Cari Blog Ini

Senin, 22 Desember 2014

PENGERTIAN HUKUM ASURANSI


I.               PENGERTIAN HUKUM ASURANSI

1.    Sumber         : unjalu.blogspot.com
Judul              : Hukum Asuransi
Penulis          : Winza Lucky
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

Pertanggungan

Materi :
1.            Istilah dan defenisi / pengertian/ ruang lingkup / batasan
2.            Pengaturan
3.            Sejarah Asuransi / Pertanggungan
4.            Tujuan Asuransi / Pertanggungan
5.            Bentuk  Polis (Akta)
6.            Syarat dan Perjanjian Asuransi / Pertanggungan
7.            Polis : apa yang harus dimuat dari Polis
8.            Subjek dan objek Pertanggungan
9.            Jenis-jenis Asuransi
10.        Premi
-    Kontra Prestasi tentang pertanggungan
11.        Sejauh mana tanggung jawab Penanggung
12.        Hak dan Kewajiban dari Tertanggung

Literatur :
  1. Pokok-pokok  hak pertanggungan    à Abdul Kadir Muhammad
  2. Hk. Asuransidi Indonesia                      à Wirjono Projoditoro
  3. Hk. Pertanggungan                              à Emmy Pangaribuan S
  4. Hk. Asuransi Indonesia                         à Djoko Prakoso
  5. Pokok-pokok Hk. Pertanggungan       à Emmy P.S
  6. Beberapa aspek tentang hk Pertanggungan jiwa di Indonesia      à Santoso Proebjo Subroto
  1. Asuransi Kebakaran                             à J.E Kaihatu

PENDAHULUAN

A.      Istilah

Istilah Asuransi terdapat dalam bahasa :
1.   Asuransi dalam Bahasa Belanda
- Viflekering artinya pertanggungan
- Assurantie artinya asuransi
2.   Asuransi dalamBahasa Inggris
- Assurance artinya Asuransi

B.      Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD
Pertanggungan
-          Diibaratkan orang mempunyai pertalian beban / resiko dan dia tidak mampu menanggungnya sendiri maka dialihkan kepada orang lain.
-          Kalau terjadi ancaman maka orang mengalihkan resiko untuk mendapatkan ganti kerugian
-          Adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan

Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sanksi
Hukum tertulis            :           KUHD
Hukum tidak tertulis    :           Praktek sehari-hari masyarakat mengenai pertanggungan
Jadi Hukum asuransi adalah hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sangksi yang mengatur tentang peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan.
Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP
Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi.
Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHP
1.      Suatu perjanjian asuransi muncul karena adanya kata sepakat ,mungkin Sepakat benda / Syarat-syaratnya Sepakat :
           Para pihak sepakat mengenai benda2  Syarat-syaratnya dan apapun yang terjadi
          Jika tidak ada kata sepakat maka perjanjian asuransi batal. Pasal 251 KUHD
2.      Adanya peralihan resiko dari seorang tertanggung kepada penanggung
3.      Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung
4.      Adanya peristiwa tidak tertentu/belum pasti
5.      Adanya ganti kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas peristiwa yang terjadi. Semakin  besar resiko yang ditanggung maka besar premi yang di bayar jadi adanya prinsip keseimbangan. Menurut pasal  1774 KUHPerdata.
Perjanjian pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan (Kans Overenkoms/chance agreatment)
Misalnya :
-          Perjanjian pertaruhan / perjudian
-          Perjanjian pertanggungan
-          Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup

a.     Perjanjian pertanggungan masuk  perjanjian untung-untungan karena perjanjian ini dikaitkan pada peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan karena peristiwn belum tentu terjadi

b.     Perjanjian pertanggungan tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:
1.   Adanya premi dan ganti rugi
      Jadi adanya keseimbangan hak dan keajiban
2.   Unsur kepentingan adalah syarat mutlak
3.   Karena apabila terjadi  wanprestasi dapat diajukan kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua perjanjian itu termasuk perjanjian untung-untungan karena :
1.            Berkaitan dengan peralihan resiko
-    Dalam pertanggungan ada peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung dan orang  yang mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya keseimbangan antara premi dengan resiko
-    Sedangkan dalam pertaruhan tidak ada keseimbangan atau azas keseimbangan resiko itu tidak terlalu dipentingkan.
2.      Dalam pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian asuransi batal.
- Dalam pertaruhan tidak ada unsur kepentingan
3.            Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat ke pengadilan
Pertaruan tidak dapat digugat ke pengadilan

Isi Pasal 1774 KUHPerdata
  1. Merupakan suatu perbuatan hukum
  2. Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua pihak
  3. Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi
KESIMPULAN
Pertanggungan masuk kedalam perjanjian untung-untungan karena adanya peristiwa yang belum tentu terjadi.

C.     Sumber Hukum / Pengaturan Asuransi
Sumber Hukum Asuransi / pertanggungan terdapat dalam
1.    Hukum Tertulis
A.    KUHD
      Dalam KUHD Terbagi 2 :
1.            Aturan bersifat umum ( Bab 9 Buku I )
         Berlaku untuk semua bentuk-bentuk perjanjian asuransi baik di dalam KUHD maupun di luar KUHD
2.            Aturan bersifat khusus ( BAB 10 buku I )
         Mengatur tentang bahaya tertentu, kebakaran, bahaya yang mengancam hasil panen, pertanggungan jiwa
-                   Bab 9 Buku II  : Pertanggungan  laut
-                   Bab 10 buku II  : Pertanggungan dalam pengangkutan
            Diluar KUHD
1.  UU No. 33 / 1964
      Pertanggungan penumpang kecelakaan
2.   UU No.34 / 1964
      Pertanggungan tentang kecelakaan lalu lintas jalan
3.  UU No. 10 / 1963
      Tabungan asuransi (Taspen)
Alasan-alasan Asuransi ada di luar KUHD
1.      Bahaya yang mengancam itu pada waktu pembuatan itu belum ada
2.      Pada waktu UU itu lahir orang tidak memasukkannya karena merasa belum penting
3.      Diyakini karena masih banyak bahaya yang mengancam harta jiwa, dll

B.  KUH Perdata

2.    Hukum tidak tertulis
Praktek dalam masyarakat

D.      SEJARAH / RIWAYAT ASURANSI
Sejarah / Riwayat Asuransi terbagi atas 3 kelompok
1.    Zaman sebelum masehi ( zaman Yunani )
      Sudah ada praktek-praktek Asuransi yaitu yang terlihat dari :
      Zaman Pemerintah Alexander  praktek asuransinya yaitu Raja  memerintahkan sifatnya untuk memungut iuran (premi) kepada budak, dan resiko yang harus ditanggung Raja adalah menangkap budak-budak yang lari jika tidak tertangkap maka diberikan ganti rugi kepada pemilik budak.
      Adanya pemungutan oleh Kota Praja dalam bentuk yang dianggap sebagian premi jika meninggal seorang penduduk kota Praja mak Pemerintah berkewajiban memberikan ganti kerugian  / biaya-biaya pemakaman
      Jadi sudah ada cikal bakal lahirnya hukum pertanggungan

2.    Pada abad Pertengahan
      Sudah ada sejarah asuransi yang menjadi cikal bakal hukum asuransi
-          Di Inggris ada perkumpulan orang-orang se profesi. Maka semua anggota berkewajiban membayar iuran dan kalau terjadi kebakaran rumah dan anggota maka ada ganti rugi yang diambil dari iuran
-          Pada abad 13 dan 14
Perdagangan lautan yang berkembang dan orang coba mencari cara untuk mengatasi resiko / kerugian yang terjadi dilautan seperti kecelakaan, perampokan yaitu dengan cara mencari orang lain yang dapat menanggung resiko yang akan terjadi dengan membayar iuran (premi) yang mana ada penanggung yang memberikan ganti rugi.
3.    Setelah abad pertengahan (Abad 19)
Yang berkembang di Inggris dan Prancis, Asuransi kebakaran yang ditandai dengan lahirnya :
-          1880 code commercial (KUHD Prancis) yang memuat pertanggungan laut
-          1938 lahirnya Wuk (Belanda) yang memuat pertanggungan lainnya
-          1848 lahirnya 1848 ( KUHD Indonesia)





2.    Sumber         : legalbanking.wordpress.com
Judul              : Dasar-dasar Hukum Asuransi
Penulis          : legalbanking
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014



A.                 DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
  1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
  2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
  3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
  4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
  5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
  1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
  2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
  3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
  4. Tujuan yang ingin dicapai;
  5. Resiko dan premi;
  6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
  7. Syarat-syarat yang berlaku;
  8. Polis asuransi.


3.    Sumber         : id.m.wikipedia.org
Judul              : Asuransi
Penulis          : Alghaderi aliffianiko
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

Asuransi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis di mana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Istilah "diasuransikan" biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan perlindungan.

Daftar isi

Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992[2]

Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tertanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
Contohnya: seorang pasangan membeli rumah seharga Rp100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa mereka kepada kehancuran finansial, mereka mengambil perlindungan asuransi dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan asuransi.

Asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Definisi Asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tentang asuransi atau pertanggungan seumurnya, Bab 9, Pasal 246:
"Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.”

Penanggung menggunakan ilmu aktuaria

Penanggung menggunakan ilmu aktuaria untuk menghitung risiko yang mereka perkirakan. Ilmu aktuaria menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas, yang dapat digunakan untuk melindungi risiko untuk memperkirakan klaim di kemudian hari dengan ketepatan yang dapat diandalkan.
Contohnya, banyak orang membeli kebijakan asuransi kepemilikan rumah dan kemudian mereka membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila kehilangan yang dilindungi terjadi, penanggung harus membayar klaim. Bagi beberapa tertanggung, keuntungan asuransi yang mereka terima jauh lebih besar dari uang yang mereka telah bayarkan kepada penanggung. Lainnya mungkin tidak membuat klaim. Kalau dirata-ratakan dari seluruh kebijakan yang dijual, total klaim yang dibayar keluar lebih rendah dibanding total premi yang dibayar kepada tertanggung, dengan perbedaannya adalah biaya dan keuntungan.

keuntungan perusahaan asuransi

Perusahaan asuransi juga mendapatkan keuntungan investasi. Ini diperoleh dari investasi premi yang diterima sampai mereka harus membayar klaim. Uang ini disebut "float".[butuh rujukan] Penanggung bisa mendapatkan keuntungan atau kerugian dari harga perubahan float dan juga suku bunga atau deviden di float. Di Amerika Serikat, kehilangan properti dan kematian yang tercatat oleh perusahaan asuransi adalah US$142,3 miliar dalam waktu lima tahun yang berakhir pada 2003. Tetapi keuntungan total di periode yang sama adalah US$68,4 miliar, sebagai hasil dari float.[butuh rujukan]

Prinsip dasar asuransi

Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
*Insurable interest Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
*Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
*Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
*Indemnity Suatu mekanisme di mana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
*Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
*Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.

