2. LANDASAN HUKUM ASURASNI
1.
Sumber :
Unjalu.blogspot.com
Judul :
Hukum asuransi
Penulis : winza lucky
Penulis : winza lucky
Diunduh : Rabu, 10 Desember 2014
PENDAHULUAN
A.
Istilah
Istilah Asuransi terdapat dalam
bahasa :
1.
Asuransi dalam Bahasa Belanda
- Viflekering artinya
pertanggungan
- Assurantie artinya asuransi
2.
Asuransi dalamBahasa Inggris
- Assurance artinya Asuransi
B.
Pengertian Asuransi
Pengertian
asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD
Pertanggungan
-
Diibaratkan orang mempunyai pertalian beban / resiko dan dia tidak mampu
menanggungnya sendiri maka dialihkan kepada orang lain.
-
Kalau terjadi ancaman maka orang mengalihkan resiko untuk mendapatkan ganti
kerugian
-
Adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan
Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat
dan mempunyai sanksi
Hukum tertulis
:
KUHD
Hukum tidak tertulis :
Praktek sehari-hari
masyarakat mengenai pertanggungan
Jadi
Hukum asuransi adalah
hukum atau sekumpulan peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sangksi yang mengatur
tentang peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan
adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan
Hukum
Asuransi menurut Pasal 246 KUHP
Merupakan perjanjian antara
penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima premi dengan
kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi.
Unsur-unsur
Asuransi Pasal 246 KUHP
1.
Suatu perjanjian asuransi muncul karena adanya kata sepakat ,mungkin Sepakat
benda / Syarat-syaratnya
Sepakat :
Para pihak sepakat mengenai benda2 Syarat-syaratnya dan apapun yang
terjadi
Jika tidak ada kata sepakat maka perjanjian asuransi batal. Pasal 251 KUHD
2.
Adanya peralihan resiko dari seorang tertanggung kepada penanggung
3.
Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung
4.
Adanya peristiwa tidak tertentu/belum pasti
5.
Adanya ganti kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas
peristiwa yang terjadi
Semakin besar resiko yang ditanggung maka besar premi yang di bayar jadi
adanya prinsip keseimbangan
Menurut
pasal 1774 KUHPerdata
Perjanjian pertanggungan termasuk
kepada perjanjian untung-untungan (Kans Overenkoms/chance agreatment)
Misalnya :
-
Perjanjian pertaruhan / perjudian
-
Perjanjian pertanggungan
-
Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup
a.
Perjanjian pertanggungan masuk perjanjian untung-untungan karena
perjanjian ini dikaitkan pada peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan
termasuk kepada perjanjian untung-untungan karena peristiwn belum tentu terjadi
b.
Perjanjian pertanggungan tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:
1. Adanya premi dan ganti
rugi
Jadi
adanya keseimbangan hak dan keajiban
2. Unsur kepentingan
adalah syarat mutlak
3. Karena apabila
terjadi wanprestasi dapat diajukan kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua
perjanjian itu termasuk perjanjian untung-untungan karena :
1.
Berkaitan dengan peralihan resiko
- Dalam
pertanggungan ada peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung dan
orang yang mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya keseimbangan
antara premi dengan resiko
- Sedangkan
dalam pertaruhan tidak ada keseimbangan atau azas keseimbangan resiko itu tidak
terlalu dipentingkan.
2.
Dalam pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur
kepentingan maka perjanjian asuransi batal.
- Dalam pertaruhan tidak ada
unsur kepentingan
3.
Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat ke
pengadilan
Pertaruan tidak dapat digugat ke
pengadilan
Isi Pasal 1774 KUHPerdata
- Merupakan suatu perbuatan hukum
- Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua pihak
- Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi
KESIMPULAN
Pertanggungan masuk kedalam
perjanjian untung-untungan karena adanya peristiwa yang belum tentu terjadi.
C.
Sumber Hukum / Pengaturan Asuransi
Sumber
Hukum Asuransi / pertanggungan terdapat dalam
1.
Hukum Tertulis
A.
KUHD
Dalam KUHD Terbagi 2 :
1.
Aturan bersifat umum ( Bab 9 Buku I )
Berlaku untuk semua bentuk-bentuk perjanjian asuransi baik di dalam KUHD maupun
di luar KUHD
2.
Aturan bersifat khusus ( BAB 10 buku I )
Mengatur tentang bahaya tertentu, kebakaran, bahaya yang mengancam hasil panen,
pertanggungan jiwa
-
Bab 9 Buku II : Pertanggungan
laut
-
Bab 10 buku II :
Pertanggungan dalam pengangkutan
Diluar KUHD
1. UU No. 33 / 1964
Pertanggungan penumpang kecelakaan
2. UU No.34 / 1964
Pertanggungan tentang kecelakaan lalu lintas jalan
3. UU No. 10 / 1963
Tabungan asuransi (Taspen)
Alasan-alasan
Asuransi ada di luar KUHD
1.
Bahaya yang mengancam itu pada waktu pembuatan itu belum ada
2.
Pada waktu UU itu lahir orang tidak memasukkannya karena merasa belum penting
3.
Diyakini karena masih banyak bahaya yang mengancam harta jiwa, dll
B.
KUH Perdata
2.
Hukum tidak tertulis
Praktek dalam masyarakat
OBJEK
DARI PERTANGGUNGAN
Yang menjadi objek Asuransi
menurut Pasal 268 KUHD :
1.
Kepentingan
-
kepentingan dalam arti yang
dapat diintai dengan uang
-
Semua kepentingan itu terancam
dari bahaya yang mungkin belum terjadi
Ex
: Barang terancam pencurian
-
Semua kepentingan itu tidak
dikecualikan oleh UU
2.
Menurut Pasal 250 KUHD
Kalau orang tidak
punya kepentingan pada saat dibuatnya perjanjian pertanggungan
maka orang yang menanggung tidak wajib membayar ganti rugi
Ex
: Seseorang mempertanggunkan mobil orang lain maka
seseorang tersebut tidak punya
Kepentingan
Maka, jika tidak ada kepentingan
tidak ada kewajiban ganti rugi
Objek
Asuransi ada 2
1.
Benda Pertanggungan
Kalau yang mempertanggungkan benda itu pemilik benda itu
2.
Pokok pertanggungan
Kalau yang mempertanggungkan itu bukanlah pemilik dari benda itu tapi dia bisa
mempertanggungkan karena dia punya kepentingan.
Kalau kepentingan tidak ada maka
akibatnya tidak ada ganti ruginya.
Kapankah
kepentingan itu dibuat ?
Menurut
Pasal 250 KUHD :
1.
Maka kepentingan ada saat perjanjian ada / diadakan
artinya tidak ada kepentingan tidak ada perjanjian
2.
Atau pada saat terjadinya peristiwa tersebut artinya boleh saat terjadinya
perjanjian tidak ada kepentingan (dalam praktek)
SUBJEK
DARI PERTANGGUNGAN
1. Menurut pasal 1313 KUHPerdata
·
Siapapun dapat menjadi subjek pertanggungan subjek hukumnya adalah pendukung
hak
dan
kewajiban
-
Orang
-
Badan Hukum
Sepanjang memenuhi
syarat-syarat sebagai subjek hukum
2. Menurut pasal 264 KUHD
·
Asuransi tidak hanya dapat dibuat oleh orang yang tidak orang yang mempunyai
kepentingan untuk diri sendiri / juga dapat diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga.
Artinya : orang lain dapat
membbuat perjanjian pertanggungan untuk kepentingan orang
lain (pihak ketiga)
Subjek
dari pertanggungan
1.
Pemilik benda
Ex. Orang yang punya rumah di
asuransikan
2.
Orang yang punya kepentingan terhadap benda tersebut
Ex. Orang tidak punya benda tapi punya kepentingan. Pemilik rumah
Menggadaikan kepada pihak lain. Jadi Pihak gadai mempunyai kepentingan.
BENTUK
PERJANJIAN ASURANSI
1.
