula diketahui dalam pertanggungan kebakaran, artinya seorang penanggung sudah mengetahui tentang benda yang ditanggungkan, kalau terjadi peristiwa penanggung tidak boleh menghindar, tapi kalau tertanggung merahasiakan rahasia benda  maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian.
4.      Klausula Renuntiatie
Isinya adalah bahwa 51 orang penanggung tidak akan menggugat tertanggung berdasarkan :
Pasal 251 KUHD :
      “Bahwa seorang tertanggung tidak boleh merahasiakan benda pertanggungkan”.
      Maka kalau terjadi peristiwa maka penanggung tidak boleh  menghindari dari ganti kerugian.
5.      Klausula free from farticular everange (GPA ) bwerkaitan dengan ( pertanggungan laut ).
Apakah para pihak menggunakan secara khusus pertanggungan laut
Isinya : Penanggung dibebaskan dari kewajiban ganti kerugian kalau terjadi peristiwa khusus dilautan.
Ex. Barang yang diangkut diambil oleh perampok (bajak laut Pasal 709 KUHD
6.      Klausula with Porticular everange (WPE)
Isinya seorang penanggung harus membayar ganti kerugian terhadap peristiwa-peristiwa khsus yang ada di lautan

Siapakah yang melakukan pembuatan Polis
-          Dalam Praktek dibuat oleh perusahaan asuransi
Berdasarkan pasal 299 KUHD
Apa yang terjadi dlam praktek bertolak belakang , seorang tertanggung telah menyiapkan polis dan menyedorkan kepada penanggung.

-          Jadi dalam teori yang berhak tertanggung, ia membuat polis berdasarkan keinginanya.
(1)    Seorang penanggung haru smengembalikan polis kepada tertanggung dalam tempo 24 jam.
Maknanya :
-          Yang terjadi dalam praktek sangat bertolak belakang pasal 254 yang mana penanggung sangat aktif sekali dalam pertanggungan
-          Kalau penanggung tidak mengembalikan dlam waktu 24 jam maka resikonya penanggung akan diberikan ganti kerugian
-          Dalam pertanggungan, karena polis diserahkan.
-          Kalau mengacu pada pasal 257 (1), maka kalau polis belum diserahkan, kalau resiko maka penanggung wajin membrikan ganti rugi.

Dalam praktek polis dibuat oleh penanggung dan tertanggung belum smpai mempelajarinya, jadi langkah untuk memberikan waktu yang luas bagi tertanggung.
“Adanya klausula yang isinya untuk menghindari keslahpahaman, maka sebaiknya tertanggung mempelajari secara cermat/format syarat-syarat polis tersebut. Jadi sebaiknya dalam polis diberikan peringatan.

(2) Penyerahan polis melalui makelar polis diserahkan 8 hari. UU menyatakan demikian 18 hari karena makelar harus mempunyai waktu untuk menghubungkan penanggung dengan tertanggung, kalau hal ini tidak dipenuhi maka kalau terjadi peristiwa maka makelar harus membayar ganti kerugian.

Penyerahan polis dapat dikesmpingkan dengan cara menetapkan kapankah penanggung/makelar mengembalikan polis.

JUMLAH YANG DI TANGGUNGKAN
Dia idnetik dnegan jumlah maksimal ganti rugi yang dpat diterima ganti rugi tidak mungkin tinggi dari jumlah pertanggungan.

Hal ini berupa jumlah hak/batas hak yang diterima dan ini dikaitkan dengan nilai benda atau nilai kepentingan.
Ex :      Kita mempertanggungkan jiwa dalam pertanggungan, jadi berapa nilai kepentingan yang ada.

Ada 3 hal yang mengetahui jumlah :
1.      Apakah pertanggungan itu dibawah nilai benda pertanggungan
2.      Sama dari nilai pertanggungan
3.      Diatas dari nilai pertanggungan

-     Menurut pasal 253 (1) KUHD
“Pertanggungan itu sah kalau nilai pertanggungan  itu sama dengan nilai benda pertanggungan, batasnya mengacu pada nilai benda.”
Ex :  Nilai benda 1 M dan nilai pertanggungan ½ M, maka penanggung tidak berkewajiban membayar ½  M tetapi 1 M.

-     Menurut pasal 253 (2) KUHD :
“Pertanggungan tidak penuh, maka gnti kerugian adalah maksimal senilai jumlah pertanggungan yang disepakati.”