Penolakan asuransi

Beberapa orang menganggap asuransi sebagai suatu bentuk taruhan yang berlaku selama periode kebijakan. Perusahaan asuransi bertaruh bahwa properti pembeli tidak akan hilang ketika pembeli membayarkan uangnya. Perbedaan di biaya yang dibayar kepada perusahaan asuransi melawan dengan jumlah yang dapat mereka terima bila kecelakaan terjadi hampir sama dengan bila seseorang bertaruh di balap kuda (misalnya, 10 banding 1). Karena alasan ini, beberapa kelompok agama termasuk Amish menghindari asuransi dan bergantung kepada dukungan yang diterima oleh komunitas mereka ketika bencana terjadi. Di komunitas yang hubungan erat dan mendukung di mana orang-orangnya dapat saling membantu untuk membangun kembali properti yang hilang, rencana ini dapat bekerja. Kebanyakan masyarakat tidak dapat secara efektif mendukung sistem seperti di atas dan sistem ini tidak akan bekerja untuk risiko besar


4.    Sumber         : facebook.com
Judul              : Pengertian Asuransi Umum, Tujuan, Definisi, Sifat, Polis,
                       Premi, Subjek dan Objek
Penulis          : Wildan Zhafiry
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

Asuransi
Pengertian Asuransi - Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek Van Koophandle, bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatru perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri dengan seseorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan didenda karena suatu peristiwa tak tentu. Ketentuan ini berlaku bagi semua macam pertanggungan, baik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun yang ada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). ( Pengertian Asuransi )
Pengertian Asuransi Umum - Terdapat 3 (tiga) unsur mutlak yang perlu diperhatikan dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu :
1. Adanya Kepentingan
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupakan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau pasti. Unsur kepentingan adalah unsur yang mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya avemen.
2. Adanya Peristiwa Tak Tentu
Unsur peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa, yaitu kematian adalah suatu peristiwa yang pasti akan terjadi, dimana yang tidak tertentu adalah “kapan” kematian itu akan menjadi kenyataan. Peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa baru ada apabila si penanggung mengikatkan diri untuk membayar, kalau kematian datang lebih pendek daripada jangka waktu dan kemungkinan berlangsungnya hidup orang yang bersangkutan. Lain halnya dengan pertanggungan kerugian sebab disana peristiwa itu adalah suatu kejadian yang menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadi. (Prof Emmy Pangaribuan Simanjuntak., SH., Hukum Pertanggungan, Penerbit Liberti)
3.Adanya Kerugian - Pengertian Asuransi
Penggantian kerugian diberikan penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi tidak menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah hasil penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak. (Ibid, Halaman 9)
Jadi pemberian uang oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu penggantian kerugian, oleh karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai dengan uang. Rumusan definisi pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) berlaku bagi segala macam pertanggungan, dengan demikian berlaku bagi pertanggungan kerugian maupun bagi pertanggungan sejumlah uang atau pertanggungan jiwa.
Tujuan Asuransi - Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai berikut: (R adiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Jakarta : Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1995, halaman 56)
1. Tujuan Ganti Rugi
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian.
Jadi tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali memperoleh baals jasa atau premi.
2. Tujuan tertanggung
Adalah sebagai berikut :
Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu idiambil oleh penanggung.
Tujuan Penanggung
Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :
Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan lapangan kerja, apabila penanggung membutihkan tenaga pembantu.
Tujuan Khusus, adalah :
Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alhi risiko yang dihadapi.
Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
Sifat Asuransi
Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari hukum Berat, baik dalam pengertian maupun adlam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut: (W irjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia jakarta, Inter Masa, 1994, halaman 10)
a. Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over Komst), yaitu suatu pemufakatan antaar dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhAdap seorang lain atau lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b. Sifat timbal balik (Weder Kerige)
Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c. Sifat Konsensual
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD).
d. Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging ) adalah asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan peraturannya.
Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artiny asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar, yaitu kedalam jdapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota selaku terjamin, dan keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota sendiri maupun dengan orang lain.
e. Sifat Perusahaan
Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap si penjamin.
Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya.
Polis dan Premi di dalam Asuransi
- Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanyakesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinaman “polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjianprtanggungan yang merupakan bukti tertulis.
Pada perjanjian asuransi atau pertanggungan antara para pihak, seorang penanggung harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam jangka waktu sebagai berikut: (Radiks Purba, Op Cit. halaman 59)
Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung dan tertanggung yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus duserahkan kepada tertanggung dalam tempo 24 jam (pasal 259 KUHD).
Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada tertangung paling lama dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD).
- Fungsi Umum Polis, adalah :
Perjanjian pertanggungan (Contract Of Indonesia)
Sebagai bukti jaminan dri penanggung kepada tertanggung untuk mengganti krugian yang mungkin dialami oleh tergugat akibat peristiwa yang tidak diduga sebelumnya dengan prinsip :
Untuk mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian;
atau
Untuk mengindarkan tertanggung dari kebangkrutan (Toial Collapse)
Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
- Is polis pada Umumnya dalam Asuransi
Sesuai dengan peraturan Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dengan pengecualian terhadap asuransi atau pertanggungan jiwa, terdapat 8 (delapan) syarat diantaranya yaitu (.N Purwosujipto, SH. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan, 1990, halaman 63)
Hari ditutupnya perjanjian pertanggungan. Nama orang yang menutup pertanggungan, atas namanya sendiri atau atas tanggungan orang ketiga.
Uraian yang jelas mengenai benda pertangungan atau obyek yang dijamin
Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi)
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
Saat mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana didakan jaminan oleh penjamin.
Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin.
 Keterangan tambahan yang perlu diketahui oleh penjamin dan janji-janji khusus yang diadakan oleh kedua belah pihak.
- Premi Didalam Asuransi
Pengertian premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung.
Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah pertanggungan, dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung terhadap resiko yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan tetapi hal ini dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.( mmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990, halaman 41)
Fungsi dari premi merupakan harga pembelian dari tanggungan yang wajib diberikan oleh penanggung atau sebagai imbalan resiko yang diperalihkan pertanggungan dibuat, kecuali pertanggungngan saling menanggung. Sedangkan mengenai pembayaran premi, biasanya dibayar tunai pada saat perjanjian pertanggungan ditutup. Tetapi jika premi diperjanjikan dengan anggaran maka premi dibayar pada permulaan tiap-tiap waktu angsuran.
Subyek dan Obyek Asuransi
- Subyek Asuransi
Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di satu pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung.( bid, halaman 34)
Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa disaimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu :
Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi.
Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi
- Obyek Asurans
Yang dipergunakan pada umumny adalah harta benda seseorang atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah sama dengan benda pertanggungan.
Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat celaka orang lain.
Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu :
Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
Hak milik atas benda
Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepintangan”. kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu pertanggungan seorang tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, penanggung tidak wajib memberi ganti rugi.
Mengingat pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak setiap kepentingan dapat dieprtanggungkan. Agar dapat diprtanggungkan, kepentingan yang dimaksud harus memenuhi syarat tertentu.
Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan, bahwa yang dapat menjadi obyek asuransi ialah semua kepentingan yang :
Dapat dinilai dengan sejumlah uang dapat diancam oleh macam bahaya.
 Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita karena tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan sebagainya. Jadi selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang terlihat sebagai barang yang terkena suatu macam bahaya.(W irjono Prof Jodikoro, SH., Asuransi di Indonesia, penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1994, halaman 41)
a. Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu kehilangan yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah benda yang terkena.
Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan dengan pokok pertanggungannya.(Prof. emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op Cit, Halaman 13 : 14)
b. Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan
Ada pertanggungan dimana benda pertanggungannya dan pokok pertanggungannya tidak jatuh bersama. Pokok pertanggungan berbeda dengan benda pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa pokok penanggungan dan benda pertanggungan itu adalah identik.
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau tidak pasti. Unsur kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada sat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen.
Molengraff mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan ialah harta kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan tertanggung yang dipertanggungkan yang mungkin diserang bahaya. Definisi Molengraff ini menunjuk langsung pada benda, yakni harta kekayaan.
Namun hal ini sulit dijelaskan pada pertanggungan kendaraan bermotor dengan WA (Wettelijke Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan tanggung jawab menurut hukum. Pada pertentangan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah kewajiban tertanggung menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga. Jadi singkatnya menurut Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah hak dan kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan.
Artikel Pengertian Asuransi Umum, Tujuan, Definisi, Sifat, Polis, Premi, Subjek dan Objek ini ditulis dengan referensi foot note agar telihat ilmiah. semoga teman teman semua dapat mengambil manfaatnya.