Menurut Pasal 257 (1) KUHD
-
Perjanjian asuransi lahirnya pada saat terjadinya kesepakatan atau konsensus
antara penanggung dan tertanggung.
-
Maka hak dan kewajiban itu munculnya sejak lahirnya perjanjian asuransi
tersebut
-
Jadi menurut pasal ini perjanjian asuransi bisa lahir secara lisan dan polis
tidak diperlukan.
2.
Menurut pasal 265 (1) KUHD
-
Perjanjian asuransi terbuat tertulis dalam bentuk suatu akta yang disebut
dengan polis
3.
Menurut pasal 258(1) KUHD
-
Polis adalah satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan adanya
perjanjian pertanggungan antara penanggung dan tertanggung
-
Jadi polis adalah bagian yang penting untuk menentukan hak dan kewajiban.
Kesimpulan
1.
Perjanjian asuransi tidak akan batal meskipun polis belum dibuat.
-
Belum dituliskan
Sudah ada hak dan kewajiban tapi membuktikannya sulit
-
Perjanjian belum ditanda tangani
Perjanjian asuransi sudah lahir tapi juga sulit membuktikannya
-
Belum diserahkan polis
Perjanjian sudah ada tapi sulit membuktikan hak dan kewajibannya
2.
Maka cara menentukan hak dan kewajibannya adalah bentuk perjanjian asuransi
harus tertulis dengan akta dan berbentuk polis
3.
Bentuk perjanjian asuransi tertulis dinamakan dengan polis
OBJEK
ASURANSI
Adalah Segala kepentingan
-
Kepentingan yang dapat dinilai dengan uang
-
Kepentingan itu terancam bahaya yang belum tentu terjadi
-
Semua kepentingan itu tidak dikecualikan oleh UU
Objek
Asuransi ada 2
1.
Benda
Syarat-syaratnya
:
a. Benda tersebut
diancam bahaya
b. Benda berwujud
c. Dapat dinilai
dengan uang artinya berbicara tentang harta kekayaan
d. Benda tersebut
dapat rusak dan berkurang nilainya
2.
Pokok Pertanggungan
Merupakan hak subjektif seseorang
dan termasuk tidak berwujud
Syarat-syaratnya
:
a. Benda tersebut
diancam biaya
b. Dapat dinilai
dengan uang
c. Benda dapat rusak
/ hilang
Artinya kepentingan dalam arti
sempit
Benda kepentingan melekat kepada
pokok pertanggungan tapi ada kemungkinan pemilik itu / benda pertanggungan
terpisah dengan pokok pertanggungan
Ex. Pemilik benda menghipotikkan benda kepada orang lain. Pemilik adalah
benda pertanggungan
Orang lain adalah Pokok
Pertanggungan
Apabila
tidak ada kepentingan maka :
Menurut
pasal 251
1.
Kepentingan itu syarat mutlak dalam pertanggungan
2.
Kalau tidak ada kepentingan maka kalau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan
maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi
Kepentingan itu dapat dialihkan
Berpindah mengikuti dimana benda itu dialihkan.
Menurut
Pasal 263 (1)
Kecuali diperjanjikan lain,
sepanjang tidak diperjanjikan maka berpindah dimana benda kepentingan itu
dialihkan
Ex : A Menjual rumah
kepada B, dan terjadi kebakaran maka si B yang berkepentingan, kecuali
diperjanjikan lain . Jika berpindah rumah itu kepentingan itu tetap pada si A,
maka si A lah yang menerima ganti rugi.
BENTUK
PERJANJIAN ASURANSI
Perjanjian
lahir karena kata sepakat (consensus)
Menurut
pasal 257 (1) KUHD
Cara
membuktikan kata sepakat :
1. Dibuktikan dengan akta
/ bukti tertulis / dengan polis.
Kalau polis belum ada maka
membuktikannya dengan cara lain.
2. Dengan bukti
tertulis lainnya, menurut pasal 258
Ex :
-
Dalam bentuk catatan-catatan
- Dalam bentuk nota
- Dalam bentuk Fax
Menurut
pasal 258 (1)
Bukti permulaan dalam bentuk
nota, dll
Cara
membuktikan janji-janji lainnya dalam perjanjian pertanggungan
1.
Para pihak bisa membuktikannya dengan semua alat bukti
2.
Tidak semua janji-janji bisa dibuktikan dengan alat bukti yaitu segala syarat
yang diatur UU kalau dianggap batall jika tidak dibuat dengan bukti tertulis
Ex. Janji polis
Menurut
Pasal 271 KUHD (Re Asuransi)
Yang
termasuk janji-janji yang harus dibuktikan :
1.
Mengenal inti dari pertanggungan (essensia)
2.
Mengenal isinya yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban
3.
Yang menjadi hak dan kewajiban
Misal : Peristiwa yang menjadi landasan untuk menimbulkan ganti rugi (
evenement)
Ex Tsunami, banjir
4.
Sifat dari kerugian akan dijelaskan dalam perjanjian
Ex . Mobil diasuransikan dihitung
kerugian
5.
Mengenal premi, Premi akan menentukan besar kecilnya resiko
Kapan
kepentingan itu ada :
1.
Menurut pasal 250 KUHD
Kepentingan itu harus ada sejak lahirnya kesepakatan itu
Maksud pasal diatas :
seseorang yang mempertanggungkan benda tersebut maka kepentingan itu harus
ditegaskan
2.
Menurut ahli (Foimar)
Perjanjian kepentingan itu harus
ada pada saat terjadinya peristiwa tertentu / kepentingan tidak harus ada pada
saat lahirnya perjanjian.
Jalan
Keluar dari 2 pendapat diatas :
1.
Menafsirkan / menyampingkan pasal itu dengan menafsirkan pasal itu se flekxibel
mungkin
Artinya adanya penegasan dalam polis untuk mengenyampingkan pasal 250 KUHD
2.
Orang menyebutkan secara tegas kepentingan itu.
Pendapat ahli diatas yang dipakai
dalam hukum Internasional di Inggris
Kapan
lahirnya Perjanjian Asuransi
Menurut
pasal 257
Perjanjian itu lahir setelah
adanya kesepakatan dan kesepakatan lahir dari 2 kehendak yaitu penanggung dan
tertanggung. Jadi kalau kesepakatan lahir maka akan menimbulkan hak dan
kewajiban.
Jika terjadi peristiwa maka jelas
para pihak harus memenuhi kewajiban dengan membayar premi dan akan menimbulkan
ganti rugi
Cara
Melahirkan kata Sepakat :
1. Lisan
- dengan tegas
- dengan cara
diam-diam/anggukan kepala saja
2. Tulisan
dengan mencantumkan kata setuju
pada selembar kertas
Syarat
sahnya perjanjian Asuransi terdapat dalam
1.
Pasal 1320 KUHPer
Syarat
sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer
1.
Perjanjian Asuransi harus lahir karena adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak
Yang disepakati :
- Benda
- Syarat-syaratnya
Kesepakatan ini ada kemungkinan
cacat hukum ada beberapa hal yang menyebabkan cacat hukum
-
Karena paksaan
-
Karena penipuan
-
Karena kekeliruan
Perjanjian asuransi yang lahir
karena cacat dalam kesepakatan dapat dibatalkan (Vermetig baar)
2.
Para pihak yang melahirkan Asuransi harus cakap menurut ketentuan hukum
Dewasa dalam KUHPer 21 tahun
3.
Hal tertentu
-
Ada bendanya sehingga jelas kepentingan
-
Tidak adanya kepentingan maka perjanjian Asuransi tersebut batal
4.
Klausula yang halal ( sebab yang halal )
1. Sepanjang tidak bertentangan
dengan UU
2. Sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan umum
3. Sepanjang tidak
bertentangan dengan kesusilaan
2.
Pasal 251 KUHD
Syarat sahnya perjanjian menurut KUHD pasal 251 KUHD :
1.
Pembayaran premi
Tidak ada premi tidak beralih
resiko artinya kewajiban ganti rugi lahir waktu premi telah dibayarkan
2.