NILAI BENDA PERTANGGUNGAN
Nilai benda pertanggungan tidak disebutkan dalam KIHD dan tidak harus disebutkan.
a.     Menurut Pasal 256 KUHD
“Mengharuskan polis untuk menyebutkan secara detail tentang nilai benda, keadaan benda yang dipertanggungkan.”

b.     Menurut pasal 273 KUHD
“ Para pihak tertanggung dan penanggung tidak menyatakan nilai b enda dalam polis.”
      Yang diatur dalam pasal 273 KUHD :
“Apabila benda pertanggungan tidak dimuat dalam polis maka nilai benda harus dibuktikan dnegan seglaa alat bukti.”

c.      Menurut pasal 274 KUHD
Nilai  benda dinyatakan dalam polis, maka si penanggung punya hak menolak/membantah nilai dalam polis dan menyimpulkan alasan-alasanya.

Pasal 273 dinamakan polis terbuka (open policy)
“Para pihak dapat mempertimbangkan kembali nilai benda disaat akan datang setelah perjanjian.”

PATOKAN PARA PIHAK DALAM MENENTUKAN NILAI BENDA
1.      Keadaan benda
2.      Tujuan benda

Makna Nilai Benda
  1. Nilai benda pada waktu dilahirkannya pertanggungan
  2. Nilai benda pada waktu terjadinya peristiwa pertanggungan
Tujuan Nilai Benda
Untuk memberikan ganti kerugian sesungguhnya jika dilihat dari tujuan pertanggungan yang dilihat dari terjadinya perisetiwa, maka kita memberikan makna nilai benda.
Contoh :
Yang seharusnya pada waktu lahir perjanjian harga nilai benda 1 M pada waktunya terjadi peristiwa ½ M.
Jadi pada waktu terjadi peristiwa dilihat pada nilai penjualan (boleh digunakan). Nilai benda dimaknai dengan terjadinya peristiwa, nilai penjualan dan nilai tukar.

PERLUNYA NILAI BENDA
Nilai benda berubah-ubah setiap saat, baik bergerak atau tidak bergerak. Maka itulah perlunya kita memaknai nilai benda.

TAKSIRAN PARA AHLI NILAI BENDA
Para pihak sepakat taksiran para ahli, maka para penangung dapat menolak, kecuali kalau penanggung merasa tertipu.
·         Dalam Pasal 275 KUHD
Para pihak penanggung dapat menolak taksiran para ahli dengan alasan tertipu.

·         Dalam praktek
Jarong diminta pendapat para ahli, tapi berdasarkan kesepakatan para pihak.

PREMI
Pengertian Premi
Adalah prestasi dari pihak tertanggung kepada penanggung sebagai akibat lahrnya perjanjan pertanggungan.
Atau :
Imbalan dari seseorang penanggung atas ditanggungnya resiko
Atau :
Beralih resiko.

Apabila Premi tidak dibayar, maka akibatnya :
1.      Tidak beralih resiko dan terjadi peristiwa seseorang penanggung tak berkewajiban membayar.
2.      Penanggung dapat memutuskan pertanggungan dan tidak ada hak dan kewajiban
3.      Pertanggungan tidak berjalan, premi secara berkala maka terjadi peristiwa, maka resiko tidak beralih.

Cara membayar Premi
1.      Pertanggungan untuk jangka waktu tertentu premi dibayar pada awal pertanggungan atau pada sat bahaya itu mulai berjalan
      Ex : Asuransi kecelakaan lalu lintas.

2.      Pertanggungan jangka waktu panjang
Ex : Asuransi jiwa
Maka premi dibayarkan secara berkala atau periodik, sesuai ketetapan para pihak, dan kalau putus pembayaran premi maka akibatnya piutang pertanggungan tidak berjalan.

Contoh :
Dibayark premi 1 Januari, 1 April dan seterusnya lupa dan kalau terjadi resiko, maka cara untuk mengatasi hal diatas, para pihak dapat mencantumkan klausula janji dalam polis. Isinya premi harus dibayar dimuka dan pada waktu premi tidak dibayar pada waktu yang ditentukan pertanggungan tidak jalan.

Jumlah Premi yang harus dibayarkan
Jumlah premi dihitung dan persentase atau menghitung dari jumlah pertanggungan.
Contoh :   Pertanggungan jwa berdasarkan usia tertanggung, dan sebagainya.
Premi berkaitan dengan beban resiko. Semua premi itu ditentukan para pihak dengan kesepakatan yang dicantumkan dalam polis.