5.    Sumber         : herygaara5.wordpress.com
Judul              : Perjanjian Asuransi
Penulis          : herygaara5
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

PENDAHULUAN
Secara umum istilah asuransi atau pertanggungan dapat mempunyai berbagai arti dan batasan, sesuai dengan siapa yang memberikannya dan dipergunakan untuk sasaran apa. Asuransi atau pertanggungan dapat ditelaah dan diberi batasan dari bidang-bidang ekonomi, hukum, bisnis, matematika atau sosial. Dalam hal ini istilah asuransi, maupun pertanggungan dipergunakan secara bersamaan dan ditelaah dari dua sisi yang sama. Pertama asuransi atau pertanggungan dilihat dan ditelaah dari sisi dan kedudukannya sebagai suatu lembaga atau institusi, ternyata lembaga tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang sebenarnya masuk dalam sisi kedua dari asuransi atau pertanggungan itu sendiri. Kedua asuransi atau pertanggungan dapat dilihat sebagai suatu kegiatan, sedangkan kegiatan yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai suatu perjanjian yang tidak lain adalah perjanjian asuransi. Perjanjian-perjanjian asuransi tersebut, dilakukan oleh lembaga dengan banyak pihak dengan frekuensi relatif tinggi dalam jangka waktu yang juga relatif panjang sesuai dengan batas usia lembaga itu sendiri.
Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan yang spesifik dan pasti yang berkisar pada manfaat ekonomi bagi kedua pihak yang mengadakan perjanjian. Sampai saat ini di Indonesia secara umum, perjanjian asuransi diatur dalam dua kodifikasi, baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dalam KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasikan sebagai salah satu dari yang termasuk perjanjian untung-untungan sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1774. Pasal pertama KUH Dagang yang mengatur perjanjian asuransi dimulai dalam pasal 246 yaitu yang memberikan batasan perjanjian asuransi.
Jadi meskipun perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian perjanjian asuransi ?
2. Mengapa perjanjian asuransi bukan termasuk perjanjian untung-untungan ?
3. Syarat sahnya asuransi dan pengertian polis ?
4. Hal-hal yang menyebabkan perjanjian asuransi berakhir ?
PEMBAHASAN
1. Pengertian Perjanjian Asuransi
Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , pengertian asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 2 Tahun 1992, asuransi adalahperjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan deiderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur yang terdapat dalam asuransi adalah :
a. Pihak-pihak
b. Status pihak-pihak
c. Objek asuransi
d. Peristiwa Asuransi
e. Hubungan Asuransi

2. Perjanjian Asuransi Bukan Persetujuan Untung-untungan
Perjanjian Asuransi bukanlah perjanjian yang termasuk kedalam persetujuan untung-untungan, alasanya adalah karena :
a. Pengalihan resiko diimbangi dengan premi yang dibayarkan , sehingga premi ini sebagai pengganti dari kerugian yang timbul.
b. Kepentingan syarat mutlak
c. Kalaupun ada gugatan yang diajukan baik dari pihak penanggung maupun tertanggung, diselesaikan melalui pengadilan.
d. Adanya suatu akibat hokum dari perjanjian tersebut.

3. Syarat Sahnya Asuransi dan Pengertian Polis
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga pada perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka di samping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam KUHD. Syarat-syarat sah perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut ada empat syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Sedangkan syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam pasal 251 KUHD.
a. Kesepakatan (consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi.
Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:
a. Benda yang menjadi objek asuransi
b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi.
c. Evenemen dan ganti kerugian
d. Syarat-syarat khusus asuransi
e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis.
Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara tidak langsung artimya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara. Penggunaan jasa perantara memang dibolehkan menurut undang-undang. Dalam Pasal 260 KUHD ditentukan, apabila asuransi diadakan dengan perantaraan seorang makelar maka polis yang sudah ditandatangani harus diserahkan dalam waktu 8 (delapan hari setelah perjanjian dibuat. Dalam pasal 5 huruf (a) undang-undang No. 2 Tahun 1992 ditentukan, perusahaan pialang Asuransi dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi. Perantara dalam KUHD disebut makelar, dalam Undang-Undang No.
2 Tahun 1992 disebut Pialang.
Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung itu dibuat secara bebas, artinya tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 1992 ditentukan bahwa penutupan asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung kecuali bagi program Asuransi Sosial. Ketentuan ini dimaksud untuk melindungi hak tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggungnya. Hal ini dipandang perlu mengingat tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan atas objek yang diasuransikan, jadi sudah sewajarnya apabila mereka secara bebas tanpa pengaruh dan tekanan dari pihak manapun dalam menentukan penanggungnya.
b. Kewenangan (authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwakilan (trusteeship), dan pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan milknya sendiri. Sedangkan penanggung adalah pihak yang sah mewakili Perusahaan Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.
Kewenangan pihak tertanggung dan penanggung tersebut tidak hanya dalam rangka mengadakan perjanjian asuransi, melaikan juga dalam hubungan internal di lingkungan Perusahaan Asuransi bagi penanggung, dan hubungan dengan pihak ketiga bagi tertanggung, misalnya jual beli objek asuransi, asuransi untuk kepentingan pihak ketiga. Dalam hubungan dengan perkara asuransi di muka pengadilan, pihka tertanggung dan penanggung adalah berwenang untuk bertindak mewakili kepentingan pribadinya atau kepentingan Perusahaan Asuransi.
c. Objek Tertentu (fixed object)
Objek tertentu dalam Perjanjian Asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada Perjanjian Asuransi kerugian sedangkan objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada Perjanjian Asuransi jiwa. Pengertian objek tertentu adalah bahwa identitas objek asuransi tersebut harus jelas. Apabila berupa harta kekayaan, harta kekayaan apa, berapa jumlah dan ukurannya dimana letaknya, apa mereknya, butan mana, berapa nilainya dan sebagainya. Apabila berupa jiwa atau raga atas nama siapa, berapa umumnya, apa hubungan keluarganya, di mana alamatnya, dan sebagainya.
Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu. Dikatakan ada hubungan langsung apabila tertanggung memiliki sendiri harta kekayaan, jiwa atau raga yang menjadi objek asuransi. Dikatakan ada hubungan tidak langsung apabila tertanggung hanya mempunyai kepentingan atas objek asuransi. Tertanggung harus dapat membuktikan bahwa dia adalah sebagai pemilik atau mempunyai kepentigan atas objek asuransi.
Apabila tertanggung tidak dapat membuktikannya, maka akan timbul anggapan bhwa tertanggung tidak mempunyai kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan asuransi batal (null and void). Undang-undang tidak akan membenarkan, tidak akan mengakui orang yang mengadakan asuransi tetapi tidak mempunyai kepentingan (interest). Walau pun orang yang mengadakan asuransi itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan objek asuransi, dia harus menyebutkan untuk kepentingan siapa asuransi itu diadakan. Jika tidak demikian maka asuransi itu dianggap tidak ada. Menurut ketentuan Pasal 599 KUHD, dianggap tidak mempunyai kepentingan adalah orang yang mengasuransikan benda yang oleh undang-undang dilarang diperdagangkan, dan kapal yang mengangkut barang yang dilarang tersebut. Apabila diasuransikan juga, maka asuransi tersebut batal.
d. Kausa yang Halal (legal cause)
Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Contoh asuransi yang berkuasa tidak halal adalah mengasuransikan benda yang dilarang undang-undang untuk diperdagangkan, mengasuransikan benda tetapi tertanggung tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulai yang sama dengan perjudian. Asuransi bukan perjudian dan pertaruhan.
Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi. Jadi kedua belah pihak berprestasi tertanggung membayar premi, penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. Jika premi dibayar, maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar, risiko tidak beralih.
e. Pemberitahuan (notification)
Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD, semua pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi.
Kewajiban pemberitahuan Pasal 251 KUHD tidak bergantung pada ada itikad baik atau tidak dari tertanggung. Pabila tertanggung keliru memberitahukan, tanpa kesengajaan, juga mengakibatkan batalnya asuransi, kecuali jika tertanggung dan penanggung telah memperjanjikan lain. Biasanya perjanjian seperti ini dinyatakan dengan tegas dalam polis dengan klausa ”sudah diketahui”.
Dalam buku I Bab IX KUHD, menyebutkan syarat- khusus sahnya perjanjian asuransi, yaitu :
1. Asas indemnitas adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.
2. Asas kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam perjanjian asuransi/pertanggungan. Maksudnya adalah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.
3. Asas kejujuran yang sempurna dalam perjanjian asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: iktikad baik yang sebaik-baiknya. Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.
4. Asas subrogasi bagi penanggung meskipun tidak mempengaruhi sah atau tidaknya perjanjian asuransi, perlu dibahas, karena merupakan salah satu asas perjanjian asuransi yang selalu ditegakkan pada saat-saat dan keadaan tertentu dalam rangka menerapkan asas pertama perjanjian asuransi ialah dalam rangka tujuan pemberian ganti rugi ialah asas indemnitas.
Pengertian Polis
Berdasarkan pasal 255 KUHD , polis merupakan akta tertulis mengenai pertanggungan jiwa. Isi polis menyatakan :
a. Hari ditutupnya pertanggungan.
b. Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau tanggungan orang lain.
c. Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan
d. Jumlah uang untuk diadakan pertanggungan.
e. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
f. Kapan bahaya mulai berlaku untuk penanggung dan saat berakhirnya.
Suatu polis harus ditandatangani oleh pihak penanggung dan tertanggung.
4. Hal-Hal Yang Menyebabkan Perjanjian Asuransi Berakhir
a. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir. Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen). Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
b. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
c. Karena Asuransi Gugur
Dalam ketentuan Pasal 306 KUHD: “Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”,
Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam ketentuan Pasal 307 KUHD juga ditentukan: “Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
d. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.
KESIMPULAN
Perjanjian asuransi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada Bab IX mulai dari pasal 246 KUHD. Dalam KUHD Bab IX mengatur semua tentang asuransi. Selain KUHD, KUHPerdata juga mengatur tentang perjanjian asuransi misalnya, dalam pasal 1320 KUHPerdata terdapat syarat umum dalam syarat sahnya suatu perjanjian asuransi. Sehingga bisa dikatakan dalam KUHD Bab IX adalah Lex Spesialis, sedangkan KUHPerdata adalah Lex Generalies.
Perjanjian asuransi bukanlah persetujuan untung-untungan , sebab seperti yang telah disebutkan diatas telah jelas mengapa perjanjian asuransi bukan dikatakan sebagai persetujuan untung-untungan.
Syarat sah perjanjian asuransi :
a. Syarat umum ( pasal 1320 KUHPerdata )
ü Kesepakatan
ü Kecakapan
ü Suatu hal tertentu
ü Suatu sebab yang halal
b. Syarat khusus ( buku I bab IX KUHD )
ü Asa idemnitas
ü Asas kepentingan
ü Asas kejujuran yang sempurna
ü Asas subrogasi pada penanggung
Hal yang menyebabkan perjanjian asuransi berakhir :
a. Karena Terjadi Evenemen
b. Karena Jangka Waktu Berakhir
c. Karena Asuransi Gugur
d. Karena Asuransi Dibatalkan


6.    Sumber         : angelinasinaga.wordpress.com
Judul              : Makalah Hukum Asuransi
Penulis          : Sere Sinaga
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