Kewajiban memberitahukan
Segala hal mengenai pertanggungan
tertanggung berkewajiban membayarkan premi.
Kalau tertanggung lalai / lupa
maka apapun alasannya asuransi batal artinya perjanjian asuransi tak pernah ada
dan tidak melahirkan akibat hukum.
Perjanjian 1 & 2 ( dapat
dibatalkan )
Perjanjian 3,4,5,6 ( Batal demi
hukum )
Jalan
keluar mengatasi kelemahan pasal 251
1. Berdasarkan
mengenyampingkan pasal ini dengan alasan :
- Kebebasan berkontrak
Artinya semua orang bebas
melakukan kontrak dengan orang lain, hukum mana yang harus diberlakukan dan
penyampingan pasal ini harus dimuat dalam polis.
2. Kita dapat
megenyampingkan karena aturannya bersifat mengatur
Ada 2
klausula mengenyampingkan pasal 251
1.
Klausula Renunsiasi
Fisiknya adalah para pihak
sepakat mengenyampingkan pasal 251 dimuat dalam proses polis kecuali hakim
menyatakan bahwa pasal 251 ini harus dipakai dengan iktikad baik.
2.
Klausula sudah mengetahui
Penanggung sudah mengetahui benda
/ kondisi benda tersebut dan dimuat dalam polis.
Dalam praktek ini dibuat tapi
tidak diperlihatkan karena mungkin saja tertanggung tidak mau mengasuransikan
lagi.
JENIS-JENIS
ASURANSI
I.
Jenis-jenis Asuransi berdasarkanteori / dalam masyarakat :
1.
Pertanggungan kerugian (Schade Verzekering)
Pertanggungan yang bertujuan
untuk mengganti kerugian artinya hal-hal yang dapat dinilai dengan uang atau
pertanggungan harta kekayaan.
Contoh :
-
pertanggungan kebakaran
-
pertanggungan pengangkutan
-
pertanggungan pencurian, kemalingan
2.
Pertanggungan Jumlah ( Sommen Verzekering )
-
pertanggungan yang tidak bertujuan untuk membayar ganti rugi, Jadi bertujuan
untuk memberikan sejulah uang kepada orang lain, Jadi dia tidak terletakpada
harta kekayaan
Contoh : -
pertanggungan jiwa
Cara orang menentukan jumlah
pertanggungan adalah berdasarkan kepada kesepakatan para pihak dan ini sangat
berkaitan dengan premi.
3.
Pertanggungan Premi (Pertanggungan Murni )
Premi itu dapat dibayarkan secara
kelompok / sendiri-sendiri jadi yang murni disini adalah pertanggungan yang
preminya dibayar tetanggung sendiri-sendiri, pertanggungan ini dalam praktek
sangat banyak dipakai.
4.
Pertanggungan saling tanggung menanggung
-
Pertanggungan yang preminya itu sama dengan iuran dari anggota kumpulan jadi
antara pembayar premi yang satu berhubungan dengan yang lain.
Bentuk yang No. 4 diatas adalah
cikal bakal lahirnya pertanggungan premi
II.
Jenis pertanggungan berdasarkan UU Pasal 247 KUHD:
1. Pertanggungan kebakaran
Bab 9 dan 10
2. Pertanggungan terhadap
bahaya hasil panen
3. Pertanggungan terhadap
kematian seseorang atau jiwa
4. Asuransi bahaya
dilautan
5. Asuransi angkutan
udara, laut, sungai dan perdalaman
Kewajiban
Pemberitahuan
1.
Pasal 251 KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan
2.
Pasal 203
Seorang tertanggung berkewajiban mencegah
timbulnya kerugian dan memberitahukan kepada penanggung
Bedanya
:
a.
Kalau tidak diberitahukan tertanggung kepada penanggung maka perjanjian batal
demi hukum
b.
Kalau tidak diberitahukan maka tertanggung wajib memberitahukan / memberikan
ganti kerugian kepada penanggung atau biaya yang mencegah kerugian.
3. Pasal 684 KUHD
-
Pertanggungan dilaut, kewajiban memberitahukan mara bahaya dilautan yang
disampikan kepada penanggung dan apabila tidak disampaikan kepada penanggung
oleh tertanggung maka tertanggung wajib membayar ganti kerugian
4. Pasal 291
-
Bentuknya tentang, pertanggungan kebakaran dan pasal ini tidak adanya
sanksi ( pasal 655) pertanggungan dilautan
POLIS
Pengertian
:
Polis adalah bukti telah lahirnya
perjanjian Asuransi secara tertulis
Berkaitan dengan pasal 255
-
Perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk akta
dinamakan Polis
Yang diisi dalam Polis
-
Polis memuat segala kesepakatan yang berkaitan dengan ketentuan yang sesuai
dengan UU atau bersifat umum
-
Sebuah polis harus memuat isi perjanjian beberapa hal pasal 256 KUHP
A.
SYARAT-SYARAT POLIS SECARA UMUM
Isi Polis
1.
Polis harus memuat kapankah perjanjian asuransi dibuat ex : Hari, tgl, dll
Ex : Hari, tgl, dll
Guna hari, tgl :
a.
Menentukan sejak kapan perjanjian itu mulai berlaku dan ini mengenai kapankah
resiko itu beralih
b.
Menentukan perjanjian mana yang lebih dahulu terjadi karena perjanjian Asuransi
mungkin terjadi perjanjian 1,2 dst
Jadi perjanjian I, kalau double
perjanjian maka batal demi hukum (Pasal 252 KUHD)
2.
Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjanjian pertanggungan
-
Siapa penanggung
-
Siapa tertanggung
-
Apakah dia bertanggung sendiri atau untuk kepada orang lain
-
Orang yang mempertanggungkan pihak ketiga harus dimuat dalam polis. Kalau tidak
disebut dalam polis untuk kepentingan pihak ketiga maka dianggap untuk
kepentingan sendiri.
-
Apabila tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian batal demi hukum
3.
Dalam Pasal 256
-
Polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan
Ex : - tentang jenis bendanya
-
Ukurannya
-
Sifatnya
-
Letaknya
-
Jumlahnya
Gunanya
: Para pihak dalam pertanggungan tidak keliru, kalau ternyata
para pihak tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi
hukum
4.
Berapa jumlah / nilai yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi
yang akan dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan
minimal harus sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan . Jumlah
maksimum yang diterima seseorang
5.
Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan
Ex :
-
Banjir
-
Bencana alam
-
Kebakaran
Bahaya-bahaya yang dianggap peralihan resiko tanggung jawab penanggung adalah
sepanjang dicantumkan dalam polis.
6.
Kapankah bahaya itu dimulai dan berakhirnya, Ini berkaitan dengan Jangka waktu
pertanggungan.
-
Orang berfikir tentang waktu 1 jam
Misal :
tanggal 12-12-2007 jam 16.00
-
Orang yang berfikir dari tempat ketempat lain
Misal : dari
gudang ke gudang
7.
Polis harus memuat Premi pertanggungan
Premi
Kontrak prestasi /imbalan baik
dari seorang tertanggngkepada penanggung premi biasanya dihitung
berdasarkan persentase dari jumlah pertanggungan semakin besar premi muka
peralihan resiko semakin besar.
Cara
membayar Premi :
- Ditentukan dalam polis,
harus lunas dan dicicil maka kalau tidak ada premi maka resiko tidak beralih
dan pertanggungan tidak jalan.
8.
Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat-syarat yang harus disepakati
oleh para pihak.
B.
Ketentuan syarat-syarat khsus dalam Polis
Ex : pertanggungan
kebakaran
a. Pasal 267
- Syarat umum
harus ditambah dengan syarat lain yaitu :
dimana benda itu terletak Ex : terletak dipasar
Ini ditambah dengan syarat umum No.3
b. Pasal
304 (pertanggungan Jiwa)
JENIS-JENIS
POLIS
A. Dalam praktek yang menentukan
isi polis penanggung
B. Dalam teori yang
menentukan isi polis adalah tertanggung
Akibatnya melahirkan macam-macam
polis
Jenis-jenis
Polis Standart
1.