Yang menjadi acuan premi adalah beberapa kemampuan dari seorang penanggung untuk dibayarkan membayar ganti rugi.

Komponen Premi
1.      Persentase dari jumlah pertanggungan
2.      Biaya yang dikeluarkan oleh seseorang penanggung
3.      Perantara jika punya makelar
4.      Keuntungan
5.      Dana cadangan
Hal ini merupakan asas keseimbangan (rasa keadilan)
Ada keseimbangan antara premi yang diterima dengan resiko yang ditanggung sehingga akan ada keuntungan.

Seorang tertanggung dapat meminta kembali premi
Menurut pasal 281
Seorang tertanggung dapat meminta kembali premi yang telah dibayarkannya, baik seluruhnya atau sebagian.

Premi dapat dituntut kalau Pertanggungan gugur atau batal, syaratnya :
Contoh :  Barang yang diangkut ketempat lain batal sebagian, jadi tidak semua premi dapat dituntut.

Pemi ini dinamakan premi RESTORNO, premi ini syaratnya kalau tertanggung orang yang beritikad baik.
Ex : Pasal 51

PERISTIWA TAK TENTU (EVENEMENT)
Peristiwa tak tentu yaitu peristiwa yang berkaitan dengan pertanggungan .
Ex : Pertanggungan kebakaran, jadi orang melihat dari peristiwa kebakaran.

Pengertian Evenement
a.     Peristiwa yang tidak dapat ditentukan kejadian itu atau kapan terjadi, bisa pasti terjadi yang tidak diketahui kejadian awal.
Ex : - Kebakaran
        - Kematian (pasti terjadi)
b.     Peristiwa yang tidak diharpkan terjadi artinya, peristiwa yang dikaitkan dengan pertanggungan tidak diharapkan tejadi.
Ex :  Kebakaran, orang tidak mengharapkan harta bendanya terbakar.

Kalau seseorang tahu kapan terjadi peristiwa, maka seseorang akan mau menanggung resiko. Jadi kalau tak tentu, sudah diketahui maka menurut hukum akibatnya perjanjian tertanggungan batal demi hukum (terdapat dalam pasal 251 KUHD).

Defenisi Peristiwa Tak Tentu
Suatu peristiwa menurut pengalaman manusia normal tidak dapat ditentukan terjadi meskipun sudah terjadi, tapi kapan terjdi tidak dpat ditentukan dan tidak dapat diharapkan terjadi.

Jenis-Jenis Peristiwa Yang Di Sepakati Dalam Pertanggungan
a.     Orang-orang akan menulis jenis-jenis peristiwa dalam polisi, karena peristiwa akan menimbulkan ganti kerugian dan resiko yang berada pada penanggung.
b.     Peristiwa juga dapat mengacau kepada Undang-undang
Misal :
a)     Pasal 290 KUHD (pertanggungan kebakaran)
Pasal ini menyebutkan lebih luas dengan peristiwa dari pertanggungan dengan tanpa batas atau dnegan nama lain atau apapun.
Peristiwanya.
-          Bisa dengan bom
Baik dengan sengaja ataupun tidak disengaja, termasuk apa yang diperjanjikan atau tidak. Maka semua peristiwa dijadikan acuan untuk beralihnya resiko kepada penanggung.
b)     Pasal 657 (pertanggungan laut)
Pasal ini juga menyebutkan secara lebih luas peristiwa dari pertanggungan apapun. Peristiwa yang dialami dilaut maka resiko beralih kepada penanggung atau pada umumnya peristiwa ataupun yang menimbulkan kerugian laut.

Dalam praktek orang membatasi 2 pasal ini :
Maka orang kembali kepada polis dnegna menentukan peristiwa berdasarkan para pihak. Peristiwa berkaitan dengan ganti kerugian (kompensasi) artinya tidak semua peristiwa menimbulkan resiko yang akan ditanggung oleh penanggung.
1.      Kerugian yang terjadi karena peristiwa yang dituangkan dalam polis dan apabila yang diterangkan dalam polis dan apabila tidak diterangkan dalam polis maka tidak akan ada ganti kerugian.
Ex : kebakaran karena kompor tapi tidak diterangkan dalam polis.