BAB II
PEMBAHASAN
1.    PENGERTIAN
Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassuranc yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan kembali.
 1.Pengertian Berdasarkan Undang-Undang:
• Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
• Undang-Undang No. 2 Tahun 1992.
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1 P.M. Tambunan, Aspek Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Departemen Kehakiman, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 21-23 Maret l989, hal. L
• KUHP pasal 246.
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meneriam suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan.
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu yang tak tertentu.
Pengertian Menurut Para Ahli:
• Prof. Mehr dan Cammack.
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
• C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins.
ü mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
”Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
ü ”Asuransi adalah suatu persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial”
• Khoiril Anwar.
Asuransi adalah salah satu cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asurandi akan membantu untuk mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis bisa diperkecil
• Mamat Ruhimat.
Asuransi adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertangging dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
• Eddy Suryanto Soegoto.
Asuransi adalah pengelolaan kerugian melalui transfer risiko tersebut kepada perusahaan asuransi, yang setuju untuk mengganti kerugian tertanggung atas kerugian tersebut, untuk memberikan manfaat berupa uang lain pada suatu kejadian, atau untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan resiko.
2. DASAR HUKUM
a. Dasar Hukum Asuransi
Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata ) dan Code de Commerce ( Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun di luar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
“Sifat berlaku secara umum ini saya simpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan , maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru. Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
ü bagaimana dengan peristiwa yang diperjanjikan?
ü sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
ü apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
ü adakah kesalahan tertanggung ?
ü hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung.
2 DR.Rudhi Prasetya.SH,Makalah pada Seminar Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, diselenggarakan oleh BPHN bekerja sama dengan Fakultas Hukum Univ.Trisakti.
3. SEJARAH HUKUM ASURANSI
1. Zaman Kebesaran Yunani
Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356–323 BC) seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak – budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.3
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut.
Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.4
3Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), Halaman. 1
4 Prof.Dr.Wirjono Prodjodikoro,SH,Hukum Asuransi di Indonesia,Cetakan ke 7,1982,Hal.15
2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
Perjanjian seperti pada zama Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan ( collegium ) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.
Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin ( onderlingne levensverzekering ).
3. Zaman Abad Pertengahan
Peristiwa – peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran. 5
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan negara – negara Eropa lainnya sampai pada abad ke – 12. Pada abad ke – 13 dan abad ke – 14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut.6
Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij.
Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah – olah sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.
5 Abdulkadir Muhammad, Ibid, Halaman. 2
6 Abdulkadir Muhammad, Ibid, Halaman. 3
Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar – benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.7
7 Abdulkadir Muhammad, Ibid, Halaman. 3
4. Zaman Sesudah Abad Pertengahan
Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di Negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847. 8
8 Abdulkadir Muhammad, Ibid, Halaman. 4
5. Zaman Kodifikasi Perancis
Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang dilakukan Kaisar Napoleon dimuat dalam Kitab Code Civil ( KUHPER) dan Code De Commerce (KUHD). Pada abad ke 19, Code De Commerce hanya memuat pasal Asuransi Laut.
Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu berangsur-angsur bergeser menjadi perusahaan.
Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan kembali.
2) Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10.
3) Sejarah Hukum Asuransi dibagi dalam:
• Zaman Kebesaran Yunani
• Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
• Zaman Abad Pertengahan
• Zaman Sesudah Abad Pertengahan
• Zaman Kodifikasi Perancis


7.    Sumber         : angelinasinaga.wordpress.com
Judul              : Pengantar Hukum Asuransi
Penulis          : Angelina Sinaga
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

1. Latar Belakang
Di Indonesia sekarang ini pemakaian asuransi untuk mencegah timbulnya kerugian pada saat mengalami kondisi yang tidak disengaja sudah semakin diminati masyarakat. Oleh sebab itu pada kesempatan ini saya akan mencoba membahas mengenai Asuransi, khususnya mengenai Sejarah Asuransi, baik sejarah awal adanya asuransi sampai kepada sejarah asuransi di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Permasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Asuransi
2. Dasar Hukum Asuransi
3. Sejarah Hukum Asuransi

3. Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan seluruh mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jawaban dari rumusan masalah yang dipaparkan dalam makalah ini.
4. Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam membahas makalah ini adalah dengan membahas persub judul, seperti yang telah dituliskan dalam rumusan masalah, yaitu terdapat tiga (3) masalah yang akan dibahas satu-persatu.

5. Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memberikan masukan dan asupan ilmu kepada mahasiswa mengenai apa yang dimaksud dengan Hukum Asuransi, baik menurut Undang-undang ataupun menurut para ahli.
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang menjadi landasan dari Hukum Asuransi
3. Mahasiswa mengetahui “Sejarah Hukum Asuransi”
BAB II

PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan kembali. 1
Pengertian Berdasarkan Undang-Undang:
• Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
• Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1 P.M. Tambunan, Aspek Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Departemen Kehakiman, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 21-23 Maret l989, hal. L
• KUHP pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meneriam suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan.
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu yang tak tertentu.
Pengertian Menurut Para Ahli:
• Prof. Mehr dan Cammack
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
• C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins
ü mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
”Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
ü ”Asuransi adalah suatu persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial”.
• Khoiril Anwar
Asuransi adalah salah satu cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asurandi akan membantu untuk mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis bisa diperkecil.
• Mamat Ruhimat
Asuransi adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertangging dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung.
• Eddy Suryanto Soegoto
Asuransi adalah pengelolaan kerugian melalui transfer risiko tersebut kepada perusahaan asuransi, yang setuju untuk mengganti kerugian tertanggung atas kerugian tersebut, untuk memberikan manfaat berupa uang lain pada suatu kejadian, atau untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan resiko.
2. DASAR HUKUM
a. Dasar Hukum Asuransi
Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata ) dan Code de Commerce ( Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun di luar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
“Sifat berlaku secara umum ini saya simpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan , maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru. Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
ü bagaimana dengan peristiwa yang diperjanjikan?
ü sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
ü apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
ü adakah kesalahan tertanggung ?
ü hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung.
2 DR.Rudhi Prasetya.SH,Makalah pada Seminar Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, diselenggarakan oleh BPHN bekerja sama dengan Fakultas Hukum Univ.Trisakti
3. SEJARAH HUKUM ASURANSI
1. Zaman Kebesaran Yunani
Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356–323 BC) seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak – budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.3
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut. Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.
2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
Perjanjian seperti pada zama Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan ( collegium ) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.
Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin ( onderlingne levensverzekering ).
3. Zaman Abad Pertengahan
Peristiwa – peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.  Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan negara – negara Eropa lainnya sampai pada abad ke – 12. Pada abad ke – 13 dan abad ke – 14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut. Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah – olah sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.
Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar – benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.
Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di Negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.

Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu berangsur-angsur bergeser menjadi perusahaan.
Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan kembali.
2) Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10.
3) Sejarah Hukum Asuransi dibagi dalam:
• Zaman Kebesaran Yunani
• Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
• Zaman Abad Pertengahan
• Zaman Sesudah Abad Pertengahan
• Zaman Kodifikasi Perancis.
8.    Sumber         : Jhohandewangga.wordpress.com
Judul              : Makalah Tentang Asuransi
Penulis          : Jhohandewangga
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014
  1. A.    LATAR BELAKANG
Resiko dimasa datang dapat terjadi terhadap kehidupan sesorang misalnya kematian, sakit atau resiko dipecat dari pekerjaannya. Dalam dunia bisnis resiko yang dihadapi dapat berupa resiko kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan atau resiko lainnya. Oleh karena itu setiap resiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Untuk mengurasngi resiko yang tidak diinginkan dimasa yang akan datnag, seperti resiko kehilangan, resiko kebakaran, resiko macetnya pinjaman kredit bank atau resiko laiinnya, maka diprlukan perusahaan yang mau menanggung rediko tersebut. Adalah perusahaan asuransi yang mau menanggung resiko yang bakal dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang melakukan usaha pertanggung jawaban terhadap resiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya.
  1. RUMUSAN MASALAH
    1. Pengertian dari Asuransi?
    2. Tujuan dan jenis – jenis dari asuransi?
    3. Terjadinya dan Berakhirnya Asuransi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Asuransi
Didalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) disebut bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penangung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu Premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu.”
Menurut Wirdjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia, asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
D.S. Hansell dalam bukunya Elements of Insurance menayatakan bahwa asuransi selalu berkaitan dengan resiko (Insurance is to do with risk).
Menurut Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya Principles of Insurance menyatakan bahwa suatu pengalihan resiko (transfer of risk) disebut asuransi.
Berdasaarkan pengertian pasal 246 KUHD dapat disimpulkan ada tiga unsur dalam Asuransi, yaitu:
  1. Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada pihak penanggung baik sekaligus atau berangsur-angsur
  2. Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila unsur ketiga berhasil
  3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi
B.        Tujuan Dan Jenis-Jenis Asuransi
1.         Tujuan Asuransi
Menurut Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S. H., asuransi itu mempunyai tujuan, pertama-tama ialah: mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi kepada orang lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugian. Pikiran yang terselip dalam hal ini ialah, bahwa lebih ringan dan mudah apabila yang menanggung resiko dari kekurangan nilai benda-benda itu beberapa orang daripada satu orang saja, dan akan memberikan suatu kepastian mengenai kestabilan dari nilai harat bendanya itu jika ia akan mengalihkan resiko itu kepada suatu perusahaan, dimana dia sendiri saja tidak berani menanggungnya.
Sebaliknya seperti yang dikemukakan oleh Mr. Dr. A. F. A. Volman  bahwa orang-orang lain yang menerima resiko itu, yang disebut penanggung bukanlah semata-mata melakukan itu demi prikemanusiaan saja dan bukanlah pula bahwa dengan tindakan itu kepentingan-kepentingan mereka jadi korban untuk membayar sejumlah uang yang besar mengganti kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa itu.
Para penanggung itu adalah lebih dapat menilai resiko itu dalam perusahaan mereka, daripada seseorang tertanggung yang berdiri sendiri, oleh karena itu biasanya didalam Praktek para penanggung asuransi yang sedemikian banyaknya, mempunyai dan mempelajari pengalaman-pengalaman mereka tentang penggantian kerugian yang bagaimana terhadap sesuatu resiko yang dapat memberikan suatu kesempatan yang layak untuk adanya keuntungan.
  1. 2.      Jenis-jenis Asuransi
Berdasarkan pasal 247 KUHD menyebutkan tentang lima macam asuransi ialah:
  1. Asuransi terhadap kebakaran
  2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
  3. Asuransi terhadap kematian orang ( Asuransi jiwa )
  4. Asuransi terhadap bahaya dilaut dan perbudakan
  5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan didarat dan disungai-sungai
Secara garis besar asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
  1. Asuransi Kerugian
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keungan (pecuniary), tanggung jawab hokum (liability), dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan)
  1. Asuransi Jiwa
Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak mustahil terjadi).
  1. Asuransi Sosial
Adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Maksud dan tujuan asuransi social adalah menyediakan jaminan dasar bagi masyrakat dan tidak bertujuan untuk mendapat keuntungan komersial.
C.        Terjadinya dan Berakhirnya Asuransi
1.         Kapan Terjadinya Perjanjian Asuransi
perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh
KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan yang akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti. Perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
  1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian (shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas).
  2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.
  3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.
  4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan.
Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi. Dapat dilihat dari batasan pasal 246 KUHD, lebih lanjut ditelaah unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Pihak pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri untuk menerima dan mengambil alih risiko pihak lain.
  2. Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk perusahaan atau siapapun yang dapat menderita kerugian.
Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:
  1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan penanggung.
  2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Untuk mengatasi kesulitan jika terjadi sesuatu setelah perjanjian namun belum sempat dibuatkan polisnya atau walaupun sudah dibuatkan atau belum ditandatangi atau sudah di tandatangi tetapi belum diserahkan kepada tertanggung kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian tertanggung. Pada pasal 257 KUHD memberi ketegasan, walaupun belum dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Sehingga hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada barulah dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata. Ketentuan ini yang dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat khusus yang dimaksud dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian yang telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat kerugian yang menjadi beban penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan klausula-klausula tertentu.
2.         Berakhirnya Asuransi
Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain sebagai berikut:            :
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen). Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.
BAB III
KESIMPULAN

Asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
  1. Asuransi Kerugian
  2. Asuransi Jiwa
  3. Asuransi Sosial
Kapan terjadinya Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:
  1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan penanggung.
  2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.
  1. 3.      Berakhirnya Asuransi
Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain sebagai berikut:            :
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi.


9.    Sumber         : akademiasurasnsi.org
Judul              : Dasar Hukum Asuransi
Penulis          : Dr. A. JUNAEDY GANIE, SE, MH ANZIIF (Snr. Assoc.),
                      AAIK (HC), CIP, ChFC, CLU
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014


A. PERANAN HUKUM ASURANSI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT

1.      Sejarah hukum asuransi di Indonesia
Sistem hukum Indonesia berasal dari Hukum Perdata yang dibawa oleh pemerintah kerajaan Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum Perdata tersebut dapat ditelusuri akarnya ke Hukum Perdata  Perancis  sampai ke Hukum Romawi.  Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakar dari Kodifikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de Commerce) pada permulaan abad kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar Napoleon di Perancis. Pada waktu itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat pasal-pasal mengenai asuransi laut sampai diundangkannya rancangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 yang memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga dianut untuk Hindia Belanda dahulu yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia [1]).
Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]).  Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Selanjutnya, seiring dengan dominasi Inggris sebagai asal muasal asuransi modern dan negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon tertentu dalam perkembangan industri asuransi secara internasional, terutama dalam penyediaan kapasitas reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan asuransi, perkembangan asuransi secara internasional, termasuk di Indonesia, sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon tersebut.
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Kepres) berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian, selanjutnya, UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian akan disebut UU Bisnis Asuransi.
UU Bisnis Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis dengan membuat aturan mengenai perizinan, pengelolaaan dan peranan pemeritah dalam pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian, Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 UU Bisnis Asuransi, Undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf  (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan UU Bisnis Asuransi diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (selanjutnya disebut PP Nomor 73 Tahun1992). Sebagaimana  dicantumkan  dalam  Pasal 46 PP Nomor 73 Tahun 1992 tersebut, dengan  ditetapkannya  Peraturan  Pemerintah  ini,  KepPres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha Di Bidang Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1999, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (selanjutnya disebut PP Nomor 63 Tahun 1999) tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan  PP Nomor 73 Tahun 1992. Perubahan kedua diberlakukan melalui PP Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan Pemerintah tersebut di atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya disebut Kepmen) dan PerMen Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan berbagai keputusan di bawahnya yang semuanya menjadi peraturan pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan bisnis asuransi Indonesia.
2.      Pengertian risiko
Risiko adalah suatu kondisi yang mengandung kemungkinan terjadinya penyimpangan yang lebih buruk dari hasil yang diharapkan [3]).  Apabila dilakukan survei atas berbagai buku asuransi di perguruan tinggi saat ini masih terdapat ketidakseragaman tentang pengertian risiko sehingga risiko memiliki sejumlah definisi seperti antara lain sebagai berikut [4]) :
a.   the chance of loss (kesempatan timbulnya kerugian),
b.   the possibility of loss (kemungkinan timbulnya kerugian),
c.   uncertainty (ketidakpastian),
d.   the dispersion of actual from expected result (penyebaran dari hasil yang
diperkirakan), or
e.  the probability of any outcome different from the expected one (kemungkinan  suatu hasil akhir berbeda dengan yang diharapkan).
Istilah risiko memiliki berbagai pengertian dalam bisnis dan dalam kehidupan sehari-hari dan pada tingkatan yang paling umum, istilah risiko dipergunakan untuk menggambarkan setiap keadaan dimana terdapat ketidapastian tentang hasil apa yang akan timbul) . Dalam ilmu asuransi terdapat istilah peril dan hazard yang tidak jarang dipergunakan   saling   menggantikan  antara  keduanya  dan  terhadap   pengertian risk (risiko). Ketiga kata tersebut dalam istilah asuransi dapat mempunyai perbedaaan walaupun menurut Kamus Inggris Indonesia) baik peril maupun hazard diterjemahkan "bahaya, risiko". Untuk membedakan di antara kedua istilah tersebut Emmet J. Vaughan dan Therese Vaughan ) mendefinisikan peril sebagai suatu penyebab suatu kerugian. Peril juga dipergunakan untuk merujuk kepada bahaya api, topan, banjir, pencurian dan sejenisnya. Keduanya menjadi penyebab kerugian yang mungkin timbul. Hazard pada sisi yang lain merupakan suatu keadaan yang dapat menciptakan atau meningkatkan kemungkinan suatu kerugian timbul dari peril yang ada. Sesuatu hal dapat merupakan peril dan sekaligus hazard juga, misalnya sakit merupakan suatu peril yang menimbulkan kerugian ekonomis tetapi sakit juga merupakan hazard yang menaikkan kemungkinan kerugian dari peril kematian yang lebih cepat. Hazard secara umum dibagi dalam 3  kategori yaitu  Physical hazard, Moral hazard dan Morale hazard.
Physical hazard adalah kondisi fisik obyek asuransi yang akan meningkatkan kemungkinan kerugian karena risiko yang diasuransikan. Contohnya adalah untuk asuransi kebakaran adalah jenis konstruksi, letak dan penggunaan bangunan. Moral hazard adalah kemungkinan terjadinya kerugian disebabkan karakter tertanggung yang cenderung tidak jujur. Morale hazard adalah tindakan yang akan meningkatkan kerugian karena adanya asuransi, misalnya sikap yang cenderung tidak mencegah kerugian timbul karena terdapat asuransi yang menanggung. Pemberian jenis obat yang lebih mahal karena adanya jaminan asuransi merupakan bentuk morale hazard. Jika hakim memberikan putusan yang lebih tinggi karena pertimbangan adanya jaminan asuransi (deep pocket syndrome) merupakan bentuk lain dari morale hazard.   Disamping ketiga kategori di atas, hazard yang ke empat adalah legal hazard yang diartikan sebagai peningkatan risiko dalam frekuensi dan tingkat keparahan kerugian (severity) yang mungkin timbul dari doktrin hukum berlaku. Jenis-jenis risiko masih dapat dibagi dalam berbagai bentuk dan cara lainnya.
3.  Pengertian asuransi
Upaya memberikan definisi terhadap kata asuransi dapat mengundang pembahasan yang panjang tetapi pada dasarnya, pengertian asuransi dapat dibagi dalam pengertian asuransi sebagai sebuah perjanjian dan asuransi sebagai sebuah mekanisme pengalihan risiko.
Black's Law Dictionary [9]) mendefinisikan sebagai sebuah perjanjian yaitu bahwa asuransi adalah suatu perjanjian yang menjadi dasar bagi penanggung pada satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu yang bernilai bagi tertanggung sebagai pihak yang lain atas terjadinya kejadian tertentu; sebuah perjanjian yang menjadi dasar bagi satu pihak mengambilalih suatu risiko yang dihadapi oleh pihak yang lain atas imbalan pembayaran sejumlah premi.
Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi adalah :
"Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,  kerusakan  atau  kehilangan  keuntungan  yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu"
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. Pengertian tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Definisi tersebut tidak mencakup jaminan dalam asuransi jiwa yang tidak terkait dengan kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi jiwa, yang menjadi obyek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan kepada seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal dunia atau penerimaan manfaat yang disepakati oleh tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi sehingga jelaslah bahwa definisi tersebut sudah tidak memadai.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi), pengertian asuransi atau pertanggungan adalah :
"Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan".
Dari ketentuan perundangan tersebut, asuransi adalah suatu perjanjian antara penanggung, yang dengan imbalan pembayaran suatu premi yang telah disepakati, berjanji    untuk   memberikan  suatu  penggantian atau manfaat kepada tertanggung pada satu pihak dan tertanggung atau pihak yang ditunjuk sebagai pihak lainnya.