Polis maskapai
- Polis yang
ditertibkan oleh perusahaan maskapai atau perusahaan pertanggungan karena pada
umumnya penanggung menentukan isi polis yang ada dalam polis maskapai dia
memuat ketentuan / syarat umum khusus
2.
Polis Bursa
-
Polis yang digunakan oleh Bursa (pasar) asuransi. Makanya polis yang satu
kelompok yang memuat polis seragam.
Polis
Bursa terbagi 2 :
A) Polis
Amsterdam ( dianut di Indonesia )
--
> diterbitkan oleh Bursa Amsterdam
B)
Polis Bursa Rotterdam
--
> diterbitkan oleh Bursa Rotterdam
Indonesia menganut polis standard
ditambah dengan yang dibuat diatas. Polis Amsterdam dari Rotterdan Rotterdam
yang paling menonjol dalam polis diatas :
- pertanggungan
angkutan / kebakaran
3.
Polis loyet Lloyde
Dikeluarkan oleh Bursa di London
anggota loyed dan boleh digunakan anggota loyed
Jika
dilihat dari sifat pertanggungan maka jenis polis
1. Polis perjalanan
Polis yang dikaitkan dalam satu kali perjalanan / suatu pelayanan dari suatu
tempat ke tempat lain.
2. Polis waktu
Dikaitkan dengan waktu tertentu / jangka waktu tertentu biasanya
ditentukan secara tepat dan tegas mengenai :
-
Tanggal
-
Tempat
Ex. Ditutup suatu polis asuransi tanggal 19 Desember 2006 jam 16.00 maka
sampai 19-12-2007 jam 16.00
Klausula
Dalam Polis
Aturan2 khusus yang ditentukan
para pihak dalam suatu perjanjian pertanggungan/syarat2 khusus.
Klausulanya
:
1.
Klausula primer Resque ( primer resiko )
Klausula yang berisi resiko-resiko yang utama klausula ini digunakan dalam
pertanggungan bahaya pencurian.
Isi
primer Resave
Pasal 253 (3) KUHD
“Seandainya tertanggung dalam
pertanggungan itu sebagian resiko yang ada pada benda pertanggungan (parsial
los ) ex : nilai suatu barang 1 milyar maka ia mempertanggungkan ½ milyar dan
apabila terjadi peristiwa maka pertanggungan harus membayar penuh kerugian
sesuai dengan jumlah nilai pertanggungan” .
Jika terjadi resiko nilainya 400
juta, tapi karena dia menggunakan primer resiko maka si Penanggung harus
membayar 500 juta.
2.
Klausula All Risk
Si
penanggung menanggung semua resiko yang terjadi / tanpa batas
Ex
: Pertanggungan mobil, karena bencana alam maka penanggung harus membayar
resiko penuh.
Kecualinya : ( pasal 276 dan 249 )
Kalau peristiwa itu bukan kesalahan dari tertanggung / cacatnya benda menjadi
penanggung ( pasal 249 ).
3.
Klausula sudah mengetahui
Isinya dimana klausula diketahui dalam pertanggungan kebakaran, artinya seorang
penanggung sudah mengetahui tentang benda yang ditanggungkan, kalau terjadi
peristiwa penanggung tidak boleh menghindar, tapi kalau tertanggung
merahasiakan rahasia benda maka penanggung tidak berkewajiban mengganti
kerugian.
4.
Klausula Renuntiatie
Isinya adalah bahwa 51 orang
penanggung tidak akan menggugat tertanggung berdasarkan :
Pasal 251 KUHD :
“Bahwa seorang tertanggung tidak boleh merahasiakan benda pertanggungkan”.
Maka kalau terjadi peristiwa maka penanggung tidak boleh menghindari dari
ganti kerugian.
5.
Klausula free from farticular everange (GPA ) bwerkaitan dengan ( pertanggungan
laut ).
Apakah para pihak menggunakan
secara khusus pertanggungan laut
Isinya : Penanggung dibebaskan
dari kewajiban ganti kerugian kalau terjadi peristiwa khusus dilautan.
Ex. Barang yang diangkut diambil
oleh perampok (bajak laut Pasal 709 KUHD
6.
Klausula with Porticular everange (WPE)
Isinya seorang penanggung harus
membayar ganti kerugian terhadap peristiwa-peristiwa khsus yang ada di lautan
Siapakah
yang melakukan pembuatan Polis
-
Dalam Praktek dibuat oleh perusahaan asuransi
Berdasarkan pasal 299 KUHD
Apa yang terjadi dlam praktek
bertolak belakang , seorang tertanggung telah menyiapkan polis dan menyedorkan
kepada penanggung.
-
Jadi dalam teori yang berhak tertanggung, ia membuat polis berdasarkan
keinginanya.
(1) Seorang
penanggung haru smengembalikan polis kepada tertanggung dalam tempo 24 jam.
Maknanya :
-
Yang terjadi dalam praktek sangat bertolak belakang pasal 254 yang mana
penanggung sangat aktif sekali dalam pertanggungan
-
Kalau penanggung tidak mengembalikan dlam waktu 24 jam maka resikonya
penanggung akan diberikan ganti kerugian
-
Dalam pertanggungan, karena polis diserahkan.
-
Kalau mengacu pada pasal 257 (1), maka kalau polis belum diserahkan, kalau
resiko maka penanggung wajin membrikan ganti rugi.
Dalam praktek polis dibuat oleh
penanggung dan tertanggung belum smpai mempelajarinya, jadi langkah untuk
memberikan waktu yang luas bagi tertanggung.
“Adanya klausula yang isinya
untuk menghindari keslahpahaman, maka sebaiknya tertanggung mempelajari secara
cermat/format syarat-syarat polis tersebut. Jadi sebaiknya dalam polis
diberikan peringatan.
(2) Penyerahan polis melalui
makelar polis diserahkan 8 hari. UU menyatakan demikian 18 hari karena makelar
harus mempunyai waktu untuk menghubungkan penanggung dengan tertanggung, kalau
hal ini tidak dipenuhi maka kalau terjadi peristiwa maka makelar harus membayar
ganti kerugian.
Penyerahan polis dapat
dikesmpingkan dengan cara menetapkan kapankah penanggung/makelar mengembalikan
polis.
JUMLAH
YANG DI TANGGUNGKAN
Dia idnetik dnegan jumlah
maksimal ganti rugi yang dpat diterima ganti rugi tidak mungkin tinggi dari
jumlah pertanggungan.
Hal ini berupa jumlah hak/batas
hak yang diterima dan ini dikaitkan dengan nilai benda atau nilai kepentingan.
Ex
: Kita mempertanggungkan jiwa dalam
pertanggungan, jadi berapa nilai kepentingan yang ada.
Ada 3
hal yang mengetahui jumlah :
1.
Apakah pertanggungan itu dibawah nilai benda pertanggungan
2.
Sama dari nilai pertanggungan
3.
Diatas dari nilai pertanggungan
- Menurut
pasal 253 (1) KUHD
“Pertanggungan itu sah kalau
nilai pertanggungan itu sama dengan nilai benda pertanggungan, batasnya
mengacu pada nilai benda.”
Ex : Nilai benda 1 M dan
nilai pertanggungan ½ M, maka penanggung tidak berkewajiban membayar ½ M
tetapi 1 M.
- Menurut
pasal 253 (2) KUHD :
“Pertanggungan tidak penuh, maka
gnti kerugian adalah maksimal senilai jumlah pertanggungan yang disepakati.”
NILAI
BENDA PERTANGGUNGAN
Nilai benda pertanggungan tidak
disebutkan dalam KIHD dan tidak harus disebutkan.
a.
Menurut Pasal 256 KUHD
“Mengharuskan polis untuk
menyebutkan secara detail tentang nilai benda, keadaan benda yang
dipertanggungkan.”
b.
Menurut pasal 273 KUHD
“ Para pihak tertanggung dan
penanggung tidak menyatakan nilai b enda dalam polis.”