2.      Apakah hubungannya langsung dari peristiwa yang terjadi, artinya penyebab langsung yang menimbulkan kerugian/pristiwa yang mempunyai sebab akibat dengan pertanggungan.

Peristiwa-peristiwa yang mungkin menimbulkan kerugian.
-          Karena petir
-          Karena listrik
-          Kompor memasak
Jadi yang menjadi patokan untuk menimbulkan ganti kerugian adalah yang mempunyai hubungan langsung yaitu kompor, dan apabila kebakaran karena kompor dimasukkan dalam polis, maka penanggung berkewajiban membayar gnti kerugian.

Cara mengatasi peristiwa
1.      Menunjuk pada Undang-undang
Ex : pasal 250
2.      Seorang penanggung dan tertanggung menilai secara jelas dalam polis peristiwa yang akan dijadikan acuan.
3.      Dengan membuat janji khusus dalam bentuk Klausula All Risk (semua peristiwa) dan ditegaskan dalam polis.

Hak dan kewajiban penanggung terdapat dalam
a.     Polis
b.     Undang-undang


Pembatasan Hak
a.    Terdapat dalam pasal 249 KUHD
Membicarakan pembatasan hak penanggung yang dikaitkan atas benda pertanggungan.
b.    Pasal 276 KUHD
Pembatasan tanggung jawab atau kesalahan tertanggung bisa polis dan tidak cukup dengan Klausula All Risk.
c.    Pasal 249
Cacat benda yang berasal dari dalam diri benda itu sendiri. Artinya kerugian yang muncul dari benda itu sendiri.
Contoh :   Bangunan yang diasuransikan konstruksi bangunan tidak layak karena semen kurang
Cacat benda dari dalam
Contoh :   Makanan
Kalau rusak dari luar maka dapat dikatakan penyebab kerugian.
Cacat benda dari dalam yang dilihat dari sifat benda
Contoh :   - Kaca yang tipis/sensitif
- Hewan yang sudah mati.
Kesimpulan
- Cacat dar dlam tidak menimbulkan ganti kerugian dari penanggung.
d.    Menurut pasal 276
Kesalahan Tertanggung
Tertanggung harus berbuat meminimalkan peristiwa dan harus berhati-hati.
Cara menyampingkan pasal ini dengan cara mencantumkan dalam polis dan tidak cukum dengan Klausulas All .Risk


















2.    Sumber         : legalbanking.wordpress.com
                        Judul              : Dasar-dassar Hukum asuransi
                        Penulis          : legalbanking
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

A.      DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1.    Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2.    Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3.    Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
4.    Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
5.    Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1.    Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2.    Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3.    Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4.    Tujuan yang ingin dicapai;
5.    Resiko dan premi;
6.    Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
7.    Syarat-syarat yang berlaku;
8.    Polis asuransi.
1.    B. TUJUAN ASURANSI
1.    a. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
1.    b. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.
1.    C. BERLAKUNYA ASURANSI
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
D.                POLIS  ASURANSI
1.    1. Fungsi Polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).
1.    2. Isi Polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b.  Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan:
1.    Letak barang tetap serta batas-batasnya;
2.    Pemakaiannya;
3.    Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
4.    Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5.    Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1.    Bencana yang ditutup;
2.    Yang ditutup;
3.    Kerugian yang ditutup;
4.    Orang-orang yang ditutup;
5.    Lokasi-lokasi yang ditutup;
6.    Jangka waktu yang ditutup;
7.    Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
1.    3. Jenis Klausula Asuransi
Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
a.   Klausula Premier Risque
Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
b.   Klausula All Risk
Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
1.    Klausula Total Loss Only (TLO)
Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya  menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
1.    d. Klausula Sudah Diketahui (All Seen)
Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.
1.    e. Klausula Renunsiasi (Renunciation)
Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
1.    Klausula Free Particular Average (FPA)
Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.
1.    g. Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.
Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.
Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian tersebut.
1.    4. Hal yang harus diperhatikan:
Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis).
Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.
E.        JENIS ASURANSI
Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
a. Asuransi Kebakaran;
b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;
c. Asuransi laut;
d. Asuransi Pengangkutan;
e.  Asuransi Kredit.
2. Asuransi Jiwa terdiri dari
a.  Asuransi Kecelakaan;
b.  Asuransi Kesehatan;
c.  Asuransi Jiwa Kredit.
1.    F. BATALNYA ASURANSI
Suatu   pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
1.    Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);
2.    Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD);
3.    memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD);
4.    Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD);
5.    Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
G.                SANKSI
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat dikenakan sanksi berupa:
1.    Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan pada tertanggung); dan
2.    Sanksi Pidana.
1.    1. Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
1.    Perizinan usaha;
2.    Kesehatan keuangan;
3.    Penyelenggaraan usaha;
4.    Penyampaian laporan;
5.    Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
1.    Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
2.    Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
1.    2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
1.    a. Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
1.    b. Terhadap pelaku pembantu
Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
1.    c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).