Menurut UU Bisnis Asuransi, obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. Cakupan jaminan asuransi dalam definisi ini adalah lebih luas dibandingkan dengan pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang. Meskipun demikian, keberadaan jenis asuransi syariah yang tidak memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep gotong royong (taawun, mutual protection) [10]) dan produk-produk asuransi unit-linked yang dikeluarkan perusahaan asuransi jiwa membuat definisi umum dalam UU Bisnis Asuransi sudah tidak sepenuhnya tepat lagi.
4.  Asuransi sebagai penerapan prinsip pengalihan dan penyebaran risiko
Fungsi dasar asuransi ialah merupakan suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian-kerugian murni dan bukan kerugian yang bersifat spekulatif sehingga pengertian risiko dapat diberikan sebagai suatu ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa [11]) .
Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan tertanggung atau melalui melalui pialang asuransi. Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang menjadi penanggung ulang yang dalam menjalankan usahanya menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lainnya.
Kemampuan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk menanggung  suatu  risiko  yang  dijaminnya  tergantung kepada kekuatan keuangan yang dimilikinya. Penanggung dimungkinkan untuk menjamin risiko yang jauh melebihi jumlah kekuatan permodalan sendiri dan mampu membayar apabila klaim   timbul.   Kemampuan  tersebut  diperoleh  industri  asuransi  melalui  praktik penyebaran risiko karena penanggung dapat memperoleh dukungan kapasitas penerimaan risiko dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lain. Mekanisme penyebaran risiko tersebut dinamakan reasuransi. Apabila satu risiko ditanggung bersama-sama secara langsung oleh dua atau lebih penanggung dalam satu kontrak asuransi atas objek asuransi yang sama, kegiatan tersebut dikenal sebagai koasuransi.
Asuransi sering dianggap sebagai alat pembagian risiko (risk-sharing device), misalnya premi yang dibayar oleh perusahaan manufaktur untuk jaminan asuransi akan menjadi biaya tetap bagi bisnisnya yang akan diperhitungkan dalam komponen biaya yang dikeluarkan dan oleh karena itu akan tercermin dalam harga yang dikenakan atas barang yang diproduksinya. Biaya klaim lalu di bagi di antara semua pembeli barang yang dijualnya yang memungkinkan suatu risiko dapat disebarkan secara luas. Apabila perusahaan manufaktur tersebut mengalami klaim yang tinggi, premi yang harus ditanggungnya juga menjadi tinggi dan oleh karena itu harga jual produknya juga akan meningkat, tergantung dari kecanggihan sistem pengenaan premi atas masing-masing risiko).
Bagi masyarakat umum, selain menghindarkan risiko, mencegah risiko dan menahan risiko yang dihadapi pada masa kini maupun di masa depan, asuransi  merupakan suatu bentuk penyebaran risiko yang dimiliki walaupun lebih tepat disebut sebagai bentuk pengalihan risiko. Pembeli jasa asuransi dapat juga melakukan  penyebaran  risiko  dengan  mengalihkan  risiko  pada   lebih   dari   satu
penanggung, baik dilakukan dalam bentuk polis-polis asuransi yang terpisah maupun dalam bentuk penutupan asuransi secara koasuransi.
Sebagian dari premi yang dikumpulkan oleh penanggung dari seluruh peserta asuransi dipergunakan untuk membiayai klaim yang timbul dari sebagian tertanggung yang menderita kerugian atau telah jatuh tempo haknya atau hak penerima manfaat (beneficiary)  untuk menerima klaim. Sebagian lagi adalah untuk membentuk cadangan klaim yang mungkin terjadi atau diketahui di masa akan datang, membiayai penyelenggaraan usaha dan untuk keuntungan penanggung. Tertanggung membayar premi yang merupakan biaya tetap terlepas apakah peristiwa yang diasuransikan terjadi atau tidak. Bagi tertanggung, dengan membayar premi asuransi sebagai biaya tetap, mereka akan memperoleh kepastian bahwa kerugian atau kehilangan yang mungkin timbul selama masa asuransi akan dibiayai oleh penanggung terlepas apakah jumlah klaim yang timbul seimbang atau tidak dengan premi yang dibayar tertanggung. Jumlah kerugian yang timbul dapat jauh melampaui jumlah premi yang dibayar tertanggung sehingga akan sangat mempengaruhi kondisi keuangan tertanggung apabila tidak memperoleh penggantian kerugian dari pihak lain. Jumlah klaim yang timbul juga dapat melebihi kemampuan penanggung untuk membiayainya apabila tidak didukung terlebih dahulu oleh program reasuransi untuk memperkuat kemampuan keuangannya.
Dari tujuan dan fungsi asuransi bagi penanggung maupun tujuan tertanggung tersebut, dapat disimpulkan berlakunya penerapan prinsip "the losses of a few are borne by a group" dalam bisnis asuransi. Tidak semua peserta akan mengalami kerugian atau kehilangan pada waktu yang sama ataupun pada waktu yang lain tetapi klaim yang diajukan oleh sebagian dari peserta asuransi ditanggung oleh seluruh peserta asuransi.
5.   Perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap  asuransi
Al Qur'an, surah An Nissa' ayat 9 berbunyi :
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".
Ayat tersebut menunjukkan kewajiban manusia untuk berikhtiar memberikan kesejahteraan dan masa depan yang baik bagi keluarga mereka. Ikhtiar merupakan suatu praktik tanggung jawab seseorang kepada keluarganya dan oleh karena itu bagi orang banyak.
Al Qur'an, surah Yusuf ayat 43 – 49 meriwayatkan mimpi Raja Mesir yang melihat tujuh ekor sapi betina gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.  Nabi Yusuf A.S. menafsirkan mimpi tersebut berarti bahwa Mesir akan mengalami keberhasilan panen gandum selama tujuh tahun berturut-turut dan disusul oleh masa paceklik selama tujuh tahun berikutnya. Nabi Yusuf menyarankan supaya rakyat Mesir berhemat, hanya mempergunakan seperlunya saja hasil panen gandum selama musim panen yang berlimpah dan menyimpan sebagian besarnya  untuk mengatasi musim kegagalan panen yang akan datang. Riwayat tersebut menunjukkan suatu bentuk ikhtiar yang dilakukan manusia dengan menabung dan mempersiapkan diri mengatasi ketidakpastian atau kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat timbul. Riwayat yang sama ditemukan pula dalam kitab Perjanjian Lama, Kejadian 41:1-36. Kisah di atas merupakan suatu bentuk tindakan untuk mengatasi ancaman yang akan timbul pada masa sulit atau ketidakpastian di waktu yang akan dating melalui upaya menyisihkan pendapatan pada masa yang baik.
Kekhawatiran terhadap ketidakpastian (uncertainty) menimbulkan kebutuhan terhadap
perlindungan asuransi. Ketidakpastian yang mengandung risiko yang dapat menjadi ancaman bagi siapapun melahirkan kebutuhan untuk mengatasi risiko kerugian yang mungkin timbul dari ketidakpastian tersebut. Risiko yang dihadapi dapat bersumber dari bencana alam, kelalaian, ketidakmampuan ataupun dari sebab-sebab lainnya yang tidak diduga sebelumnya. Meskipun demikian, tidak semua orang membeli asuransi dan tidak semua risiko diasuransikan. Bagi mereka yang membeli, jenis, jumlah dan biaya asuransi yang dibeli merupakan hasil dari pertimbangan atas berbagai faktor terutama sikap pandang terhadap risiko. Ada yang takut dengan risiko sehingga ingin mengasuransikan semuanya tetapi ada juga yang bersikap berani mengambil risiko atau sekedar karena kurang perduli sehingga mengasuransikan risiko yang dimilikinya. Sebagian lagi, tidak menutup asuransi karena tidak menyadari risiko yang dimiliki atau tidak mengetahui apa yang dapat diasuransikan. Sebagian lain lagi tidak mengasuransikan karena menganggap asuransi itu mahal.
Kebutuhan masyarakat terhadap asuransi akan terus  berkembang sesuai dengan kebutuhan pada zamannya masing-masing. Dewasa ini kebutuhan tersebut, telah berkembang sehingga menjadi termasuk dan tidak terbatas kepada kebutuhan terhadap hal-hal sebagaimana tercantum di bawah ini :
a.  Sebagai proteksi terhadap risiko finansial sebagai akibat timbulnya :
1)      kerugian, kerusakan dan kehilangan yang menimpa harta benda yang dimiliki atau dikuasai;
2)      tuntutan tanggung jawab hukum atas kesalahan dan/atau kelalaian pribadi atau yang berada di bawah pengawasan atau tanggung jawabnya, atau mereka yang tindakannya terkait dengannya di bawah undang-undang;
3)      pendapatan atau keuntungan yang diharapkan;
4)      piutang yang tidak tertagih; dan
5)      biaya pengobatan atau perawatan kesehatan.
b.      Sebagai kompensasi atas kehilangan anggota badan atau cacat badan atau meninggal dunia.
c.       Sebagai jaminan kelangsungan pendapatan sendiri (termasuk badan usaha) dan keluarga (atau yang menjadi tanggung jawabnya termasuk karyawan),
d.      Sebagai sarana investasi dan tabungan.
e.       Sebagai sarana berbagi risiko dan tolong menolong apabila terjadi musibah.
f.       Sebagai strategi efisiensi pemanfaatan modal sehingga tidak perlu melakukan pencadangan atas risiko kerugian yang mungkin timbul sehingga modal yang dimiliki dapat dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan bisnis.
g.      Pendukung strategi pengambilan kebijakan bisnis atau tindakan pribadi, misalnya atas rencana investasi atau perluasan usaha, pemberian kredit, risiko kegagalan pelaksanaan kontrak dan  kegiatan pribadi yang mengandung risiko tinggi.
h.      Dasar pengaturan anggaran biaya, dan
i.       Pemberi rasa aman mengetahui risiko yang mungkin terjadi akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.