Yang diatur dalam pasal 273 KUHD :
“Apabila benda pertanggungan
tidak dimuat dalam polis maka nilai benda harus dibuktikan dnegan seglaa alat
bukti.”
c.
Menurut pasal 274 KUHD
Nilai benda dinyatakan
dalam polis, maka si penanggung punya hak menolak/membantah nilai dalam polis
dan menyimpulkan alasan-alasanya.
Pasal 273 dinamakan polis terbuka
(open policy)
“Para pihak dapat
mempertimbangkan kembali nilai benda disaat akan datang setelah perjanjian.”
PATOKAN
PARA PIHAK DALAM MENENTUKAN NILAI BENDA
1.
Keadaan benda
2.
Tujuan benda
Makna
Nilai Benda
- Nilai benda pada waktu dilahirkannya pertanggungan
- Nilai benda pada waktu terjadinya peristiwa pertanggungan
Tujuan
Nilai Benda
Untuk memberikan ganti kerugian
sesungguhnya jika dilihat dari tujuan pertanggungan yang dilihat dari
terjadinya perisetiwa, maka kita memberikan makna nilai benda.
Contoh
:
Yang seharusnya pada waktu lahir
perjanjian harga nilai benda 1 M pada waktunya terjadi peristiwa ½ M.
Jadi pada waktu terjadi peristiwa
dilihat pada nilai penjualan (boleh digunakan). Nilai benda dimaknai dengan
terjadinya peristiwa, nilai penjualan dan nilai tukar.
PERLUNYA
NILAI BENDA
Nilai benda berubah-ubah setiap
saat, baik bergerak atau tidak bergerak. Maka itulah perlunya kita memaknai
nilai benda.
TAKSIRAN
PARA AHLI NILAI BENDA
Para pihak sepakat taksiran para
ahli, maka para penangung dapat menolak, kecuali kalau penanggung merasa
tertipu.
·
Dalam Pasal 275 KUHD
Para pihak penanggung dapat
menolak taksiran para ahli dengan alasan tertipu.
·
Dalam praktek
Jarong diminta pendapat para
ahli, tapi berdasarkan kesepakatan para pihak.
PREMI
Pengertian
Premi
Adalah prestasi dari pihak
tertanggung kepada penanggung sebagai akibat lahrnya perjanjan pertanggungan.
Atau :
Imbalan dari seseorang penanggung
atas ditanggungnya resiko
Atau :
Beralih resiko.
Apabila
Premi tidak dibayar, maka akibatnya :
1.
Tidak beralih resiko dan terjadi peristiwa seseorang penanggung tak
berkewajiban membayar.
2.
Penanggung dapat memutuskan pertanggungan dan tidak ada hak dan kewajiban
3.
Pertanggungan tidak berjalan, premi secara berkala maka terjadi peristiwa, maka
resiko tidak beralih.
Cara
membayar Premi
1.
Pertanggungan untuk jangka waktu tertentu premi dibayar pada awal pertanggungan
atau pada sat bahaya itu mulai berjalan
Ex
: Asuransi kecelakaan lalu lintas.
2.
Pertanggungan jangka waktu panjang
Ex : Asuransi jiwa
Maka premi dibayarkan secara
berkala atau periodik, sesuai ketetapan para pihak, dan kalau putus pembayaran
premi maka akibatnya piutang pertanggungan tidak berjalan.
Contoh
:
Dibayark premi 1 Januari, 1 April
dan seterusnya lupa dan kalau terjadi resiko, maka cara untuk mengatasi hal
diatas, para pihak dapat mencantumkan klausula janji dalam polis. Isinya premi
harus dibayar dimuka dan pada waktu premi tidak dibayar pada waktu yang
ditentukan pertanggungan tidak jalan.
Jumlah
Premi yang harus dibayarkan
Jumlah premi dihitung dan
persentase atau menghitung dari jumlah pertanggungan.
Contoh
: Pertanggungan jwa berdasarkan usia
tertanggung, dan sebagainya.
Premi berkaitan dengan beban
resiko. Semua premi itu ditentukan para pihak dengan kesepakatan yang
dicantumkan dalam polis.
Yang menjadi acuan premi adalah
beberapa kemampuan dari seorang penanggung untuk dibayarkan membayar ganti
rugi.
Komponen
Premi
1.
Persentase dari jumlah pertanggungan
2.
Biaya yang dikeluarkan oleh seseorang penanggung
3.
Perantara jika punya makelar
4.
Keuntungan
5.
Dana cadangan
Hal ini merupakan asas
keseimbangan (rasa keadilan)
Ada keseimbangan antara premi
yang diterima dengan resiko yang ditanggung sehingga akan ada keuntungan.
Seorang
tertanggung dapat meminta kembali premi
Menurut
pasal 281
Seorang tertanggung dapat meminta
kembali premi yang telah dibayarkannya, baik seluruhnya atau sebagian.
Premi dapat dituntut kalau
Pertanggungan gugur atau batal, syaratnya :
Contoh
: Barang yang diangkut ketempat lain batal sebagian,
jadi tidak semua premi dapat dituntut.
Pemi ini dinamakan premi RESTORNO, premi ini syaratnya kalau
tertanggung orang yang beritikad baik.
Ex : Pasal 51
PERISTIWA
TAK TENTU (EVENEMENT)
Peristiwa tak tentu yaitu
peristiwa yang berkaitan dengan pertanggungan .
Ex : Pertanggungan kebakaran,
jadi orang melihat dari peristiwa kebakaran.
Pengertian
Evenement
a.
Peristiwa yang tidak dapat ditentukan kejadian itu atau kapan terjadi, bisa
pasti terjadi yang tidak diketahui kejadian awal.
Ex : - Kebakaran
- Kematian (pasti terjadi)
b.
Peristiwa yang tidak diharpkan terjadi artinya, peristiwa yang dikaitkan dengan
pertanggungan tidak diharapkan tejadi.
Ex : Kebakaran, orang tidak
mengharapkan harta bendanya terbakar.
Kalau seseorang tahu kapan
terjadi peristiwa, maka seseorang akan mau menanggung resiko. Jadi kalau tak
tentu, sudah diketahui maka menurut hukum akibatnya perjanjian tertanggungan
batal demi hukum (terdapat dalam pasal 251 KUHD).
Defenisi
Peristiwa Tak Tentu
Suatu peristiwa menurut
pengalaman manusia normal tidak dapat ditentukan terjadi meskipun sudah
terjadi, tapi kapan terjdi tidak dpat ditentukan dan tidak dapat diharapkan
terjadi.
Jenis-Jenis
Peristiwa Yang Di Sepakati Dalam Pertanggungan
a.
Orang-orang akan menulis jenis-jenis peristiwa dalam polisi, karena peristiwa
akan menimbulkan ganti kerugian dan resiko yang berada pada penanggung.
b.
Peristiwa juga dapat mengacau kepada Undang-undang
Misal :
a) Pasal
290 KUHD (pertanggungan kebakaran)
Pasal ini menyebutkan lebih luas
dengan peristiwa dari pertanggungan dengan tanpa batas atau dnegan nama lain
atau apapun.
Peristiwanya.
-
Bisa dengan bom
Baik dengan sengaja ataupun tidak
disengaja, termasuk apa yang diperjanjikan atau tidak. Maka semua peristiwa
dijadikan acuan untuk beralihnya resiko kepada penanggung.
b) Pasal
657 (pertanggungan laut)
Pasal ini juga menyebutkan secara
lebih luas peristiwa dari pertanggungan apapun. Peristiwa yang dialami dilaut
maka resiko beralih kepada penanggung atau pada umumnya peristiwa ataupun yang
menimbulkan kerugian laut.
Dalam praktek
orang membatasi 2 pasal ini :
Maka orang kembali kepada polis
dnegna menentukan peristiwa berdasarkan para pihak. Peristiwa berkaitan dengan
ganti kerugian (kompensasi) artinya tidak semua peristiwa menimbulkan resiko
yang akan ditanggung oleh penanggung.
1.