3.    Sumber         : tokiomarinetanjungpinang.blogspot.com
                        Penulis          : achmad sobirin
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

Hukum Asuransi penting diketahui oleh para nasabah asuransi di Indonesia. Apalagi semakin tingginya permintaan akan berbagai produk asuransi dan perusahaan asuransi yang merambah di pasar domestik Indonesia. Tentu tidak seorangpun ingin merasa dirugikan ntah oleh karena tidak adanya pengetahuan atau hal-hal lain, maka setiap orang diharapkan mengertiHukum Asuransi Indonesia.
Pasal 246 KUHD memberikan definisi asuransi yakni sebagai berikut: Asuransi adalah Perjanjian Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992, 11 Pebruari 1992 pun memberikan definisi asuransi yakni sebagai berikut: Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Undang-undang ini pun dikenal sebagai UU Asuransi.
Namun, perlu digarisbawahi juga bahwa asuransi tetapi memiliki untung-rugi sebagaimana yang disebut di 1774 KUH Perdata bahwa asuransi adalah sebuah perjanjian yang bersifat untung-untungan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Asuransi harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
1. Penanggung dan tertanggung, atau disebut juga sebagai Subjek Hukum.
2. Persetujuan antara si penanggung dan tertanggung.
3. Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung.
4. Tujuan.
5. Premi dan resiko.
6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi.
7. Syarat-syarat.
8. Polis asuransi.
Landasan Hukum Asuransi pun terdapat di berbagai undang-undang, keputusan Menteri Keuangan atau peraturan pemerintah, yakni sebagai berikut. Landasan Hukum ini menjamin para pengguna dan perusahaan asuransi agar tidak terjadi pelanggaran hak dan kewajiban. Jika dilanggar maka akan ada sanksi yang diterima.
1. Usaha Perasuransian yang terdapat di Undang Undang No. 2 Tahun 1992.
2. Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992.
3. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 yang berisikan tentang perubahan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992.
4. KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5. KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
6. KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.

Berikut beberapa poin Hukum Asuransi yang meliputi beberapa hal berikut ini:
Prinsip Dasar Asuransi
Ada 6 prinsip dasar asuransi yang melandasi hukum Asuransi yang perlu diketahui oleh para pengguna asuransi ataupun perusahaan penyedia asuransi:
1. Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari hubungan keuangan dan diakui oleh hukum.
2. Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan yang harus diungkapkan secara detil dan lengkap. Oleh karena itu, kedua belah pihak harus jujur mengenai objek yang dipertanggungkan.
3. Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang menyebabkan kerugian tentu tanpa adanya intervensi yang menyebabkan kerugian tersebut.
4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi finansial si tertanggung ke semula sebelum terjadi kerugian.
5. Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si penanggung, atau sering disebut sebagai 'klaim'.
6. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya untuk kerja sama.
Hukum Asuransi tentang Premi dan Polis
Dalam Hukum Asuransi dikenal kata premi dan polis, yakni dimana premi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh si penanggung sebagai imbalan jasa si penanggung. Sementara, polis adalah akta atau perjanjian antara si penanggung dan tertanggung.
Hukum Asuransi tentang Resiko dan Evenement
Dalam hukum Asuransi dikenal istilah resiko dan evenement yang adalah peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia yang bisa terjadi secara tidak terduga dan hasilnya kerugian. Oleh karena itu, perusahaan Asuransi menggunakan ilmu aktuaria yang berdasarkan pada statistik dan probabilitas, namun harus berlandaskan pada Hukum Asuransi.



4.    Sumber         : www.akademiasuransi.org
Judul              : Dasar Hukum Asuransi Indonesia
                        Penulis          : Dr. A. JUNAEDY GANIE, SE, MH ANZIIF (Snr. Assoc.),
                                            AAIK (HC), CIP, ChFC, CLU
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

PERANAN HUKUM ASURANSI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT

Sejarah hukum asuransi di Indonesia
Sistem hukum Indonesia berasal dari Hukum Perdata yang dibawa oleh pemerintah kerajaan Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum Perdata tersebut dapat ditelusuri akarnya ke Hukum Perdata  Perancis  sampai ke Hukum Romawi.  Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakar dari Kodifikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de Commerce) pada permulaan abad kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar Napoleon di Perancis. Pada waktu itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat pasal-pasal mengenai asuransi laut sampai diundangkannya rancangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 yang memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga dianut untuk Hindia Belanda dahulu yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia [1]).

Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]).  Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Selanjutnya, seiring dengan dominasi Inggris sebagai asal muasal asuransi modern dan negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon tertentu dalam perkembangan industri asuransi secara internasional, terutama dalam penyediaan kapasitas reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan asuransi, perkembangan asuransi secara internasional, termasuk di Indonesia, sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon tersebut.
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Kepres) berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian, selanjutnya, UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian akan disebut UU Bisnis Asuransi.
UU Bisnis Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis dengan membuat aturan mengenai perizinan, pengelolaaan dan peranan pemeritah dalam pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian, Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 UU Bisnis Asuransi, Undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf  (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan UU Bisnis Asuransi diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (selanjutnya disebut PP Nomor 73 Tahun1992). Sebagaimana  dicantumkan  dalam  Pasal 46 PP Nomor 73 Tahun 1992 tersebut, dengan  ditetapkannya  Peraturan  Pemerintah  ini,  KepPres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha Di Bidang Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1999, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (selanjutnya disebut PP Nomor 63 Tahun 1999) tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan  PP Nomor 73 Tahun 1992. Perubahan kedua diberlakukan melalui PP Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan Pemerintah tersebut di atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya disebut Kepmen) dan PerMen Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan berbagai keputusan di bawahnya yang semuanya menjadi peraturan pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan bisnis asuransi Indonesia.



5.    Sumber         : manajemen-pembiiyaankesehatan.net
Judul              : Dasar Hukum Asuransi
                        Penulis          :
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

ASURANSI
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan atau transfer resiko dari satu pihak kepada pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi.
Berikut ini akan saya jabarkan pengertian asuransi:
Menurut KUHD pasal 246 disebutkan bahwa “asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirikepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”
Menurut Prof. Mehr dan Cammack “Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
Menurut Prof. Mark R. Green “Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu”.
Menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: ”Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”
”Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan  mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial” Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan : Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat atau kapan terjadinya. Dimana si tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang biasa disebut sebagai “premi”.
Pada saat seseorang mengalihkan resikonya kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung, maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah semua resiko dapat diasuransikan? Tidak semua resiko dapat diasuransikan. Resiko yang dapat diasuransikan adalah :
1.     
1.    Resiko yang dapat diukur dengan uang
2.    Resiko homogen (risiko yang sama dan cukup banyak dijamin oleh asuransi)
3.    Resiko murni (risiko ini tidak mendatangkan keuntungan)
4.    Resiko partikular (risiko dari sumber individu)
5.    Resiko yang terjadi secara tiba-tiba (accidental) bukan karena direncanankan, tetapi  murni karena misalnya meninggal karena kecelakaan
6.    Insurable interest artinya tertanggung memiliki kepentingan atas obyek pertanggungan



6.    Sumber         : angelinasinaga.wordpress.com
Judul              : Pengantar Hukum Asuransi
                        Penulis          : Sere Intan Angelina sinaga
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

1. PENGERTIAN
Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan kembali.
Pengertian Berdasarkan Undang-Undang:
• Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
• Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1 P.M. Tambunan, Aspek Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Departemen Kehakiman, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 21-23 Maret l989, hal.
• KUHP pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meneriam suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu yang tak tertentu.
Pengertian Menurut Para Ahli:
• Prof. Mehr dan Cammack
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
• C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins
ü mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
”Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
ü ”Asuransi adalah suatu persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial”
• Khoiril Anwar
Asuransi adalah salah satu cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asurandi akan membantu untuk mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis bisa diperkecil
• Mamat Ruhimat
Asuransi adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertangging dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
• Eddy Suryanto Soegoto
Asuransi adalah pengelolaan kerugian melalui transfer risiko tersebut kepada perusahaan asuransi, yang setuju untuk mengganti kerugian tertanggung atas kerugian tersebut, untuk memberikan manfaat berupa uang lain pada suatu kejadian, atau untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan resiko.
2. DASAR HUKUM
a. Dasar Hukum Asuransi
Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata ) dan Code de Commerce ( Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun di luar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
“Sifat berlaku secara umum ini saya simpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan , maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru. Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
ü bagaimana dengan peristiwa yang diperjanjikan?
ü sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
ü apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
ü adakah kesalahan tertanggung ?
ü hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung



7.    Sumber         : scribd.com
Judul              : Aspek Hukum Asuransi di Indonesia
                        Penulis          : Abdul Mubarok, S H,M.H,MARS
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang tertuang dalam kodifikasi Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang Undang Hukum Dagang). Dalam WvK/KUHD diatur tentang Asuransi Komersial. Lebih lanjut tentang Usaha Perasuransian diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11 Pebruari 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13. Kini, seiring dengan perkembangan zaman, yaitu :
1) Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 menyatakan : “...selain pengelompokan jenis usaha, usaha asuransi dapat pula dibagi  berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial  dan yang bersifat komersial...”
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor /MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3), hasil amandemen kedua 18 Agustus 2000, yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas
 jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”; dan
4) Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat 11 Agustus 2002, yang menyatakan : “Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”; maka dI Indonesia selain asuransi Komersial, dikenal juga dengan Asuransi Sosial/Jaminan Sosial. Dengan demikian prinsip-prinsip hukum asuransi komersial (Lex generalis) juga berlaku bagi asuransi sosial (lex specialis), sepanjang tidak diatur lain oleh peraturan di lingkungan asuransi sosial/jaminan sosial.
1.ASPEK HUKUM ASURANSI KOMERSIAL
1) Asuransi komersial diatur dalam :
(1) Burgerlijk Wetboek /Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Staatsblad  Tahun 1847 Nomor 23);
(2) Wetboek Van Koophandel/Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Staatsblad  Tahun 1847 Nomor 23, sebagaimana telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 1971 Tentang Perubahan Dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971  Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 2959);
(3) Undang Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian; 
(4) Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
(5) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 yang berisikan tentang perubahan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
(6) KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
(7) KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;
(8) KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian; 2)
 Pengertian Asuransi Pasal 246 KUHD /WvK,  Asuransi adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan  penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenement 
 (peristiwa tidak  pasti). UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian
 (UU Asuransi), 11 Pebruari 1992, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana  pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu  peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata
, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Pasal 1774 KUH Perdata Suatu persetujuan untung–untungan (kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara  pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Jadi asuransi adalah sebuah perjanjian yang bersifat untung-untungan.
 3) Unsur Asuransi
Asuransi harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
1. Penanggung dan tertanggung, atau disebut juga sebagai Subjek Hukum.
 2. Persetujuan antara si penanggung dan tertanggung,
 3. Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung,
 4. Tujuan,
5. Premi dan r esiko,
6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi,
 7. Syarat-syarat,
 8. Polis asuransi.
 4) Tujuan Asuransi
 a. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada  penanggung.  b. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total
(total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh diderita.
 5) Berlakunya Asuransi
 Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi
 walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note)
 dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan  polis asuransi (
Pasal 255 KUHD/WvK ).



8.    Sumber         : fh.unas.ac.id
Judul              : Mengenal Hukum Asuransi di Indonesia
                        Penulis          : Mustari Soleman
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

Landasan Hukum
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.



9.    Sumber         : slidemateri.wordpress.com
                        Penulis          :
Diunduh        : Senin, 15 Desember 2014

DASAR HUKUM
  • Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan (Q.s al-Hasyr:18)
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan”
  • Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad bersabda: “baarangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. Akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat.”
            Dalam hukum positif yang menjadi dasar hukum dalam asuransi syariah adalah UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang masih bersifat global. Sedangkan, dalam menjalankan usahanya secara syariah, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah menggunakan pedoman fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum  asuransi syariah. oleh karena fatwa DSN tersebut tidak memiliki kekuatan hukum maka dibentauk peraturan perundangan oleh pemerintah yang berkaitan dengan asuransi syariah.

1 komentar:

  1. Terima kasih terlebih dahulu atas kesempatan yang diberi untuk mendapat pencerahan tetang kejahatan perusahaan Asuransi yang menerbitkan polis dan kwitansi palsu tanda tangan diatas materai. Dan doble cover untuk asets gedung. Yang mana kita ketahui bahwa hanya jiwa saja yang boleh doble cover. Terima kasih atas pencerahan dan solusinya.

    BalasHapus