B. PENGATURAN ASURANSI KOMERSIAL DI INDONESIA
Dalam pelaksanaan pembangunan terdapat berbagai jenis risiko yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat. Sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi risiko dan sekaligus merupakan salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat, usaha perasuransian memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian negara dalam upaya menciptakan kesejahteraan umum yang merupakan tujuan pembentukan negara Indonesia.
Sebagai sebuah lembaga yang menghimpun dana milik masyarakat yang harus menjalankan usahanya dengan berpedoman pada prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab,  usaha  perasuransian  merupakan  suatu  bidang  usaha  yang  harus tunduk kepada  pengaturan yang dilakukan pemerintah.
Berdasarkan kedudukannya, ruang lingkup Hukum Asuransi Indonesia secara keseluruhan, asuransi akan dibagi 3, yaitu pertama, asuransi sebagai sebuah perjanjian yang tunduk kepada pengaturan perjanjian pada umumnya dan menjadi acuan dalam pembuatan setiap perjanjian asuransi yang diatur di bawah KUH Perdata, kedua, asuransi sebagai sebuah perjanjian yang menjadi acuan dalam pembuatan setiap perjanjian asuransi di bawah KUH Dagang. Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian merupakan pedoman dan/atau aturan bagaimana sebuah perjanjian asuransi harus dibuat dan ditaati.
Hukum Asuransi pada dasarnya berisikan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan risiko oleh para pihak. Hukum asuransi pada pokoknya merupakan obyek hukum perdata. Dengan demikian, dapat disimpulkan kecuali telah ditentukan lain dalam KUH Dagang sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, sebagai sebuah perjanjian, perjanjian asuransi diatur di bawah KUH Perdata ).
Ketiga, asuransi sebagai sebuah bisnis yang akan mengatur prilaku mereka yang menjalankan usaha perasuransian. Pengaturan ini merupakan hukum yang bersifat memaksa tentang persyaratan usaha dan bagaimana sebuah usaha perasuransian harus dikelola.
1.      Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di bawah KUH Perdata.
Dalam mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian, KUH Perdata memuat ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang berikut :
a.       Syarat sahnya sebuah perjanjian
1)      Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2)      Cakap untuk membuat perikatan
3)      Suatu hal tertentu, yaitu adanya pihak yang berjanji untuk memberi ganti kerugian dan pihak tertanggung yang berkewajiban membayar premi.
4)      Adanya suatu sebab yang sah.
5)      Dalam bentuk yang sah (tidak diatur di bawah KUH Perdata tetapi sudah ada dalam UU Bisnis Asuransi).
b.      Asas hukum sahnya sebuah perjanjian
1)      Asas kebebasan berkontrak
2)      Asas konsensualisme
3)      Asas pacta sunt servanda
4)      Asas itikad baik.
5)      Asas kepribadian
c.       Dasar hukum perjanjian asuransi
Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
"Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi    semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang."
Menurut pasal di atas, perjanjian asuransi digolongkan kedalam perjanjian untung-untungan. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung-untungan tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi yang sesungguhnya.
d.      Subyek perjanjian asuransi
Masalah pokok yang diperjanjikan yaitu janji penanggung untuk memberikan ganti kerugian dan adanya pembayaran premi dari tertanggung.
e.       Lahirnya perjanjian asuransi
Dimulai sejak disepakatinya hasil tawar menawar antara penanggung dan tertanggung dan tanggal pertanggungan dimulai.
f.       Sifat perjanjian asuransi, terdari dari 5 hal yang berikut :
1)      Perjanjian pribadi
2)      Perjanjian sepihak
3)      Perjanjian bersyarat
4)      Perjanjian yang disiapkan sepihak
5)      Pertukaran yang tidak seimbang
g.      Keseimbangan kepentingan penanggung dan tertanggungDimaksudkan untuk mempersyaratkan bahwa suatu perjanjian dibuat dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan di antara para pihak. Dalam praktiknya, karena alasan-alasan tertentu, ketentuan ini tidak selamanya terpenuhi.
h.      Sanksi atas wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban
Pengaturan mengenai sanksi sangat terbatas dan jika ada masih harus berdasarkan putusan hakim sehingga pelaksanaannya akan melalui proses yang panjang.
i.        Tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga
Merupakan aturan yang melahirkan tanggung jawab terhadap pihak lain atas perbuatan melanggar hukum karena perbuatannya, karena kelalaian dan sebab-sebab lainnya, baik karena perbuatan sendiri maupun perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau akibat barang dan hewan yang dimiliki atau berada di bawah pengawasannya.
j.        Pembatalan perjanjian
Mengatur prosedur pembatalan yang dalam praktiknya pada industri asuransi telah lama ditinggalkan.
k.      Penafsiran perjanjian
Dimaksudkan sebagai pedoman dalam menafsirkan setiap ketentuan apabila para pihak berbeda pendapat.
2.   Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di bawah KUH Dagang.
a.       Penggolongan dan jenis-jenis asuransi
Menurut KUH Dagang, asuransi dapat digolongkan  sebagai berikut :
1)      Asuransi kerugian atau asuransi umum yang terdiri dari asuransi kebakaran dan asuransi asuransi pertanian.
2)      Asuransi jiwa
3)      Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai.
Penggolongan dan jenis-jenis asuransi modern telah berkembang lebih jauh dari yang diatur dalam KUH Dagang.
b.      Penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi (proximate cause).
Pengaturan mengenai keabsahan suatu penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi tidak diatur dalam KUH Dagang.
c.       Tujuan dan prinsip-prinsip pokok asuransi
1)      Prinsip kepentingan yang diasuransikan (Insurable interest).
2)      Prinsip itikad baik (Utmost goodfaith)
3)      Prinsip ganti kerugian (Principle of indemnity).
d.      Keseimbangan kepentingan
Sebuah perjanjian memerlukan keseimbangan kedudukan dan kepentingan di antara para pihak.
e.       Hubungan premi dan jumlah pertanggungan dan perhitungan ganti kerugian
Benerapan asas keseimbangan antara besaran risiko yang diasuransikan dan premi yang dibayar. Meskipun demikian, berbagai faktor seperti kemampuan teknis, pengalaman masing-masing perusahaan asuransi dan tekanan pasar, dapat membuat perusahaan satu dengan lainnya memberikan premi yang berbeda untuk risiko yang sama, kecuali dalam hal dikenakan tarif standar. Pembayaran ganti kerugian dipengaruhi oleh jumlah pertanggungan yang diasuransikan :
1)      Indemnity Basis/Reinstatement Value
2)      Overinsurance
3)      Underinsurance
f.       Bukti pengalihan risiko kepada penanggung
Pengatur tentang bukti-bukti adanya penutupan asuransi :
1)      Penawaran dan Penerimaan
2)      Aplikasi/Proposal form
3)      Cover Note
4)      Polis
Pada bagian ini diatur pula tentang jangka waktu penyerahan dokumen asuransi dan konsekuensi yang harus ditanggung oleh penanggung atau pialang asuransi yang tidak menjalankan tugasnya.
g.      Pengecualian dan pembatasan
Risiko-risiko atau penyebab-penyebab yang dikecualikan atau yang tidak dijamin di dalam polis serta persyaratan-persyaratan yang diatur di dalam polis.
h.      Pembatalan dan berakhirnya perjanjian asuransi
Tidak diatur secara khusus tetapi pada pada praktinya perjanjian asuransi akan berakhir karena :
1)      Masa berlaku asuransi berakhir
2)      Perjalanan yang diasuransikan berakhir
3)      Timbul klaim penuh (Total Loss).
4)      Asuransi dibatalkan.
5)      Asuransi gugur.
i.        Penyelesaian sengketa
KUH Dagang mengatur penyelesaian berdasarkan putusan hakim. Dalam perkembangan dewasa ini persengketaan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau berdasarkan putusan Majelis Arbitrase.
j.        Penafsiran perjanjian
Tidak memuat aturan mengenai penafsiran sehingga sepenuhnya mengikuti ketentuan dalam KUH Dagang.
k.      Sanksi
Tidak memuat aturan mengenai sanksi apabila salah satu pihak melanggar ketentuan
Dalam perjanjian asuransi dan sepenuhnya diserahkan kepada penerapan kebebasan berkontrak kecuali pemberian pilihan untuk meminta melalui hakim pembatalan perjanjian atau pengenaan denda kepada yang tidak memenuhi kewajibannya.
3.  Pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi).
a.       Landasan tujuan dan fungsi asuransi
Landasan tujuan dan dan fungsi asuransi adalah bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi masyarakat dan sekaligus sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat sehingga memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian dalam memajukan kesejahteraan umum.
b.      Tujuan pengaturan bisnis asuransi oleh pemerintah.
Terdapat 2 pemikiran yang menjadi alas an, yaitu :
1)      Vested-in-the Public Interest Rationale
Tujuan ini berlandaskan bahwa terhadap bisnis yang mengumpulkan dana dari masyarakat diperlukan pengaturan untuk melindungi kepentingan umum.
2)      Destructive-Competition Rationale
Penanggung tidak mengetahui biaya operasi terutama klaim yang sebenarnya sampai akhir periode asuransi. Keadaan ini dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
c.       Ruang lingkup UU Bisnis Asuransi
1)      Bidang usaha dan jenis usaha
2)      Bentuk badan hukum
3)      Kepemilikan
4)      Permodalan
5)      Perizinan
6)      Pengurus
7)      Pembinaan dan pengawasan :
a)      Bidang kesehatan keuangan
b)      Bidang penyelenggaraan usaha
8)      Kepastian dan penegakan hukum
9)      Perlindungan kepentingan konsumen, larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
10)  Perlindungan kepentingan nasional.


10. Sumber         : beritaislamimasakini.com
                        Judul              : Asuransi Dalam Pandangan Islam, Halal atau Haram?
                        Penulis          : (Sumber file) al-islami.com
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