Kerugian yang terjadi karena peristiwa yang dituangkan dalam polis dan apabila
yang diterangkan dalam polis dan apabila tidak diterangkan dalam polis maka
tidak akan ada ganti kerugian.
Ex : kebakaran karena kompor tapi
tidak diterangkan dalam polis.
2.
Apakah hubungannya langsung dari peristiwa yang terjadi, artinya penyebab
langsung yang menimbulkan kerugian/pristiwa yang mempunyai sebab akibat dengan
pertanggungan.
Peristiwa-peristiwa yang mungkin
menimbulkan kerugian.
-
Karena petir
-
Karena listrik
-
Kompor memasak
Jadi yang menjadi patokan untuk
menimbulkan ganti kerugian adalah yang mempunyai hubungan langsung yaitu
kompor, dan apabila kebakaran karena kompor dimasukkan dalam polis, maka
penanggung berkewajiban membayar gnti kerugian.
Cara
mengatasi peristiwa
1.
Menunjuk pada Undang-undang
Ex : pasal 250
2.
Seorang penanggung dan tertanggung menilai secara jelas dalam polis peristiwa
yang akan dijadikan acuan.
3.
Dengan membuat janji khusus dalam bentuk Klausula All Risk (semua peristiwa)
dan ditegaskan dalam polis.
Hak dan
kewajiban penanggung terdapat dalam
a. Polis
b.
Undang-undang
Pembatasan
Hak
a.
Terdapat dalam pasal 249 KUHD
Membicarakan pembatasan hak
penanggung yang dikaitkan atas benda pertanggungan.
b.
Pasal 276 KUHD
Pembatasan tanggung jawab atau
kesalahan tertanggung bisa polis dan tidak cukup dengan Klausula All Risk.
c.
Pasal 249
Cacat benda yang berasal dari
dalam diri benda itu sendiri. Artinya kerugian yang muncul dari benda itu
sendiri.
Contoh : Bangunan yang
diasuransikan konstruksi bangunan tidak layak karena semen kurang
Cacat
benda dari dalam
Contoh : Makanan
Kalau rusak dari luar maka dapat
dikatakan penyebab kerugian.
Cacat
benda dari dalam yang dilihat dari sifat benda
Contoh : - Kaca yang
tipis/sensitif
- Hewan yang sudah mati.
Kesimpulan
- Cacat dar dlam tidak
menimbulkan ganti kerugian dari penanggung.
d.
Menurut pasal 276
Kesalahan Tertanggung
Tertanggung harus berbuat
meminimalkan peristiwa dan harus berhati-hati.
Cara menyampingkan pasal ini
dengan cara mencantumkan dalam polis dan tidak cukum dengan Klausulas All .Risk
2.
Sumber :
legalbanking.wordpress.com
Judul :
Dasar-dassar Hukum asuransi
Penulis :
legalbanking
Diunduh : Rabu, 10 Desember 2014
A. DEFINISI DAN UNSUR
ASURANSI
Menurut
Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut
Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang
Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi
tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus
dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut
Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst)
adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua
pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu”.
Beberapa
hal penting mengenai asuransi:
1.
Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi
Pasal 1320 KUH Perdata;
2.
Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian
tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun
demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun
1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3.
Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu
Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung
berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
4.
Adanya premi sebagai yang merupakan bukti
bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
5.
Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua
belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1.
Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2.
Persetujuan bebas antara penanggung dan
tertanggung;
3.
Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4.
Tujuan yang ingin dicapai;
5.
Resiko dan premi;
6.
Evenemen
(peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
7.
Syarat-syarat yang berlaku;
8.
Polis asuransi.
1.
B. TUJUAN ASURANSI
1.
a. Pengalihan Risiko
Tertanggung
mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta
kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan
asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
1.
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika
suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
(risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan
ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam
prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa
kerugian total (total loss).
Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh
pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan
asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana
penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga
(penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim
asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.
1.
C. BERLAKUNYA ASURANSI
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul
pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan
asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau
ditandatanganinya kontrak sementara (cover
note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan
perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib
menerbitkan polis asuransi (Pasal 255
KUHD).
D.
POLIS ASURANSI
1.
1. Fungsi Polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi
harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat
kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar
pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam
mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan
penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka
para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis
dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan
perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).
1.
2. Isi Polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis
kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari
dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b.
Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c.
Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d.
Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e.
Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat
bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g.
Premi asuransi;
h.
Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala
janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi
peristiwa (evenemen) yang
menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau
pemegang hak.
Untuk jenis
asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula
menyebutkan:
1.
Letak barang tetap serta batas-batasnya;
2.
Pemakaiannya;
3.
Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang
berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
4.
Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5.
Letak dan pembatasan gedung-gedung dan
tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh
suatu polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1.
Bencana yang ditutup;
2.
Yang ditutup;
3.
Kerugian yang ditutup;
4.
Orang-orang yang ditutup;
5.
Lokasi-lokasi yang ditutup;
6.
Jangka waktu yang ditutup;
7.
Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
1.
3. Jenis Klausula Asuransi
Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji
khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula
asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam
pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian.
Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya
yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara
lain:
a.
Klausula Premier Risque
Klausula
ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi
kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum
jumlah yang diasuransikan (Pasal 253
ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran
dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
b.
Klausula All Risk
Klausula
ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang
diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul
akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan
tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD)
dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal
249 KUHD).
1.
Klausula Total Loss Only (TLO)
Klausula ini menentukan
bahwa penanggung hanya menanggung kerugian yang merupakan kerugian
keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
1.
d. Klausula Sudah Diketahui (All Seen)
Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran.
Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi,
letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.
1.
e. Klausula Renunsiasi (Renunciation)
Menurut Klausula
penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD,
kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara
jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul
kerugian akibat evenemen tertanggung
tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka
penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar
klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
1.
Klausula Free Particular Average (FPA)
Bahwa penaggung
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa
khusus di laut (Particular Average)
seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak
pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul
dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.
1.
g. Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
Riot
(kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang,
yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan
ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan
harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.
Strike
(pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja,
minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah
seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya
dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam
melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan
oleh majikan.
Civil
Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana
sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil
menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan
kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar
harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai
dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan
atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama
minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah
kejadian tersebut.
1.
4. Hal yang harus diperhatikan:
Banker’s
Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang
tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana
dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima
ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan
dalam perjanjian asuransi (polis).
Klausula ini muncul
sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur
dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini
bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.
E. JENIS
ASURANSI
Asuransi
pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa.
1.
Asuransi Kerugian terdiri dari:
a.
Asuransi Kebakaran;
b.
Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;
c. Asuransi
laut;
d.
Asuransi Pengangkutan;
e. Asuransi Kredit.
2.
Asuransi Jiwa terdiri dari
a.
Asuransi Kecelakaan;
b.
Asuransi Kesehatan;
c.
Asuransi Jiwa Kredit.
1.
F. BATALNYA ASURANSI
Suatu
pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu
perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan
apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal
apabila dalam perjanjian asuransi:
1.
Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar
atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga
apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya
perjanjian asuransi tersebut (Pasal
251 KUHD);
2.
Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum
perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal
269 KUHD);
3.
memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan
pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan si penanggung dari segala
kewajibannya yang akan datang (Pasal
272 KUHD);
4.
Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau
kecurangan si tertanggung (Pasal 282
KUHD);
5.
Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan
perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal
Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan
menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
G.
SANKSI
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan
Penanggung dan Tetanggung dapat dikenakan sanksi berupa:
1.
Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk
perusahaan perasuransian, bukan pada tertanggung); dan
2.
Sanksi Pidana.
1.
1. Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta
peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
1.
Perizinan usaha;
2.
Kesehatan keuangan;
3.
Penyelenggaraan usaha;
4.
Penyampaian laporan;
5.
Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi
atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan
sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin
usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa
mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
1.
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi
yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional
tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp.
1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
2.
Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan
Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000
(lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
1.
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian
yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
1.
a. Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan
usaha perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan
dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
1.
b. Terhadap pelaku pembantu
Orang yang menerima, menadah, membeli, atau
mengagunkan atau menjal kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan
cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang–barang
tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi
Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
1.
c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang
yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas dokumen
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).
3. Sumber : tokiomarinetanjungpinang.blogspot.com
Penulis :
achmad
sobirin
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Hukum Asuransi penting diketahui oleh para nasabah asuransi
di Indonesia. Apalagi semakin tingginya permintaan akan berbagai produk
asuransi dan perusahaan asuransi yang merambah di pasar domestik Indonesia. Tentu
tidak seorangpun ingin merasa dirugikan ntah oleh karena tidak adanya
pengetahuan atau hal-hal lain, maka setiap orang diharapkan mengertiHukum Asuransi Indonesia.
Pasal
246 KUHD memberikan definisi asuransi yakni sebagai berikut: Asuransi adalah
Perjanjian Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Ketentuan
Undang–undang No.2 tahun 1992, 11 Pebruari 1992 pun memberikan definisi
asuransi yakni sebagai berikut: Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan. Undang-undang ini pun dikenal sebagai UU Asuransi.
Namun,
perlu digarisbawahi juga bahwa asuransi tetapi memiliki untung-rugi sebagaimana
yang disebut di 1774 KUH Perdata bahwa asuransi adalah sebuah perjanjian yang
bersifat untung-untungan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Asuransi
harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
1.
Penanggung dan tertanggung, atau disebut juga sebagai Subjek Hukum.
2.
Persetujuan antara si penanggung dan tertanggung.
3.
Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung.
4.
Tujuan.
5.
Premi dan resiko.
6.
Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi.
7.
Syarat-syarat.
8.
Polis asuransi.
Landasan
Hukum Asuransi pun terdapat di berbagai undang-undang, keputusan Menteri
Keuangan atau peraturan pemerintah, yakni sebagai berikut. Landasan Hukum ini
menjamin para pengguna dan perusahaan asuransi agar tidak terjadi pelanggaran
hak dan kewajiban. Jika dilanggar maka akan ada sanksi yang diterima.
1. Usaha Perasuransian yang terdapat di Undang Undang No. 2 Tahun 1992.
2. Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992.
1. Usaha Perasuransian yang terdapat di Undang Undang No. 2 Tahun 1992.
2. Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992.
3.
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 yang berisikan tentang perubahan
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992.
4.
KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5.
KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
6.
KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
Berikut beberapa poin Hukum Asuransi yang meliputi beberapa hal berikut ini:
Prinsip Dasar Asuransi
Berikut beberapa poin Hukum Asuransi yang meliputi beberapa hal berikut ini:
Prinsip Dasar Asuransi
Ada
6 prinsip dasar asuransi yang melandasi hukum Asuransi yang perlu diketahui
oleh para pengguna asuransi ataupun perusahaan penyedia asuransi:
1.
Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari hubungan keuangan
dan diakui oleh hukum.
2.
Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan yang harus
diungkapkan secara detil dan lengkap. Oleh karena itu, kedua belah pihak harus
jujur mengenai objek yang dipertanggungkan.
3.
Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang menyebabkan kerugian
tentu tanpa adanya intervensi yang menyebabkan kerugian tersebut.
4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi finansial si tertanggung ke semula sebelum terjadi kerugian.
4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi finansial si tertanggung ke semula sebelum terjadi kerugian.
5.
Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si
penanggung, atau sering disebut sebagai 'klaim'.
6.
Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya untuk
kerja sama.
Hukum
Asuransi tentang Premi dan Polis
Dalam
Hukum Asuransi dikenal kata premi dan polis, yakni dimana premi adalah
kewajiban yang harus dipenuhi oleh si penanggung sebagai imbalan jasa si
penanggung. Sementara, polis adalah akta atau perjanjian antara si penanggung
dan tertanggung.
Hukum Asuransi tentang Resiko dan Evenement
Hukum Asuransi tentang Resiko dan Evenement
Dalam
hukum Asuransi dikenal istilah resiko dan evenement yang adalah peristiwa yang
terjadi di luar kekuasaan manusia yang bisa terjadi secara tidak terduga dan
hasilnya kerugian. Oleh karena itu, perusahaan Asuransi menggunakan ilmu
aktuaria yang berdasarkan pada statistik dan probabilitas, namun harus
berlandaskan pada Hukum Asuransi.
4. Sumber : www.akademiasuransi.org
Judul :
Dasar Hukum Asuransi Indonesia
Penulis : Dr. A. JUNAEDY
GANIE, SE, MH ANZIIF (Snr. Assoc.),
AAIK (HC), CIP, ChFC, CLU
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
PERANAN HUKUM ASURANSI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT
Sejarah hukum asuransi di Indonesia
Sistem
hukum Indonesia berasal dari Hukum Perdata yang dibawa oleh pemerintah kerajaan
Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum Perdata tersebut dapat
ditelusuri akarnya ke Hukum Perdata Perancis sampai ke Hukum
Romawi. Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakar dari Kodifikasi
Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de Commerce) pada permulaan
abad kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar Napoleon di Perancis. Pada
waktu itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat pasal-pasal mengenai asuransi laut
sampai diundangkannya rancangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wet Boek van
Koophandel) tahun 1838 yang memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi
kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga
dianut untuk Hindia Belanda dahulu yang sampai sekarang masih berlaku di
Indonesia [1]).
Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]). Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]). Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Selanjutnya,
seiring dengan dominasi Inggris sebagai asal muasal asuransi modern dan
negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon tertentu dalam perkembangan
industri asuransi secara internasional, terutama dalam penyediaan kapasitas
reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan asuransi, perkembangan asuransi
secara internasional, termasuk di Indonesia, sangat dipengaruhi sangat
dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang berasal dari
negara-negara Anglo Saxon tersebut.
Di
Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis untuk
pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1992, asuransi
sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan
Presiden (Kepres) berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan
asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah
perjanjian, selanjutnya, UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian akan
disebut UU Bisnis Asuransi.
UU Bisnis
Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis dengan membuat aturan mengenai
perizinan, pengelolaaan dan peranan pemeritah dalam pembinaan dan pengawasan
usaha perasuransian, Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 UU Bisnis Asuransi,
Undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf
(Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan UU Bisnis Asuransi diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (selanjutnya disebut PP Nomor
73 Tahun1992). Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 46 PP
Nomor 73 Tahun 1992 tersebut, dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini, KepPres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha Di
Bidang Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1999,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (selanjutnya
disebut PP Nomor 63 Tahun 1999) tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan PP Nomor 73 Tahun 1992.
Perubahan kedua diberlakukan melalui PP Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir, pemerintah
mengeluarkan PP Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan Pemerintah tersebut di
atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya disebut Kepmen) dan PerMen
Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan berbagai keputusan di bawahnya yang
semuanya menjadi peraturan pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan
bisnis asuransi Indonesia.
5. Sumber : manajemen-pembiiyaankesehatan.net
Judul :
Dasar Hukum Asuransi
Penulis :
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
ASURANSI
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan atau transfer resiko dari satu pihak kepada pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi.
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan atau transfer resiko dari satu pihak kepada pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi.
Berikut ini akan saya jabarkan pengertian asuransi:
Menurut KUHD pasal 246 disebutkan bahwa “asuransi
atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung
mengikatkan dirikepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak
tentu”
Menurut Prof. Mehr dan Cammack “Asuransi merupakan
suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit
exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat
diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh
mereka yang tergabung”.
Menurut Prof. Mark R. Green “Asuransi adalah suatu lembaga
ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam
suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian
tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu”.
Menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins,
mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: ”Asuransi adalah
suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang
penanggung”
”Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua
atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi
kerugian finansial” Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan :
Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak,
tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa
ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan
dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan
terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat atau kapan terjadinya.
Dimana si tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung,
yang biasa disebut sebagai “premi”.
Pada saat seseorang mengalihkan resikonya kepada
perusahaan asuransi sebagai penanggung, maka pertanyaan selanjutnya adalah,
apakah semua resiko dapat diasuransikan? Tidak semua resiko dapat
diasuransikan. Resiko yang dapat diasuransikan adalah :
1.
1. Resiko yang dapat diukur dengan uang
2. Resiko homogen (risiko yang sama dan cukup
banyak dijamin oleh asuransi)
3. Resiko murni (risiko ini tidak mendatangkan keuntungan)
4. Resiko partikular (risiko dari sumber
individu)
5. Resiko yang terjadi secara tiba-tiba
(accidental) bukan karena direncanankan, tetapi murni karena misalnya
meninggal karena kecelakaan
6. Insurable interest artinya tertanggung
memiliki kepentingan atas obyek pertanggungan
6. Sumber : angelinasinaga.wordpress.com
Judul :
Pengantar Hukum Asuransi
Penulis : Sere Intan Angelina
sinaga
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
1.
PENGERTIAN
Asuransi secara etimologis
berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan
ulang atau pertanggungan kembali.
Pengertian Berdasarkan
Undang-Undang:
• Pasal 246 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
“Asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada
tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
• Undang-Undang No. 2
Tahun 1992
asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1 P.M. Tambunan, Aspek
Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang
Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Departemen Kehakiman, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 21-23 Maret l989, hal.
• KUHP pasal 246
Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meneriam suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan
keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu yang tak tertentu.
Pengertian Menurut Para Ahli:
Pengertian Menurut Para Ahli:
• Prof. Mehr dan Cammack
“Asuransi merupakan suatu
alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam
jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan.
Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang
tergabung”.
• C.Arthur William Jr dan
Richard M. Heins
ü mendefinisikan asuransi
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
”Asuransi adalah suatu
pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
ü ”Asuransi adalah suatu
persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk
menanggulangi kerugian finansial”
• Khoiril Anwar
Asuransi adalah salah satu
cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin
terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asurandi akan membantu untuk mengganti
biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis
bisa diperkecil
• Mamat Ruhimat
Asuransi adalah perjanjian
antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertangging dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung
• Eddy Suryanto Soegoto
Asuransi adalah
pengelolaan kerugian melalui transfer risiko tersebut kepada perusahaan
asuransi, yang setuju untuk mengganti kerugian tertanggung atas kerugian
tersebut, untuk memberikan manfaat berupa uang lain pada suatu kejadian, atau
untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan resiko.
2. DASAR HUKUM
a. Dasar Hukum Asuransi
Seperti diketahui dinegara
Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar
Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata )
dan Code de Commerce ( Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad
19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai
asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda
untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut.
Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang
yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam
tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi
hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku
di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan
asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan
10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur
tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa.
Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di
sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang
asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku
I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun di
luar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
“Sifat berlaku secara umum
ini saya simpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang
berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam
pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD
berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan ,
maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik
didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi
kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan
perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru.
Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum
asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa
:
“ Suatu perjanjian
untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya
baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu
kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak
hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774
KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal
asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah
dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut
pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan
lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi
:
ü bagaimana dengan
peristiwa yang diperjanjikan?
ü sampai seberapa jauh
causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
ü apakah bahaya datangnya
dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
ü adakah kesalahan
tertanggung ?
ü hal-hal yang memberatkan
resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung
7. Sumber : scribd.com
Judul :
Aspek Hukum Asuransi di Indonesia
Penulis : Abdul Mubarok, S H,M.H,MARS
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh
Pemerintah Kolonial Belanda yang tertuang dalam kodifikasi Wetboek Van
Koophandel (Kitab Undang Undang Hukum Dagang). Dalam WvK/KUHD diatur
tentang Asuransi Komersial. Lebih lanjut tentang Usaha Perasuransian diatur
dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11
Pebruari 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13. Kini,
seiring dengan perkembangan zaman, yaitu :
1) Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992
menyatakan : “...selain pengelompokan jenis usaha, usaha asuransi dapat
pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial...”
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia dalam TAP Nomor /MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem
Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang
menyeluruh dan terpadu.
3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3), hasil amandemen kedua 18 Agustus 2000,
yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”; dan
4) Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat
11 Agustus 2002, yang menyatakan : “Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”; maka dI Indonesia selain asuransi Komersial, dikenal juga dengan
Asuransi Sosial/Jaminan Sosial. Dengan demikian prinsip-prinsip hukum asuransi
komersial (Lex generalis) juga berlaku bagi asuransi sosial (lex
specialis), sepanjang tidak diatur lain oleh peraturan di lingkungan asuransi
sosial/jaminan sosial.
1.ASPEK HUKUM ASURANSI KOMERSIAL
1) Asuransi komersial diatur dalam :
(1) Burgerlijk Wetboek /Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23);
(2) Wetboek Van Koophandel/Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23, sebagaimana telah
beberapa kali dirubah, terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 1971 Tentang Perubahan
Dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 2959);
(3) Undang Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang
Usaha Perasuransian;
(4) Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang
terdapat di Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
(5) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999
yang berisikan tentang perubahan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
(6) KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang
Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
(7) KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang
Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;
(8) KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian; 2)
Pengertian Asuransi Pasal 246 KUHD /WvK,
Asuransi adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenement
(peristiwa tidak pasti). UU Nomor
2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian
(UU Asuransi), 11 Pebruari 1992,
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan. Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka asuransi
merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana
dalam Pasal 1320 KUH Perdata
, namun dengan karakteristik bahwa asuransi
adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 1774 KUH Perdata.
Pasal 1774 KUH Perdata Suatu persetujuan
untung–untungan (kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara
pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Jadi asuransi
adalah sebuah perjanjian yang bersifat untung-untungan.
3) Unsur
Asuransi
Asuransi harus mencakup unsur-unsur berikut
ini:
1. Penanggung dan tertanggung, atau disebut
juga sebagai Subjek Hukum.
2. Persetujuan antara si penanggung dan
tertanggung,
3.
Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung,
4.
Tujuan,
5. Premi dan r esiko,
6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi,
7.
Syarat-syarat,
8.
Polis asuransi.
4) Tujuan
Asuransi
a. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan
mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar
sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko
beralih kepada penanggung. b. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka
kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan
jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat
sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total
(total loss). Dengan demikian, tertanggung
mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh-sungguh diderita.
5) Berlakunya
Asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung
timbul pada saat ditutupnya asuransi
walaupun polis belum diterbitkan.
Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi
atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note)
dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai
ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan
asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (
Pasal 255 KUHD/WvK ).
8. Sumber : fh.unas.ac.id
Judul :
Mengenal Hukum Asuransi di Indonesia
Penulis : Mustari Soleman
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
Landasan Hukum
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa
produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri
Keuangan, di antaranya sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. KMK
No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.KMK No.423/KMK/2003 tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
9. Sumber : slidemateri.wordpress.com
Penulis :
Diunduh : Senin, 15 Desember 2014
DASAR
HUKUM
- Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan (Q.s al-Hasyr:18)
“hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah
kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan”
- Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad bersabda: “baarangsiapa yang menghilangkan
kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. Akan menghilangkan
kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang
maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat.”
Dalam hukum positif yang menjadi dasar hukum dalam asuransi syariah adalah UU
No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang masih bersifat global.
Sedangkan, dalam menjalankan usahanya secara syariah, perusahaan asuransi dan
reasuransi syariah menggunakan pedoman fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang pedoman umum asuransi syariah. oleh karena fatwa DSN tersebut
tidak memiliki kekuatan hukum maka dibentauk peraturan perundangan oleh
pemerintah yang berkaitan dengan asuransi syariah.
Terima kasih terlebih dahulu atas kesempatan yang diberi untuk mendapat pencerahan tetang kejahatan perusahaan Asuransi yang menerbitkan polis dan kwitansi palsu tanda tangan diatas materai. Dan doble cover untuk asets gedung. Yang mana kita ketahui bahwa hanya jiwa saja yang boleh doble cover. Terima kasih atas pencerahan dan solusinya.
BalasHapus