Asuransi : Takaful category
Asuransi ialah jaminan atau perdagangan yg di berikan oleh penanggung kepada yg bertanggung utk risiko kerugian sebagai yg ditetapkan dalam surat perjanjian bila terjadi kebakaran kecuriam kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa atau kecelakaan lainnya dgn yg tertanggung membayar premi sebanyak yg di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan. A. Abbas Salim memberi pengertian bahwa asuransi ialah suatu kemauan utk menetapkan kerugian-kerugian kecil yg sudah pasti sebagai kerugian-kerugian besar yg belum pasti. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hal itu sama dgn orang yg bersedia membayar kerugian yg sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugian-kerugain besar yg mungkin terjadi pada masa yg akan datang. Misalnya dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya pabriknya atau tokonya kepada perusahaan asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila terjadi kebakaran maka perusahaan akan mengganti kerugian-kerugian yg disebabkan oleh kebakaran itu.
Macam-macam Asuransi
Di Indonesia kita kenal ada beramcam-macam asuransi dan sebagai contoh di kemukakan dibawah ini di antaranya
Asuransi Beasiswamempunyai dasar dwiguna. Pertama jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun disesuaikan denagn usia dan rencana sekolah anak kedua jika ayah meninggal dunia sebelum habis kontrak pertanggungan menjadi bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yg di tunjuk meninggal maka alternatifnya ialah mengganti dgn anak yg lainnya mengubah kontrak kepada bentuk lainnya menerima uangnya secara tunai bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih atau membatalkan perjanjian . Pembayaran beasiswaa dimulai bila kontrak sudah habis.
Asuransi Dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna
Perlindungan bagi keluarga bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu tertanggungan.
Tabungan bagi tertanggung bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan.
Asuransi jiwa adl asuransi yg bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yg tidak terduga yg disebabkan orang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yg menjadi tujuan asuransi jiwa ini yaitu menjamin hidup anak atau keluarga yg ditinggalkan bila pemegang polis meninggal dunia atau utk memenuhi keperluan hidupnya atau keluarganya bila ditakdir akan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.
Asuransi kebakaran bertujuan utk mengganti kerugian yg disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan menjamin risiko yg terjadi krn kebakaran. Oleh krn itu perlu dibuat suatu kontrak antara pemegang polis dgn perusahaan asuransi. Perjanjian dibuat sedemikian rupa agar kedua belah pihak tidak merasa dirugikan. Demikianlah diantara macam asuransi yg kita kenal di Indonesia ini. Kalau kita perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu maka pada prinsipnya pihak perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan keluarga pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahaan asuransi turut memikirkan dan berusaha utk memperkecil kerugian yg mungkin timbul akibat terjadi resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap kepentingan pribadi atau perusahaan.
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakt di Indonesia ini dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya maka perlu juga dilihat dari sudut pandang agama Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yg melakukan asuransi sama halnya dgn orang yg mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yg menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya sebagaimana firman Allah SWT yg artinya “Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yg memberi rezekinya.” “?dan siapa yg memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan ??” “Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup dan makhluk-makhluk yg kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya utk keperluan semua makhluk-Nya termasuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya mencarinya dan mengikhtiarkannya. Orang yg melibatkan diri kedalam asuransi ini adl merupakan salah satu ikhtiar utk mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun krn masalah asuransi ini tidak ada dijelaskan secara tegas dalam nash maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan pendapat tersebut juga mesti dihargai.
Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i . Alasan-alasan yg mereka kemukakan ialah
  • Asuransi sama dgn judi
  • Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
  • Asuransi mengandung unsur riba/renten.
  • Asurnsi mengandung unsur pemerasan krn pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau di kurangi.
  • Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
  • Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
  • Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn mendahului takdir Allah.
Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa . Mereka beralasan
  • Tidak ada nash yg melarang asuransi.
  • Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
  • Saling menguntungkan kedua belah pihak.
  • Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-premi yg terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek yg produktif dan pembangunan.
  • Asuransi termasuk akad mudhrabah
  • Asuransi termasuk koperasi .
  • Asuransi di analogikan dgn sistem pensiun seperti taspen.
Asuransi yg bersifat sosial di perbolehkan dan yg bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah . Alasan kelompok ketiga ini sama dgn kelompok pertama dalam asuransi yg bersifat komersial dan sama pula dgn alasan kelompok kedua dalam asuransi yg bersifat sosial . Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adl krn tidak ada dalil yg tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa masalah asuransi yg berkembang dalam masyarakat pada saat ini masih ada yg mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan sehingga sukar utk menentukan yg mana yg paling dekat kepada ketentuan hukum yg benar.
Sekiranya ada jalan lain yg dapat ditempuh tentu jalan itulah yg pantas dilalui. Jalan alternatif baru yg ditawarkan adl asuransi menurut ketentuan agama Islam. Dalam keadaan begini sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW “Tinggalkan hal-hal yg meragukan kamu kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” Asuransi menurut ajaran agama Islam yg sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di Indonesia ini sama seperti asuransi yg sudah ada selama ini pada PT. Asuransi Bumi Putera Asuransi Jiwasraya dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sisitem kerjanya berbeda yaitu dengan system mudharabah . Kita lihat dalam asuransi Takaful berdasarkan Syariah ada beberapa macam diantaranya
Takaful Kebakaran
Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan tehadap harta benda seperti toko industri kantor dan lain-lainnya dari kerugian yg diakibatkan oleh kebakaran kejatuhan pesawat terbang ledakan gas dan sambaran petir.
Takaful pengankutan barang
Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan terhadap kerugian atas harta benda yg sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yg disebabkan alat pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.
Takaful keluarga
Asuransi takaful kelurga ini tercakup didalamnya takaful berencana pembiayaan berjangka pendidikan kesehatan wisata dan umroh dan takaful perjalanan haji. Dana yg terkumpul dari peserta diinvestasikan sesuai prinsip syariah. Kemudian hasil yg diperoleh dgn cara mudharabah dibagi utk seluruh peserta dan utk perusahaan. Umpamanya 40% utk peserta dan 60% utk perusahaan.
Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa macam suransi konvensional sama saja dgn asuransi yg berlandaskan syariah. Namun dalam pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil pada asuransi yg berlandaskan syariah dan tidak demikian pada asuransi konvesional. Disamping itu ada alasan lain lagi yg perlu jadi bahan pertimbangan terutama oleh golongan yg menghramkan asuransi konvensional disebabkan oleh tiga hal yaitu
Gharar Dalam asuransi konvensional ada gharar krn tidak jelas akad yg melandasinya. Apakah akad Tabaduli atau akad Takafuli . Umpamanya saja sekiranya terjadi klaim seperti asuransi yg diambil sepuluh tahun dan pembayaran premi itu adl gharar dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dgn asuransi takaful bahwa sejak awal polis dibuka sudah diniatkan 95% premi utk tabungan dan 5% diniatkan utk tabarru . Jika terjadi klaim pada tahun kelima maka dan yg Rp. 7.500.000- itu tidak gharar tetapi jelas sumbernya yaitu dari dana kumpulan terbaru/derma.
Maisir Mengenai judi jelas hukumnya yaitu haram sebagaimana di firmankan Allah dalam surat al-Maidah 90. Dalam asuransi konvensional judi timbul krn dua hal
Sekiranya seseorang memasuki satu premi ada saja kemungkinan dia berhenti krn alasan tertentu. Apabila berhenti dijalan sebelum mencapai masa refreshing pheriod dia bisa menerima uangnya kembali dan jumlahnya kira-kira 20% dan uang itu akan hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.
Sekiranya perhitungan kematian itu tepat dan menentukan jumlah polis itu juga tepat maka pearusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam perhitungan maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi . Dalam asuransi takaful berbeda krn sipenerima polis sebelum mencapai refreshing period sekalipun bila dia mengambil dananya maka hal itu di bolehkan. Perusahaan asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan kalu ada kelebihan/ untung maka pemegang polispun ada menerimanya.
Riba Dalam asuransi konvensioanal
Riba Dalam asuransi konvensioanal juga terjadi riba krn dananya di investasikan . Sedangakn masalah riba dipersoalkan oleh para alim ulama. Ada ulama mengharamkannnya ada yg membolehkannya dan adapula yg mengatakan syubhat. Jalan yg ditempuh oleh asuransi takaful adl cara mudhrabah . Dengan demikian tidak ada riba dalam asurasni takaful. Agar asuransi takaful yg berlandaskan syariah Islamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat kita di Indonesia ini maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatakan dan manajemennya hendaknya dilaksankan dgn baik dan rapi sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata mengenai suatu gagasan ingin mendapat jaminan ketenangan selama masih hidup dan ingin pula jaminan utk anak turunan sesudah meninggal dunia. Apabila asuransi takaful yg berlandaskan syariah Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota masyarakat maka orang yg senang bergelimang dgn hal-hal yg syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yg bertolak belakang akan berkurang.


11. Sumber         : arrahmah.com
                        Judul              : Hukum asuransi Dalam Islam
                        Penulis          : Muhib Al-Majadi
Diunduh        : Rabu, 10 Desember 2014

(Arrahmah.com) – Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal dunia. Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi itu semua, manusia berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi. Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan tentang hukumnya di dalam Islam
Pengertian Asuransi
Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )  Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
” Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan “
Macam-macam Asuransi
Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I. Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi :
1.    Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial
2.    Asuransi Sosial ( Ta’min  Ijtima’i ) , yaitu asuransi ( jaminan )  yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan  dan lain-lain.   
Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang memberikan  kepastian / jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan.
Proteksi mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan. 
II. Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua :
1.    Asuransi Takaful atau Ta’awun. ( at Ta’min at Ta’awuni )
2.    Asuransi Niaga ( at Ta’min at Tijari ) ini mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III. Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran ditinjau dari aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta’min al Adhrar )
Asuransi Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta’min al Askhas )
Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari nasabah tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk:
1.       Term assurance (Asuransi Berjangka)
Term assurance adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance)  :
  • Usia Tertanggung 30 tahun
  • Masa Kontrak 1 tahun
  • Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
  • Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
  • Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
  • Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.       Whole Life Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup) 
Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3.       Endowment Assurance (Asuransi Dwiguna) 
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah ditetapkan.
Contoh Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)
  • Usia Tertanggung 30 tahun
  • Masa Kontrak 10 tahun
  • Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
  • Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
  • Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
  • Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
1.      Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.      Bila tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan sebesar 100 juta
IV. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :
1.    Asuransi Konvensional
2.    Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator. 
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi Ta’awun
Untuk asuransi ta’awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut:
  1. Asuransi Ta’awun termasuk akad tabarru’ (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang  menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta’awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan  ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
  2. Asuransi Ta’awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.
  3. Ketidaktahuaan para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan perjudian.
  4. Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua : Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
  1. Asuransi sosial ini tidak termasuk akad mu’awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu. 
  2. Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan  hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut :
Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad  secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
َ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
” Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.” ( HR Muslim, no : 2787  )
Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur mukhatarah  ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang,  juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” ( QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi’ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi’ah. Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi’ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma’ para ulama.
Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga mengandung unsur  rihan ( taruhan )  yang diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta  perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
 Tidak ada perlombaan  kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ), atau  yang berkuku ( kuda ), serta memanah.” ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara’. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan  bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional.
Adapun perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :
  1. Dari Sisi Prinsip Dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua- duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi risiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling menanggung risiko antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut dengan at takaful dan at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan ( pengelola ), yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai peserta akan ditanggung secara penuh oleh pengelola.
  1. Dari Sisi Akad
Pada bagian tertentu ausransi syariah akadnya adalah tabarru’ ( sumbangan kemanusiaan ) dan ta’awun ( tolong menolong ), serta akad wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi konvensional, akadnya adalah jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
  1. Dari Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan nasabah kepada perusahaan ( premi ) menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh, khususnya jika peserta tidak melakukan klaim apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang digaji oleh peserta, atau yang sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al Ajri. Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad mudharabah ( bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus pengelolaan dana tabarru’nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
  1. Dari sisi obyek
Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak syariah.  Adapun Asuransi Konvensional tidak membedakan obyek yang haram atau halal, yang penting mendatangkan keuntungan.
  1. Dari Sisi Investasi Dana.
Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil. Adapun asuransi konvensional pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang banyak mengandung riba dan spekulatif ( gharar ).
  1. Dari Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan dari rekening tabarru’ ( dana sosial ) dari seluruh peserta, yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan saling tolong menolong bila terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim, maka secara otomatis menjadi pengeluaraan perusahaan.
  1. Dari Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di dapatkan pada asuransi konvensional.
  1. Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak dikenal istilah zakat.
 Perkembangan Asuransi di Indonesia
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di atas.  Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi konvensional berkembang pesat hingga  tahun 2005 telah tercatat sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo ), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia baru muncul pada 24 Pebruari tahun 1994, yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki dual programme, yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu waktu  . Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah  PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.   Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus