I.
PENGERTIAN HUKUM ASURANSI
1.
Sumber :
unjalu.blogspot.com
Judul :
Hukum Asuransi
Penulis :
Winza Lucky
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
Pertanggungan
Materi :
1.
Istilah dan defenisi / pengertian/ ruang lingkup / batasan
2.
Pengaturan
3.
Sejarah Asuransi / Pertanggungan
4.
Tujuan Asuransi / Pertanggungan
5.
Bentuk Polis (Akta)
6.
Syarat dan Perjanjian Asuransi / Pertanggungan
7.
Polis : apa yang harus dimuat dari Polis
8.
Subjek dan objek Pertanggungan
9.
Jenis-jenis Asuransi
10. Premi
- Kontra Prestasi tentang
pertanggungan
11.
Sejauh mana tanggung jawab Penanggung
12. Hak
dan Kewajiban dari Tertanggung
Literatur :
- Pokok-pokok hak pertanggungan à Abdul Kadir Muhammad
- Hk. Asuransidi Indonesia à Wirjono Projoditoro
- Hk. Pertanggungan à Emmy Pangaribuan S
- Hk. Asuransi Indonesia à Djoko Prakoso
- Pokok-pokok Hk. Pertanggungan à Emmy P.S
- Beberapa aspek tentang hk Pertanggungan jiwa di Indonesia à Santoso Proebjo Subroto
- Asuransi Kebakaran à J.E Kaihatu
PENDAHULUAN
A.
Istilah
Istilah Asuransi terdapat dalam bahasa :
1. Asuransi dalam
Bahasa Belanda
- Viflekering artinya pertanggungan
- Assurantie artinya asuransi
2. Asuransi
dalamBahasa Inggris
- Assurance artinya Asuransi
B.
Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi terdapat dalam pasal 246
KUHD
Pertanggungan
-
Diibaratkan orang mempunyai pertalian beban / resiko dan dia tidak mampu
menanggungnya sendiri maka dialihkan kepada orang lain.
-
Kalau terjadi ancaman maka orang mengalihkan resiko untuk mendapatkan ganti
kerugian
-
Adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan
Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak
tertulis yang mengikat dan mempunyai sanksi
Hukum tertulis
:
KUHD
Hukum tidak tertulis :
Praktek sehari-hari
masyarakat mengenai pertanggungan
Jadi Hukum asuransi adalah hukum atau sekumpulan peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan mempunyai sangksi yang mengatur
tentang peralihan resiko kepada orang lain untuk mendapatkan ganti kerugian dan
adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan.
Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP
Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang
penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa
belum tentu terjadi.
Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHP
1.
Suatu perjanjian asuransi muncul karena adanya kata sepakat ,mungkin Sepakat
benda / Syarat-syaratnya Sepakat :
Para pihak sepakat mengenai
benda2 Syarat-syaratnya dan apapun yang terjadi
Jika
tidak ada kata sepakat maka perjanjian asuransi batal. Pasal 251 KUHD
2. Adanya peralihan
resiko dari seorang tertanggung kepada penanggung
3. Adanya premi dari
tertanggung kepada penanggung
4. Adanya peristiwa
tidak tertentu/belum pasti
5. Adanya ganti
kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas peristiwa yang
terjadi. Semakin besar resiko yang ditanggung maka besar premi yang di
bayar jadi adanya prinsip keseimbangan. Menurut
pasal 1774 KUHPerdata.
Perjanjian pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan
(Kans Overenkoms/chance agreatment)
Misalnya :
-
Perjanjian pertaruhan / perjudian
-
Perjanjian pertanggungan
-
Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup
a. Perjanjian pertanggungan
masuk perjanjian untung-untungan karena perjanjian ini dikaitkan pada
peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan
karena peristiwn belum tentu terjadi
b. Perjanjian pertanggungan
tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:
1. Adanya premi dan ganti rugi
Jadi adanya keseimbangan hak dan keajiban
2. Unsur kepentingan adalah syarat mutlak
3. Karena apabila terjadi wanprestasi dapat diajukan
kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua perjanjian itu
termasuk perjanjian untung-untungan karena :
1.
Berkaitan dengan peralihan resiko
- Dalam pertanggungan ada
peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung dan orang yang
mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya keseimbangan antara premi
dengan resiko
- Sedangkan dalam pertaruhan
tidak ada keseimbangan atau azas keseimbangan resiko itu tidak terlalu
dipentingkan.
2. Dalam
pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur kepentingan maka
perjanjian asuransi batal.
- Dalam pertaruhan tidak ada unsur kepentingan
3.
Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat ke
pengadilan
Pertaruan tidak dapat digugat ke pengadilan
Isi Pasal 1774 KUHPerdata
- Merupakan suatu perbuatan hukum
- Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua pihak
- Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi
KESIMPULAN
Pertanggungan masuk kedalam perjanjian untung-untungan karena adanya
peristiwa yang belum tentu terjadi.
C.
Sumber Hukum / Pengaturan Asuransi
Sumber Hukum Asuransi / pertanggungan terdapat
dalam
1.
Hukum Tertulis
A. KUHD
Dalam KUHD
Terbagi 2 :
1.
Aturan bersifat umum ( Bab 9 Buku I )
Berlaku untuk semua bentuk-bentuk perjanjian asuransi baik di dalam KUHD maupun
di luar KUHD
2.
Aturan bersifat khusus ( BAB 10 buku I )
Mengatur tentang bahaya tertentu, kebakaran, bahaya yang mengancam hasil panen,
pertanggungan jiwa
-
Bab 9 Buku II :
Pertanggungan laut
-
Bab 10 buku II :
Pertanggungan dalam pengangkutan
Diluar KUHD
1. UU No. 33 / 1964
Pertanggungan
penumpang kecelakaan
2. UU No.34 / 1964
Pertanggungan
tentang kecelakaan lalu lintas jalan
3. UU No. 10 / 1963
Tabungan asuransi
(Taspen)
Alasan-alasan Asuransi
ada di luar KUHD
1. Bahaya yang
mengancam itu pada waktu pembuatan itu belum ada
2. Pada waktu UU itu
lahir orang tidak memasukkannya karena merasa belum penting
3. Diyakini karena
masih banyak bahaya yang mengancam harta jiwa, dll
B. KUH Perdata
2.
Hukum tidak tertulis
Praktek dalam masyarakat
D.
SEJARAH / RIWAYAT ASURANSI
Sejarah / Riwayat Asuransi terbagi atas 3
kelompok
1.
Zaman sebelum masehi ( zaman Yunani )
Sudah ada
praktek-praktek Asuransi yaitu yang terlihat dari :
Zaman Pemerintah
Alexander praktek asuransinya yaitu Raja memerintahkan sifatnya
untuk memungut iuran (premi) kepada budak, dan resiko yang harus ditanggung
Raja adalah menangkap budak-budak yang lari jika tidak tertangkap maka
diberikan ganti rugi kepada pemilik budak.
Adanya pemungutan
oleh Kota Praja dalam bentuk yang dianggap sebagian premi jika meninggal
seorang penduduk kota Praja mak Pemerintah berkewajiban memberikan ganti
kerugian / biaya-biaya pemakaman
Jadi sudah ada cikal
bakal lahirnya hukum pertanggungan
2. Pada
abad Pertengahan
Sudah ada sejarah
asuransi yang menjadi cikal bakal hukum asuransi
-
Di Inggris ada perkumpulan
orang-orang se profesi. Maka semua anggota berkewajiban membayar iuran dan
kalau terjadi kebakaran rumah dan anggota maka ada ganti rugi yang diambil dari
iuran
-
Pada abad 13 dan 14
Perdagangan lautan yang berkembang dan orang coba mencari cara untuk
mengatasi resiko / kerugian yang terjadi dilautan seperti kecelakaan,
perampokan yaitu dengan cara mencari orang lain yang dapat menanggung resiko
yang akan terjadi dengan membayar iuran (premi) yang mana ada penanggung yang
memberikan ganti rugi.
3.
Setelah abad pertengahan (Abad 19)
Yang berkembang di Inggris dan Prancis, Asuransi kebakaran yang ditandai
dengan lahirnya :
-
1880 code commercial (KUHD Prancis) yang memuat pertanggungan laut
-
1938 lahirnya Wuk (Belanda) yang memuat pertanggungan lainnya
-
1848 lahirnya 1848 ( KUHD Indonesia)
2.
Sumber :
legalbanking.wordpress.com
Judul :
Dasar-dasar Hukum Asuransi
Penulis :
legalbanking
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
A.
DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah
Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen
(peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari
1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu
bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang
bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan
(kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada
suatu kejadian yang belum tentu”.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
- Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
- Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
- Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
- Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
- Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada
Asuransi adalah:
- Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
- Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
- Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
- Tujuan yang ingin dicapai;
- Resiko dan premi;
- Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
- Syarat-syarat yang berlaku;
- Polis asuransi.
3.
Sumber :
id.m.wikipedia.org
Judul :
Asuransi
Penulis :
Alghaderi aliffianiko
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
Asuransi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada
tindakan, sistem, atau bisnis di
mana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara
finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan
penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi
seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan
pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis
yang menjamin perlindungan tersebut.
Istilah
"diasuransikan" biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan
perlindungan.
Daftar isi
- 1 Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992[2]
- 2 Asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
- 3 Penanggung menggunakan ilmu aktuaria
- 4 keuntungan perusahaan asuransi
- 5 Prinsip dasar asuransi
- 6 Penolakan asuransi
- 7 Rujukan
- 8 Lihat pula
- 9 Pranala luar
- 10 Referensi
Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992[2]
Asuransi dalam
Undang-Undang No. 2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Badan yang menyalurkan
risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut
"penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tertanggung" kepada "penanggung"
untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan
oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
Contohnya: seorang pasangan membeli rumah seharga Rp100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa
mereka kepada kehancuran finansial, mereka mengambil perlindungan asuransi
dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar
penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan
asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan
rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan
asuransi.
Asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Definisi Asuransi
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tentang asuransi atau
pertanggungan seumurnya, Bab 9, Pasal 246:
"Asuransi atau
Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tak tertentu.”
Penanggung menggunakan ilmu aktuaria
Penanggung menggunakan ilmu aktuaria untuk menghitung risiko yang mereka perkirakan. Ilmu aktuaria menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas, yang dapat digunakan untuk melindungi risiko
untuk memperkirakan klaim di kemudian hari dengan ketepatan yang dapat
diandalkan.
Contohnya, banyak orang
membeli kebijakan asuransi kepemilikan rumah dan kemudian mereka membayar premi
kepada perusahaan asuransi. Bila kehilangan yang dilindungi terjadi, penanggung
harus membayar klaim. Bagi beberapa tertanggung, keuntungan asuransi yang
mereka terima jauh lebih besar dari uang yang mereka telah bayarkan kepada
penanggung. Lainnya mungkin tidak membuat klaim. Kalau dirata-ratakan dari
seluruh kebijakan yang dijual, total klaim yang dibayar keluar lebih rendah
dibanding total premi yang dibayar kepada tertanggung, dengan perbedaannya
adalah biaya dan keuntungan.
keuntungan perusahaan asuransi
Perusahaan asuransi juga
mendapatkan keuntungan investasi. Ini diperoleh dari
investasi premi yang diterima sampai mereka harus membayar klaim. Uang ini
disebut "float".[butuh rujukan] Penanggung bisa mendapatkan keuntungan atau
kerugian dari harga perubahan float dan juga suku bunga atau deviden di float. Di Amerika Serikat,
kehilangan properti dan kematian yang tercatat oleh perusahaan asuransi adalah US$142,3 miliar dalam waktu
lima tahun yang berakhir pada 2003. Tetapi keuntungan total di periode yang
sama adalah US$68,4 miliar, sebagai hasil dari float.[butuh rujukan]
Prinsip dasar asuransi
Dalam dunia asuransi ada
6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
*Insurable
interest Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu
hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui
secara hukum.
*Utmost
good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat
dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang
akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: si penanggung
harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya
syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan
keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang
dipertanggungkan.
*Proximate
cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian
kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai
dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
*Indemnity Suatu mekanisme di mana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam
upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat
sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal
278).
*Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim
dibayar.
*Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama
menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk
ikut memberikan indemnity.
Penolakan asuransi
Beberapa orang
menganggap asuransi sebagai suatu bentuk taruhan yang berlaku selama periode kebijakan. Perusahaan asuransi bertaruh bahwa
properti pembeli tidak akan hilang ketika pembeli membayarkan uangnya.
Perbedaan di biaya yang dibayar kepada perusahaan asuransi melawan dengan
jumlah yang dapat mereka terima bila kecelakaan terjadi hampir sama dengan bila seseorang bertaruh di balap kuda (misalnya, 10 banding 1). Karena alasan ini,
beberapa kelompok agama termasuk Amish menghindari asuransi dan bergantung kepada dukungan yang diterima oleh komunitas mereka ketika bencana terjadi. Di komunitas yang
hubungan erat dan mendukung di mana orang-orangnya dapat saling membantu untuk
membangun kembali properti yang hilang, rencana ini dapat bekerja. Kebanyakan masyarakat tidak dapat secara efektif mendukung sistem seperti di atas dan sistem ini
tidak akan bekerja untuk risiko besar
4.
Sumber :
facebook.com
Judul : Pengertian Asuransi Umum,
Tujuan, Definisi, Sifat, Polis,
Premi, Subjek dan Objek
Penulis : Wildan Zhafiry
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
Asuransi
Pengertian Asuransi - Asuransi atau dalam bahasa
Belanda “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek Van Koophandle, bahwa asuransi
atau pertanggungan adalah suatru perjanjian dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri dengan seseorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan didenda karena suatu
peristiwa tak tentu. Ketentuan ini berlaku bagi semua macam pertanggungan, baik
yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun yang ada di luar
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). ( Pengertian Asuransi )
Pengertian Asuransi Umum - Terdapat 3 (tiga) unsur mutlak yang perlu
diperhatikan dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu :
1. Adanya Kepentingan
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan
merupakan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena
terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau pasti. Unsur kepentingan adalah unsur
yang mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya
pertanggungan maupun pada saat terjadinya avemen.
2. Adanya Peristiwa Tak Tentu
Unsur peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa,
yaitu kematian adalah suatu peristiwa yang pasti akan terjadi, dimana yang
tidak tertentu adalah “kapan” kematian itu akan menjadi kenyataan. Peristiwa
tak tentu dalam pertanggungan jiwa baru ada apabila si penanggung mengikatkan
diri untuk membayar, kalau kematian datang lebih pendek daripada jangka waktu
dan kemungkinan berlangsungnya hidup orang yang bersangkutan. Lain halnya
dengan pertanggungan kerugian sebab disana peristiwa itu adalah suatu kejadian
yang menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadi. (Prof Emmy
Pangaribuan Simanjuntak., SH., Hukum Pertanggungan, Penerbit Liberti)
3.Adanya Kerugian - Pengertian Asuransi
Penggantian kerugian diberikan penanggung
sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang
yang menerima ganti rugi tidak menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai
dengan kerugian yang dideritanya. Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah
hasil penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak.
(Ibid, Halaman 9)
Jadi pemberian uang oleh penanggung bukanlah murni
merupakan suatu penggantian kerugian, oleh karena jiwa manusia tidak mungkin
dinilai dengan uang. Rumusan definisi pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) berlaku bagi segala macam pertanggungan,
dengan demikian berlaku bagi pertanggungan kerugian maupun bagi pertanggungan
sejumlah uang atau pertanggungan jiwa.
Tujuan Asuransi - Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai
berikut: (R adiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Jakarta : Lembaga
Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1995, halaman 56)
1. Tujuan Ganti Rugi
Ganti rugi yang diberikan oleh
penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung menderita kerugian yang
dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertangung dari
kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita
kerugian.
Jadi tertanggung hanya oleh boleh
memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung
tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan
penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya,
kecuali memperoleh baals jasa atau premi.
2. Tujuan tertanggung
Adalah sebagai berikut :
Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko
yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang
lebih besar dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu
idiambil oleh penanggung.
Tujuan Penanggung
Tujuan Penanggung
Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :
Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain
menyediakan lapangan kerja, apabila penanggung membutihkan tenaga pembantu.
Tujuan Khusus, adalah :
Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para
nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alhi risiko yang dihadapi.
Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan
nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul
sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang
dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
Sifat Asuransi
Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya
berasal dari hukum Berat, baik dalam pengertian maupun adlam bentuknya.
Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut: (W
irjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia jakarta, Inter Masa, 1994,
halaman 10)
a. Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu
(Boyzondere Over Komst), yaitu suatu pemufakatan antaar dua pihak atau lebih
dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji
terhAdap seorang lain atau lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
b. Sifat timbal balik (Weder Kerige)
Persetujuan asuransi atau
pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen
Komst), yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu
bagi pihak lain.
Pihak terjamin berjanji akan
membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang
asuransi) kepada pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c. Sifat Konsensual
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan
suatu persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk
dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD).
d. Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging
) adalah asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku
anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada
persetujuannya dan peraturannya.
Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654
dan 1655 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan
bahwa perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang
artiny asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat
mengadakan segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan
keluar, yaitu kedalam jdapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para
anggota selaku terjamin, dan keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan
ini takluk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan
anggota sendiri maupun dengan orang lain.
e. Sifat Perusahaan
Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah
asuransi secara premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin,
tanpa ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak
terjamin terhadap si penjamin.
Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang
individu, melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan
untung rugi dalam tindakannya.
Polis dan Premi di dalam Asuransi
- Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual
(adanyakesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak
yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinaman
“polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjianprtanggungan yang merupakan
bukti tertulis.
Pada perjanjian asuransi atau pertanggungan antara para pihak, seorang
penanggung harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam jangka waktu
sebagai berikut: (Radiks Purba, Op Cit. halaman 59)
Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung dan
tertanggung yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah ditandatangani
oleh penanggung harus duserahkan kepada tertanggung dalam tempo 24 jam (pasal
259 KUHD).
Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada tertangung paling lama dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD).
Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada tertangung paling lama dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD).
- Fungsi Umum Polis, adalah :
Perjanjian pertanggungan (Contract Of Indonesia)
Sebagai bukti jaminan dri penanggung kepada tertanggung untuk mengganti
krugian yang mungkin dialami oleh tergugat akibat peristiwa yang tidak diduga
sebelumnya dengan prinsip :
Untuk mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum
mengalami kerugian;
atau
Untuk mengindarkan tertanggung dari kebangkrutan (Toial Collapse)
Untuk mengindarkan tertanggung dari kebangkrutan (Toial Collapse)
Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung
sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
- Is polis pada Umumnya dalam Asuransi
Sesuai dengan peraturan Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dengan
pengecualian terhadap asuransi atau pertanggungan jiwa, terdapat 8 (delapan)
syarat diantaranya yaitu (.N Purwosujipto, SH. Pengertian Pokok-Pokok Hukum
Dagang Indonesia, Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan, 1990, halaman 63)
Hari ditutupnya perjanjian pertanggungan. Nama orang yang menutup
pertanggungan, atas namanya sendiri atau atas tanggungan orang ketiga.
Uraian yang jelas mengenai benda pertangungan atau obyek yang dijamin
Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi)
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi)
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
Saat mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana didakan jaminan oleh
penjamin.
Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin.
Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin.
Keterangan tambahan yang perlu
diketahui oleh penjamin dan janji-janji khusus yang diadakan oleh kedua belah
pihak.
- Premi Didalam Asuransi
Pengertian premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban
tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh
penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung.
Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah
pertanggungan, dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung
terhadap resiko yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan
tetapi hal ini dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.( mmy
Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang
Fakultas Hukum UGM, 1990, halaman 41)
Fungsi dari premi merupakan harga pembelian dari tanggungan yang wajib
diberikan oleh penanggung atau sebagai imbalan resiko yang diperalihkan
pertanggungan dibuat, kecuali pertanggungngan saling menanggung. Sedangkan
mengenai pembayaran premi, biasanya dibayar tunai pada saat perjanjian
pertanggungan ditutup. Tetapi jika premi diperjanjikan dengan anggaran maka
premi dibayar pada permulaan tiap-tiap waktu angsuran.
Subyek dan Obyek Asuransi
- Subyek Asuransi
Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di
satu pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan
dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan
kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak berkewajiban
dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian pertanggungan
yaitu penanggung dan tertanggung.( bid, halaman 34)
Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa
disaimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu :
Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam
bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas
peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar
premi.
Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi
Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi
- Obyek Asurans
Yang dipergunakan pada umumny adalah harta benda seseorang atau tepatnya
milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda
berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah sama
dengan benda pertanggungan.
Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan
benda pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda
pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat
celaka orang lain.
Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek asuransi),
yaitu :
Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
Hak milik atas benda
Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepintangan”.
kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu
pertanggungan seorang tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang
dipertanggungkan, penanggung tidak wajib memberi ganti rugi.
Mengingat pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak setiap
kepentingan dapat dieprtanggungkan. Agar dapat diprtanggungkan, kepentingan
yang dimaksud harus memenuhi syarat tertentu.
Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan, bahwa yang
dapat menjadi obyek asuransi ialah semua kepentingan yang :
Dapat dinilai dengan sejumlah uang dapat diancam oleh macam bahaya.
Tidak dikecualikan oleh
undang-undang
Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita
karena tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada
suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan sebagainya.
Jadi selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang terlihat
sebagai barang yang terkena suatu macam bahaya.(W irjono Prof Jodikoro, SH.,
Asuransi di Indonesia, penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1994, halaman 41)
a. Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah
mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya kebakaran, maka disini benda
pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek dari bahaya itu, yaitu rumahnya.
Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya rumah. Sebagai akibat kebakaran
rumah, maka pemilik menderita suatu kehilangan yang akan diganti kerugiannya
oleh penanggung dan rumah itulah benda yang terkena.
Dalam hal ini benda
pertanggungannya jatuh bersamaan dengan pokok pertanggungannya.(Prof. emmy
Pangaribuan Simanjuntak, Op Cit, Halaman 13 : 14)
b. Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan
Ada pertanggungan dimana benda
pertanggungannya dan pokok pertanggungannya tidak jatuh bersama. Pokok
pertanggungan berbeda dengan benda pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa
pokok penanggungan dan benda pertanggungan itu adalah identik.
Kepentingan adalah obyek
pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau
berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau tidak pasti. Unsur
kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik
pada sat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen.
Molengraff mendefenisikan bahwa
yang dimaksud dengan kepentingan ialah harta kekayaan atau sebagian dari harta
kekayaan tertanggung yang dipertanggungkan yang mungkin diserang bahaya.
Definisi Molengraff ini menunjuk langsung pada benda, yakni harta kekayaan.
Namun hal ini sulit dijelaskan
pada pertanggungan kendaraan bermotor dengan WA (Wettelijke
Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan tanggung jawab menurut hukum. Pada
pertentangan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah kewajiban tertanggung
menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga. Jadi singkatnya menurut
Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah hak dan kewajiban tertanggung yang
dipertanggungkan.
Artikel Pengertian Asuransi Umum,
Tujuan, Definisi, Sifat, Polis, Premi, Subjek dan Objek ini ditulis dengan
referensi foot note agar telihat ilmiah. semoga teman teman semua dapat
mengambil manfaatnya.
5.
Sumber :
herygaara5.wordpress.com
Judul : Perjanjian
Asuransi
Penulis : herygaara5
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
PENDAHULUAN
Secara umum istilah asuransi atau pertanggungan
dapat mempunyai berbagai arti dan batasan, sesuai dengan siapa yang
memberikannya dan dipergunakan untuk sasaran apa. Asuransi atau pertanggungan
dapat ditelaah dan diberi batasan dari bidang-bidang ekonomi, hukum, bisnis,
matematika atau sosial. Dalam hal ini istilah asuransi, maupun pertanggungan
dipergunakan secara bersamaan dan ditelaah dari dua sisi yang sama. Pertama
asuransi atau pertanggungan dilihat dan ditelaah dari sisi dan kedudukannya
sebagai suatu lembaga atau institusi, ternyata lembaga tersebut melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu yang sebenarnya masuk dalam sisi kedua dari asuransi
atau pertanggungan itu sendiri. Kedua asuransi atau pertanggungan dapat dilihat
sebagai suatu kegiatan, sedangkan kegiatan yang dimaksud dalam hal ini adalah
sebagai suatu perjanjian yang tidak lain adalah perjanjian asuransi.
Perjanjian-perjanjian asuransi tersebut, dilakukan oleh lembaga dengan banyak
pihak dengan frekuensi relatif tinggi dalam jangka waktu yang juga relatif
panjang sesuai dengan batas usia lembaga itu sendiri.
Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan yang spesifik dan pasti yang berkisar pada manfaat ekonomi bagi kedua pihak yang mengadakan perjanjian. Sampai saat ini di Indonesia secara umum, perjanjian asuransi diatur dalam dua kodifikasi, baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dalam KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasikan sebagai salah satu dari yang termasuk perjanjian untung-untungan sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1774. Pasal pertama KUH Dagang yang mengatur perjanjian asuransi dimulai dalam pasal 246 yaitu yang memberikan batasan perjanjian asuransi.
Jadi meskipun perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan yang spesifik dan pasti yang berkisar pada manfaat ekonomi bagi kedua pihak yang mengadakan perjanjian. Sampai saat ini di Indonesia secara umum, perjanjian asuransi diatur dalam dua kodifikasi, baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dalam KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasikan sebagai salah satu dari yang termasuk perjanjian untung-untungan sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1774. Pasal pertama KUH Dagang yang mengatur perjanjian asuransi dimulai dalam pasal 246 yaitu yang memberikan batasan perjanjian asuransi.
Jadi meskipun perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian
perjanjian asuransi ?
2. Mengapa perjanjian
asuransi bukan termasuk perjanjian untung-untungan ?
3. Syarat sahnya asuransi
dan pengertian polis ?
4. Hal-hal yang
menyebabkan perjanjian asuransi berakhir ?
PEMBAHASAN
1. Pengertian Perjanjian
Asuransi
Dalam pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata , pengertian asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Sedangkan dalam Pasal 1
ayat (1) UU No 2 Tahun 1992, asuransi adalahperjanjian antara 2 pihak atau
lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan deiderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan pembayaran
yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur yang terdapat dalam asuransi adalah :
a. Pihak-pihak
b. Status pihak-pihak
c. Objek asuransi
d. Peristiwa Asuransi
e. Hubungan Asuransi
2. Perjanjian Asuransi
Bukan Persetujuan Untung-untungan
Perjanjian Asuransi
bukanlah perjanjian yang termasuk kedalam persetujuan untung-untungan, alasanya
adalah karena :
a. Pengalihan resiko
diimbangi dengan premi yang dibayarkan , sehingga premi ini sebagai pengganti
dari kerugian yang timbul.
b.
Kepentingan syarat mutlak
c. Kalaupun ada gugatan
yang diajukan baik dari pihak penanggung maupun tertanggung, diselesaikan
melalui pengadilan.
d.
Adanya suatu akibat hokum dari perjanjian tersebut.
3. Syarat Sahnya Asuransi
dan Pengertian Polis
Asuransi merupakan salah
satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka
ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga
pada perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian
khusus, maka di samping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku
juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam KUHD. Syarat-syarat sah perjanjian
diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut ada empat
syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat,
objek tertentu, dan kausa yang halal. Sedangkan syarat yang diatur dalam KUHD
adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam pasal 251 KUHD.
a. Kesepakatan (consensus)
a. Kesepakatan (consensus)
Tertanggung dan penanggung
sepakat mengadakan perjanjian asuransi.
Kesepakatan tersebut pada
pokoknya meliputi:
a. Benda yang menjadi
objek asuransi
b. Pengalihan risiko dan
pembayaran premi.
c. Evenemen dan ganti
kerugian
d. Syarat-syarat khusus
asuransi
e. Dibuat secara tertulis
yang disebut polis.
Pengadaan perjanjian
antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara langsung atau secara
tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan
perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara tidak langsung artimya
kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara.
Penggunaan jasa perantara memang dibolehkan menurut undang-undang. Dalam Pasal
260 KUHD ditentukan, apabila asuransi diadakan dengan perantaraan seorang
makelar maka polis yang sudah ditandatangani harus diserahkan dalam waktu 8
(delapan hari setelah perjanjian dibuat. Dalam pasal 5 huruf (a) undang-undang
No. 2 Tahun 1992 ditentukan, perusahaan pialang Asuransi dapat menyelenggarakan
usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang
berkaitan dengan kontrak asuransi. Perantara dalam KUHD disebut makelar, dalam
Undang-Undang No.
2 Tahun 1992 disebut
Pialang.
Kesepakatan antara
tertanggung dan penanggung itu dibuat secara bebas, artinya tidak berada di
bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat
menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No.2
Tahun 1992 ditentukan bahwa penutupan asuransi atas objek asuransi harus
didasarkan pada kebebasan memilih penanggung kecuali bagi program Asuransi
Sosial. Ketentuan ini dimaksud untuk melindungi hak tertanggung agar dapat
secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggungnya. Hal ini
dipandang perlu mengingat tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan
atas objek yang diasuransikan, jadi sudah sewajarnya apabila mereka secara
bebas tanpa pengaruh dan tekanan dari pihak manapun dalam menentukan
penanggungnya.
b. Kewenangan (authority)
Kedua pihak tertanggung
dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang.
Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat
objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan,
tidak berada di bawah perwakilan (trusteeship), dan pemegang kuasa yang sah.
Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan sah dengan benda
objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan milknya sendiri. Sedangkan
penanggung adalah pihak yang sah mewakili Perusahaan Asuransi berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan
pihak ketiga maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau
pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.
Kewenangan pihak
tertanggung dan penanggung tersebut tidak hanya dalam rangka mengadakan
perjanjian asuransi, melaikan juga dalam hubungan internal di lingkungan
Perusahaan Asuransi bagi penanggung, dan hubungan dengan pihak ketiga bagi tertanggung,
misalnya jual beli objek asuransi, asuransi untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam hubungan dengan perkara asuransi di muka pengadilan, pihka tertanggung
dan penanggung adalah berwenang untuk bertindak mewakili kepentingan pribadinya
atau kepentingan Perusahaan Asuransi.
c. Objek Tertentu (fixed object)
Objek
tertentu dalam Perjanjian Asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan dapat
pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan
kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada Perjanjian Asuransi
kerugian sedangkan objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada
Perjanjian Asuransi jiwa. Pengertian objek tertentu adalah bahwa identitas
objek asuransi tersebut harus jelas. Apabila berupa harta kekayaan, harta
kekayaan apa, berapa jumlah dan ukurannya dimana letaknya, apa mereknya, butan
mana, berapa nilainya dan sebagainya. Apabila berupa jiwa atau raga atas nama
siapa, berapa umumnya, apa hubungan keluarganya, di mana alamatnya, dan
sebagainya.
Karena
yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai
hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu. Dikatakan ada
hubungan langsung apabila tertanggung memiliki sendiri harta kekayaan, jiwa
atau raga yang menjadi objek asuransi. Dikatakan ada hubungan tidak langsung
apabila tertanggung hanya mempunyai kepentingan atas objek asuransi.
Tertanggung harus dapat membuktikan bahwa dia adalah sebagai pemilik atau
mempunyai kepentigan atas objek asuransi.
Apabila
tertanggung tidak dapat membuktikannya, maka akan timbul anggapan bhwa
tertanggung tidak mempunyai kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan
asuransi batal (null and void). Undang-undang tidak akan membenarkan, tidak
akan mengakui orang yang mengadakan asuransi tetapi tidak mempunyai kepentingan
(interest). Walau pun orang yang mengadakan asuransi itu tidak mempunyai
hubungan langsung dengan objek asuransi, dia harus menyebutkan untuk kepentingan
siapa asuransi itu diadakan. Jika tidak demikian maka asuransi itu dianggap
tidak ada. Menurut ketentuan Pasal 599 KUHD, dianggap tidak mempunyai
kepentingan adalah orang yang mengasuransikan benda yang oleh undang-undang
dilarang diperdagangkan, dan kapal yang mengangkut barang yang dilarang
tersebut. Apabila diasuransikan juga, maka asuransi tersebut batal.
d. Kausa yang Halal (legal cause)
Kausa yang halal maksudnya
adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Contoh asuransi yang berkuasa tidak halal adalah mengasuransikan benda yang
dilarang undang-undang untuk diperdagangkan, mengasuransikan benda tetapi
tertanggung tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulai yang sama dengan
perjudian. Asuransi bukan perjudian dan pertaruhan.
Berdasarkan kausa yang
halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah
beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi.
Jadi kedua belah pihak berprestasi tertanggung membayar premi, penanggung
menerima peralihan risiko atas objek asuransi. Jika premi dibayar, maka risiko
beralih. Jika premi tidak dibayar, risiko tidak beralih.
e. Pemberitahuan (notification)
Tertanggung wajib
memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini
dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat
hukumnya asuransi batal. Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD, semua pemberitahuan
yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh
tertanggung tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban
pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi
pemberatan risiko atas objek asuransi.
Kewajiban pemberitahuan
Pasal 251 KUHD tidak bergantung pada ada itikad baik atau tidak dari
tertanggung. Pabila tertanggung keliru memberitahukan, tanpa kesengajaan, juga
mengakibatkan batalnya asuransi, kecuali jika tertanggung dan penanggung telah
memperjanjikan lain. Biasanya perjanjian seperti ini dinyatakan dengan tegas
dalam polis dengan klausa ”sudah diketahui”.
Dalam buku I Bab IX KUHD, menyebutkan syarat-
khusus sahnya perjanjian asuransi, yaitu :
1. Asas indemnitas adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.
2. Asas kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam perjanjian asuransi/pertanggungan. Maksudnya adalah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.
3. Asas kejujuran yang sempurna dalam perjanjian asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: iktikad baik yang sebaik-baiknya. Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.
1. Asas indemnitas adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.
2. Asas kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam perjanjian asuransi/pertanggungan. Maksudnya adalah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.
3. Asas kejujuran yang sempurna dalam perjanjian asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: iktikad baik yang sebaik-baiknya. Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.
4. Asas subrogasi bagi penanggung meskipun tidak
mempengaruhi sah atau tidaknya perjanjian asuransi, perlu dibahas, karena
merupakan salah satu asas perjanjian asuransi yang selalu ditegakkan pada
saat-saat dan keadaan tertentu dalam rangka menerapkan asas pertama perjanjian
asuransi ialah dalam rangka tujuan pemberian ganti rugi ialah asas indemnitas.
Pengertian Polis
Berdasarkan pasal 255 KUHD , polis merupakan akta
tertulis mengenai pertanggungan jiwa. Isi polis menyatakan :
a. Hari ditutupnya
pertanggungan.
b. Nama orang yang menutup
pertanggungan atas tanggungan sendiri atau tanggungan orang lain.
c. Suatu uraian yang cukup
jelas mengenai barang yang dipertanggungkan
d. Jumlah uang untuk diadakan pertanggungan.
d. Jumlah uang untuk diadakan pertanggungan.
e. Bahaya-bahaya yang
ditanggung oleh penanggung.
f. Kapan bahaya mulai
berlaku untuk penanggung dan saat berakhirnya.
Suatu polis harus ditandatangani oleh pihak
penanggung dan tertanggung.
4. Hal-Hal Yang Menyebabkan Perjanjian Asuransi
Berakhir
a. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa,
satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya
tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung
dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan
kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak
penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi
jiwa berakhir. Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang
santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen). Menurut
hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir
apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa
adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang
santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain,
asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan
klaim.
b. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak
selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa
itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan
tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan
sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis
tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka
waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada
tertanggung.
c. Karena Asuransi Gugur
Dalam ketentuan Pasal 306
KUHD: “Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi
ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak
mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”,
Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam ketentuan Pasal 307 KUHD juga ditentukan: “Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam ketentuan Pasal 307 KUHD juga ditentukan: “Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
d. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat
berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut
dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai
dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan
asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi
dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar,
tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali
atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), Karena asuransi jiwa didasarkan
pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan
pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.
KESIMPULAN
Perjanjian asuransi diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada Bab IX mulai dari pasal 246 KUHD.
Dalam KUHD Bab IX mengatur semua tentang asuransi. Selain KUHD, KUHPerdata juga
mengatur tentang perjanjian asuransi misalnya, dalam pasal 1320 KUHPerdata
terdapat syarat umum dalam syarat sahnya suatu perjanjian asuransi. Sehingga
bisa dikatakan dalam KUHD Bab IX adalah Lex Spesialis, sedangkan KUHPerdata
adalah Lex Generalies.
Perjanjian asuransi bukanlah persetujuan
untung-untungan , sebab seperti yang telah disebutkan diatas telah jelas
mengapa perjanjian asuransi bukan dikatakan sebagai persetujuan
untung-untungan.
Syarat sah perjanjian asuransi :
a. Syarat umum ( pasal
1320 KUHPerdata )
ü Kesepakatan
ü Kecakapan
ü Suatu hal tertentu
ü Suatu sebab yang halal
b. Syarat khusus ( buku I bab IX KUHD )
ü Asa idemnitas
ü Asas kepentingan
ü Asas kejujuran yang
sempurna
ü Asas subrogasi pada
penanggung
Hal yang menyebabkan
perjanjian asuransi berakhir :
a. Karena Terjadi Evenemen
b. Karena Jangka Waktu
Berakhir
c. Karena Asuransi Gugur
d. Karena Asuransi
Dibatalkan
6.
Sumber :
angelinasinaga.wordpress.com
Judul : Makalah Hukum Asuransi
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
Asuransi secara etimologis
berasal dari Inggris reisurance atau reassuranc yang berarti pertanggungan
ulang atau pertanggungan kembali.
1.Pengertian Berdasarkan Undang-Undang:
• Pasal 246 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
“Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tak tertentu”.
• Undang-Undang No. 2
Tahun 1992.
asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1 P.M. Tambunan, Aspek
Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang
Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Departemen Kehakiman, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 21-23 Maret l989, hal. L
• KUHP pasal 246.
Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meneriam suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan.
keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu yang tak tertentu.
Pengertian Menurut Para Ahli:
Pengertian Menurut Para Ahli:
• Prof. Mehr dan Cammack.
“Asuransi merupakan suatu
alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam
jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan.
Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang
tergabung”.
• C.Arthur William Jr dan
Richard M. Heins.
ü mendefinisikan asuransi
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
”Asuransi adalah suatu
pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
ü ”Asuransi adalah suatu
persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk
menanggulangi kerugian finansial”
• Khoiril Anwar.
Asuransi adalah salah satu
cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin
terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asurandi akan membantu untuk mengganti
biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis
bisa diperkecil
• Mamat Ruhimat.
Asuransi adalah perjanjian
antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertangging dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung
• Eddy Suryanto Soegoto.
Asuransi adalah
pengelolaan kerugian melalui transfer risiko tersebut kepada perusahaan
asuransi, yang setuju untuk mengganti kerugian tertanggung atas kerugian
tersebut, untuk memberikan manfaat berupa uang lain pada suatu kejadian, atau
untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan resiko.
2. DASAR HUKUM
a. Dasar Hukum Asuransi
Seperti diketahui dinegara
Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar
Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata )
dan Code de Commerce ( Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad
19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai
asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda
untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut.
Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang
yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam
tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi
hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku
di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan
asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan
10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur
tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa.
Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di
sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul
tentang asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat
dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun
di luar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto
(1988:S)
“Sifat berlaku secara umum
ini saya simpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang
berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam
pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD
berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan ,
maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik
didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi
kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan
perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru.
Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum
asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa
:
“ Suatu perjanjian
untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya
baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu
kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak
hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774
KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal
asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah
dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut
pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat
definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang
yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian
asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya
dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti
rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian,
namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan
lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi
:
ü bagaimana dengan
peristiwa yang diperjanjikan?
ü sampai seberapa jauh
causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
ü apakah bahaya datangnya
dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
ü adakah kesalahan tertanggung
?
ü hal-hal yang memberatkan
resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung.
2 DR.Rudhi Prasetya.SH,Makalah
pada Seminar Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, diselenggarakan oleh BPHN
bekerja sama dengan Fakultas Hukum Univ.Trisakti.
3. SEJARAH HUKUM ASURANSI
1.
Zaman Kebesaran Yunani
Pada zaman kebesaran
Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356–323 BC) seorang pembantunya
yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai
pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes
mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak –
budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai
imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan
diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak
dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.3
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut.
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut.
Ternyata dengan idenya
tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam
asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia
butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa
dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak
kepada pemilik budak apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri.
Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini
pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.4
3Abdulkadir Muhammad,
Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), Halaman. 1
4 Prof.Dr.Wirjono Prodjodikoro,SH,Hukum Asuransi
di Indonesia,Cetakan ke 7,1982,Hal.15
2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
Perjanjian seperti pada
zama Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah
Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota
perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada
anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya
penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota
perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya
perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu,
perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti,
maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa
hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan ( collegium ) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.
Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin ( onderlingne levensverzekering ).
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan ( collegium ) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.
Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin ( onderlingne levensverzekering ).
3. Zaman Abad Pertengahan
Peristiwa – peristiwa hukum yang telah diuraikan di
atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang
mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde.
Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya dengan janji apabila
ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang
diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini
banyak terjadi pada abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran. 5
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut
berkembang di Denmark, Jerman, dan negara – negara Eropa lainnya sampai pada
abad ke – 12. Pada abad ke – 13 dan abad ke – 14 perdagangan melalui laut mulai
berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam
perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para
pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan
kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi
kerugian laut.6
Akan tetapi, apabila kapal
dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam
itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij.
Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali.
Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali.
Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi,
sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko
kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang
hilang itu dianggap seolah – olah sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal
dan barang muatannya.
5 Abdulkadir Muhammad,
Ibid, Halaman. 2
6 Abdulkadir Muhammad,
Ibid, Halaman. 3
Karena ada larangan
menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola
perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi
pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal
dan barang muatannya, tetapi setelah benar – benar terjadi bahaya yang menimpa
kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada
permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah
uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan
apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor
itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip
dengan premi asuransi.7
7 Abdulkadir Muhammad,
Ibid, Halaman. 3
4. Zaman Sesudah Abad
Pertengahan
Sesudah abad pertengahan,
bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat
pesat terutama di Negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad
ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda.
Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi
karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke
Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan
mereka.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847. 8
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847. 8
8 Abdulkadir Muhammad,
Ibid, Halaman. 4
5. Zaman Kodifikasi
Perancis
Kodifikasi hukum perdata
dan hukum dagang yang dilakukan Kaisar Napoleon dimuat dalam Kitab Code Civil (
KUHPER) dan Code De Commerce (KUHD). Pada abad ke 19, Code De Commerce hanya
memuat pasal Asuransi Laut.
Perkembangan asuransi laut
didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun
1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut.
Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani
perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut
berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis
full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh
individu-individu berangsur-angsur bergeser menjadi perusahaan.
Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.
Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Asuransi secara
etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang berarti
pertanggungan ulang atau pertanggungan kembali.
2) Pokok-pokok pengaturan
asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan
10.
3) Sejarah Hukum Asuransi
dibagi dalam:
• Zaman Kebesaran Yunani
• Zaman Kebesaran Kerajaan
Romawi
• Zaman Abad Pertengahan
• Zaman Sesudah Abad Pertengahan
• Zaman Kodifikasi
Perancis
7.
Sumber :
angelinasinaga.wordpress.com
Judul : Pengantar Hukum Asuransi
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
1. Latar Belakang
Di Indonesia sekarang ini
pemakaian asuransi untuk mencegah timbulnya kerugian pada saat mengalami
kondisi yang tidak disengaja sudah semakin diminati masyarakat. Oleh sebab itu
pada kesempatan ini saya akan mencoba membahas mengenai Asuransi, khususnya mengenai
Sejarah Asuransi, baik sejarah awal adanya asuransi sampai kepada sejarah
asuransi di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Permasalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Asuransi
2. Dasar Hukum Asuransi
3. Sejarah Hukum Asuransi
3. Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan seluruh mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami jawaban dari rumusan masalah yang dipaparkan dalam
makalah ini.
4. Metode Pembahasan
Metode yang digunakan
dalam membahas makalah ini adalah dengan membahas persub judul, seperti yang
telah dituliskan dalam rumusan masalah, yaitu terdapat tiga (3) masalah yang
akan dibahas satu-persatu.
5. Manfaat
Adapun yang menjadi
manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
memberikan masukan dan asupan ilmu kepada mahasiswa mengenai apa yang dimaksud
dengan Hukum Asuransi, baik menurut Undang-undang ataupun menurut para ahli.
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang menjadi
landasan dari Hukum Asuransi
3. Mahasiswa mengetahui “Sejarah Hukum Asuransi”
3. Mahasiswa mengetahui “Sejarah Hukum Asuransi”
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris
reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan
kembali. 1
Pengertian Berdasarkan Undang-Undang:
• Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
• Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
1 P.M. Tambunan, Aspek Hukum Reasuransi kerugian,
Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang Tentang Hukum Angkutan dan Hukum
Asuransi, Departemen Kehakiman, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 21-23
Maret l989, hal. L
• KUHP pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
dengan meneriam suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan.
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita
karena suatu yang tak tertentu.
Pengertian Menurut Para Ahli:
Pengertian Menurut Para Ahli:
• Prof. Mehr dan Cammack
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi
resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai,
untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang
dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
• C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins
ü mendefinisikan asuransi
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
”Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian
finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
ü ”Asuransi adalah suatu
persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk
menanggulangi kerugian finansial”.
• Khoiril Anwar
Asuransi adalah salah satu cara bagi pelaku bisnis
untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah
transaksi bisnis. Asurandi akan membantu untuk mengganti biaya kerugian yang
diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis bisa diperkecil.
• Mamat Ruhimat
Asuransi adalah perjanjian antara 2 pihak atau
lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertangging dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung.
• Eddy Suryanto Soegoto
Asuransi adalah pengelolaan kerugian melalui
transfer risiko tersebut kepada perusahaan asuransi, yang setuju untuk
mengganti kerugian tertanggung atas kerugian tersebut, untuk memberikan manfaat
berupa uang lain pada suatu kejadian, atau untuk menyediakan jasa yang
berkaitan dengan resiko.
2. DASAR HUKUM
a. Dasar Hukum Asuransi
Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi
hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat
dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata ) dan Code de Commerce (
Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam
Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam
rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda untuk Kitab Hukum
Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan
undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab
Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam tahun 1838,
termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi
dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di
Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat
dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur
tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi
kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10
mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di sungai-sungai serta
perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada
umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9
tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun di luar KUHD.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
“Sifat berlaku secara umum ini saya simpulkan dari
:
a. Judul bab ke 9 yang berbunyi : tentang asuransi
atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam pertanggungan baik yang
diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD berlakulah
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan , maka buku I bab 9 KUHD
dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar
KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan
jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan
kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru. Walaupun pokok-pokok pengaturan
asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat
dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu
perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun
bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian
adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti
dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur
dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi
dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut pasal 246 KUHD atau
Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat
dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
ü Premi yaitu sejumlah uang
yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
ü Ganti rugi, perjanjian
asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya
dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti
rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian,
namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa
faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
ü bagaimana dengan
peristiwa yang diperjanjikan?
ü sampai seberapa jauh
causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
ü apakah bahaya datangnya
dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
ü adakah kesalahan tertanggung ?
ü adakah kesalahan tertanggung ?
ü hal-hal yang memberatkan
resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung.
2 DR.Rudhi Prasetya.SH,Makalah pada Seminar Hukum Angkutan
dan Hukum Asuransi, diselenggarakan oleh BPHN bekerja sama dengan Fakultas
Hukum Univ.Trisakti
3. SEJARAH HUKUM ASURANSI
3. SEJARAH HUKUM ASURANSI
1. Zaman Kebesaran Yunani
Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan
Alexander The Great (356–323 BC) seorang pembantunya yang bernama Antimenes
memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu.
Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak
belian supaya mendaftarkan budak – budaknya dan membayar sejumlah uang tiap
tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka
jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak
itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang
sebagai gantinya.3
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut. Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut. Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.
2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
Perjanjian seperti pada zama Yunani terus
berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah Masehi. Pada waktu itu
dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar
uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang
meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang
disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah
ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada
anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan
bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami
bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari
perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan ( collegium ) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.
Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin ( onderlingne levensverzekering ).
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan ( collegium ) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.
Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin ( onderlingne levensverzekering ).
3. Zaman Abad Pertengahan
Peristiwa – peristiwa hukum yang telah diuraikan di
atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang
mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde.
Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya dengan janji apabila
ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang
diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini
banyak terjadi pada abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran. Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang
di Denmark, Jerman, dan negara – negara Eropa lainnya sampai pada abad ke – 12.
Pada abad ke – 13 dan abad ke – 14 perdagangan melalui laut mulai berkembang
pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan
perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu
itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul
melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut. Akan
tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat
tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini
disebut bodemerij. Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal
meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal
dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan
barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar
kembali. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu
seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai
pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang
menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah – olah sebagai
ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.
Karena ada larangan menarik bunga oleh agama
Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam
perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan
sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi
setelah benar – benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya,
barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik
kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman
sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa
yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman.
Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.
Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan
asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di
Negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di
Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat
asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara
tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut
(overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.
Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu berangsur-angsur bergeser menjadi perusahaan.
Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris
reisurance atau reassurance yang berarti pertanggungan ulang atau pertanggungan
kembali.
2) Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10.
2) Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10.
3) Sejarah Hukum Asuransi dibagi dalam:
• Zaman Kebesaran Yunani
• Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
• Zaman Abad Pertengahan
• Zaman Sesudah Abad Pertengahan
• Zaman Kodifikasi Perancis.
8.
Sumber :
Jhohandewangga.wordpress.com
Judul : Makalah Tentang Asuransi
Penulis : Jhohandewangga
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
- A. LATAR BELAKANG
Resiko dimasa datang dapat terjadi terhadap kehidupan sesorang misalnya
kematian, sakit atau resiko dipecat dari pekerjaannya. Dalam dunia bisnis
resiko yang dihadapi dapat berupa resiko kerugian akibat kebakaran, kerusakan
atau kehilangan atau resiko lainnya. Oleh karena itu setiap resiko yang akan
dihadapi harus ditanggulangi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih
besar lagi.
Untuk mengurasngi resiko yang tidak diinginkan dimasa yang akan datnag,
seperti resiko kehilangan, resiko kebakaran, resiko macetnya pinjaman kredit
bank atau resiko laiinnya, maka diprlukan perusahaan yang mau menanggung rediko
tersebut. Adalah perusahaan asuransi yang mau menanggung resiko yang bakal
dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan
perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang melakukan usaha pertanggung
jawaban terhadap resiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya.
- RUMUSAN MASALAH
- Pengertian dari Asuransi?
- Tujuan dan jenis – jenis dari asuransi?
- Terjadinya dan Berakhirnya Asuransi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asuransi
Didalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) disebut bahwa,
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
penangung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
Premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, yang mungkin akan diderita karena
suatu peristiwa yang tak tertentu.”
Menurut Wirdjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia,
asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada
pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti
kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari
suatu peristiwa yang belum jelas.
D.S. Hansell dalam bukunya Elements
of Insurance menayatakan bahwa asuransi selalu berkaitan dengan resiko (Insurance is to do with risk).
Menurut Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya Principles of Insurance menyatakan
bahwa suatu pengalihan resiko (transfer
of risk) disebut asuransi.
Berdasaarkan pengertian pasal 246 KUHD dapat disimpulkan ada tiga unsur
dalam Asuransi, yaitu:
- Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada pihak penanggung baik sekaligus atau berangsur-angsur
- Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila unsur ketiga berhasil
- Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi
B.
Tujuan Dan Jenis-Jenis Asuransi
1.
Tujuan Asuransi
Menurut Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S. H., asuransi itu
mempunyai tujuan, pertama-tama ialah: mengalihkan segala resiko yang
ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi kepada orang lain
yang mengambil resiko untuk mengganti kerugian. Pikiran yang terselip dalam hal
ini ialah, bahwa lebih ringan dan mudah apabila yang menanggung resiko dari
kekurangan nilai benda-benda itu beberapa orang daripada satu orang saja, dan
akan memberikan suatu kepastian mengenai kestabilan dari nilai harat bendanya
itu jika ia akan mengalihkan resiko itu kepada suatu perusahaan, dimana dia
sendiri saja tidak berani menanggungnya.
Sebaliknya seperti yang dikemukakan oleh Mr. Dr. A. F. A. Volman
bahwa orang-orang lain yang menerima resiko itu, yang disebut penanggung
bukanlah semata-mata melakukan itu demi prikemanusiaan saja dan bukanlah pula
bahwa dengan tindakan itu kepentingan-kepentingan mereka jadi korban untuk
membayar sejumlah uang yang besar mengganti kerugian-kerugian yang ditimbulkan
oleh peristiwa-peristiwa itu.
Para penanggung itu adalah lebih dapat menilai resiko itu dalam
perusahaan mereka, daripada seseorang tertanggung yang berdiri sendiri, oleh
karena itu biasanya didalam Praktek para penanggung asuransi yang sedemikian banyaknya,
mempunyai dan mempelajari pengalaman-pengalaman mereka tentang penggantian
kerugian yang bagaimana terhadap sesuatu resiko yang dapat memberikan suatu
kesempatan yang layak untuk adanya keuntungan.
- 2. Jenis-jenis Asuransi
Berdasarkan pasal 247 KUHD menyebutkan tentang lima macam asuransi
ialah:
- Asuransi terhadap kebakaran
- Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
- Asuransi terhadap kematian orang ( Asuransi jiwa )
- Asuransi terhadap bahaya dilaut dan perbudakan
- Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan didarat dan disungai-sungai
Secara garis besar asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
- Asuransi Kerugian
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keungan (pecuniary), tanggung jawab hokum (liability), dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan)
- Asuransi Jiwa
Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang
menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko
kematian (yang pasti terjadi tetapi
tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi
tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak mustahil terjadi).
- Asuransi Sosial
Adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah
berdasarkan undang-undang. Maksud dan tujuan asuransi social adalah menyediakan
jaminan dasar bagi masyrakat dan tidak bertujuan untuk mendapat keuntungan
komersial.
C.
Terjadinya dan Berakhirnya Asuransi
1.
Kapan Terjadinya Perjanjian Asuransi
perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh
KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian
untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak
tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam
perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan.
Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas
kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa.
Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
Suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari
kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan
yang akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti.
Perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
- Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian (shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas).
- Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.
- Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.
- Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan.
Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan
proteksi. Dapat dilihat dari batasan pasal 246 KUHD, lebih lanjut ditelaah
unsur-unsur sebagai berikut:
- Pihak pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri untuk menerima dan mengambil alih risiko pihak lain.
- Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk perusahaan atau siapapun yang dapat menderita kerugian.
Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung
dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu
hukum terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:
- Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan penanggung.
- Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan
satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah
terjadi. Untuk mengatasi kesulitan jika terjadi sesuatu setelah perjanjian
namun belum sempat dibuatkan polisnya atau walaupun sudah dibuatkan atau belum
ditandatangi atau sudah di tandatangi tetapi belum diserahkan kepada
tertanggung kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian tertanggung.
Pada pasal 257 KUHD memberi ketegasan, walaupun belum dibuatkan polis, asuransi
sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung.
Sehingga hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul sejak terjadi
kesepakatan berdasarkan nota persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada barulah
dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata.
Ketentuan ini yang dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat khusus
yang dimaksud dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian
yang telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban
tertanggung dan penanggung seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat
kerugian yang menjadi beban penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan
klausula-klausula tertentu.
2.
Berakhirnya Asuransi
Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain
sebagai
berikut: :
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung
adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi
jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang
diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung
berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh
tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran
uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan
sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen). Menurut hukum perjanjian,
suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi
masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian,
maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai
akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir
sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung
itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka
waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban
risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa
penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai
jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi
jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan
pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu
berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung
sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar
ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan
sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan
setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan),
Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya
bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.
BAB III
KESIMPULAN
Asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
- Asuransi Kerugian
- Asuransi Jiwa
- Asuransi Sosial
Kapan terjadinya Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu
terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum terdapat 2
(dua) teori perjanjian tersebut:
- Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan penanggung.
- Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.
- 3. Berakhirnya Asuransi
Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain
sebagai
berikut: :
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan
satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah
terjadi.
9.
Sumber :
akademiasurasnsi.org
Judul : Dasar Hukum Asuransi
Penulis : Dr. A. JUNAEDY GANIE, SE, MH ANZIIF (Snr. Assoc.),
AAIK (HC), CIP, ChFC, CLU
Diunduh :
Rabu, 10 Desember 2014
A. PERANAN HUKUM
ASURANSI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT
1. Sejarah hukum asuransi di Indonesia
Sistem hukum
Indonesia berasal dari Hukum Perdata yang dibawa oleh pemerintah kerajaan
Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum Perdata tersebut dapat ditelusuri
akarnya ke Hukum Perdata Perancis sampai ke Hukum Romawi.
Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakar dari Kodifikasi Hukum
Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de Commerce) pada permulaan abad
kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar Napoleon di Perancis. Pada waktu
itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat pasal-pasal mengenai asuransi laut
sampai diundangkannya rancangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wet Boek van
Koophandel) tahun 1838 yang memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi
kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga
dianut untuk Hindia Belanda dahulu yang sampai sekarang masih berlaku di
Indonesia [1]).
Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]). Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]). Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.
Selanjutnya,
seiring dengan dominasi Inggris sebagai asal muasal asuransi modern dan
negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon tertentu dalam perkembangan
industri asuransi secara internasional, terutama dalam penyediaan kapasitas
reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan asuransi, perkembangan asuransi
secara internasional, termasuk di Indonesia, sangat dipengaruhi sangat
dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang berasal dari
negara-negara Anglo Saxon tersebut.
Di Indonesia, undang-undang
yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis untuk pertama kalinya lahir pada
tahun 1992 dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian. Sebelum lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis
diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden
(Kepres) berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan asuransi
sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian,
selanjutnya, UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian akan disebut UU
Bisnis Asuransi.
UU Bisnis
Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis dengan membuat aturan mengenai
perizinan, pengelolaaan dan peranan pemeritah dalam pembinaan dan pengawasan
usaha perasuransian, Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 UU Bisnis Asuransi,
Undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf
(Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan UU Bisnis Asuransi diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (selanjutnya disebut PP Nomor
73 Tahun1992). Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 46 PP
Nomor 73 Tahun 1992 tersebut, dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini, KepPres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha Di
Bidang Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1999,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (selanjutnya
disebut PP Nomor 63 Tahun 1999) tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan PP Nomor 73 Tahun 1992.
Perubahan kedua diberlakukan melalui PP Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir, pemerintah
mengeluarkan PP Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan Pemerintah tersebut di
atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya disebut Kepmen) dan PerMen
Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan berbagai keputusan di bawahnya yang
semuanya menjadi peraturan pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan
bisnis asuransi Indonesia.
2. Pengertian risiko
Risiko adalah
suatu kondisi yang mengandung kemungkinan terjadinya penyimpangan yang lebih
buruk dari hasil yang diharapkan [3]). Apabila dilakukan survei atas
berbagai buku asuransi di perguruan tinggi saat ini masih terdapat
ketidakseragaman tentang pengertian risiko sehingga risiko memiliki sejumlah
definisi seperti antara lain sebagai berikut [4]) :
a. the
chance of loss (kesempatan timbulnya kerugian),
b. the
possibility of loss (kemungkinan timbulnya kerugian),
c.
uncertainty (ketidakpastian),
d. the
dispersion of actual from expected result (penyebaran dari hasil yang
diperkirakan),
or
e. the
probability of any outcome different from the expected one (kemungkinan
suatu hasil akhir berbeda dengan yang diharapkan).
Istilah risiko
memiliki berbagai pengertian dalam bisnis dan dalam kehidupan sehari-hari dan
pada tingkatan yang paling umum, istilah risiko dipergunakan untuk
menggambarkan setiap keadaan dimana terdapat ketidapastian tentang hasil apa
yang akan timbul) . Dalam ilmu asuransi terdapat istilah peril dan hazard yang
tidak jarang dipergunakan saling menggantikan antara
keduanya dan terhadap pengertian risk (risiko). Ketiga
kata tersebut dalam istilah asuransi dapat mempunyai perbedaaan walaupun menurut
Kamus Inggris Indonesia) baik peril maupun hazard diterjemahkan "bahaya,
risiko". Untuk membedakan di antara kedua istilah tersebut Emmet J. Vaughan
dan Therese Vaughan ) mendefinisikan peril sebagai suatu penyebab suatu
kerugian. Peril juga dipergunakan untuk merujuk kepada bahaya api, topan,
banjir, pencurian dan sejenisnya. Keduanya menjadi penyebab kerugian yang
mungkin timbul. Hazard pada sisi yang lain merupakan suatu keadaan yang dapat
menciptakan atau meningkatkan kemungkinan suatu kerugian timbul dari peril yang
ada. Sesuatu hal dapat merupakan peril dan sekaligus hazard juga, misalnya
sakit merupakan suatu peril yang menimbulkan kerugian ekonomis tetapi sakit
juga merupakan hazard yang menaikkan kemungkinan kerugian dari peril kematian
yang lebih cepat. Hazard secara umum dibagi dalam 3 kategori yaitu
Physical hazard, Moral hazard dan Morale hazard.
Physical hazard
adalah kondisi fisik obyek asuransi yang akan meningkatkan kemungkinan kerugian
karena risiko yang diasuransikan. Contohnya adalah untuk asuransi kebakaran
adalah jenis konstruksi, letak dan penggunaan bangunan. Moral hazard adalah
kemungkinan terjadinya kerugian disebabkan karakter tertanggung yang cenderung
tidak jujur. Morale hazard adalah tindakan yang akan meningkatkan kerugian
karena adanya asuransi, misalnya sikap yang cenderung tidak mencegah kerugian
timbul karena terdapat asuransi yang menanggung. Pemberian jenis obat yang
lebih mahal karena adanya jaminan asuransi merupakan bentuk morale hazard. Jika
hakim memberikan putusan yang lebih tinggi karena pertimbangan adanya jaminan
asuransi (deep pocket syndrome) merupakan bentuk lain dari morale hazard.
Disamping ketiga kategori di atas, hazard yang ke empat adalah legal
hazard yang diartikan sebagai peningkatan risiko dalam frekuensi dan tingkat
keparahan kerugian (severity) yang mungkin timbul dari doktrin hukum berlaku.
Jenis-jenis risiko masih dapat dibagi dalam berbagai bentuk dan cara lainnya.
3. Pengertian asuransi
Upaya memberikan
definisi terhadap kata asuransi dapat mengundang pembahasan yang panjang tetapi
pada dasarnya, pengertian asuransi dapat dibagi dalam pengertian asuransi
sebagai sebuah perjanjian dan asuransi sebagai sebuah mekanisme pengalihan
risiko.
Black's Law
Dictionary [9]) mendefinisikan sebagai sebuah perjanjian yaitu bahwa asuransi
adalah suatu perjanjian yang menjadi dasar bagi penanggung pada satu pihak
berjanji akan melakukan sesuatu yang bernilai bagi tertanggung sebagai pihak
yang lain atas terjadinya kejadian tertentu; sebuah perjanjian yang menjadi
dasar bagi satu pihak mengambilalih suatu risiko yang dihadapi oleh pihak yang
lain atas imbalan pembayaran sejumlah premi.
Menurut Pasal
246 KUH Dagang, asuransi adalah :
"Suatu
perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu"
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. Pengertian tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Definisi tersebut tidak mencakup jaminan dalam asuransi jiwa yang tidak terkait dengan kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi jiwa, yang menjadi obyek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan kepada seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal dunia atau penerimaan manfaat yang disepakati oleh tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi sehingga jelaslah bahwa definisi tersebut sudah tidak memadai.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi), pengertian asuransi atau pertanggungan adalah :
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. Pengertian tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Definisi tersebut tidak mencakup jaminan dalam asuransi jiwa yang tidak terkait dengan kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi jiwa, yang menjadi obyek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan kepada seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal dunia atau penerimaan manfaat yang disepakati oleh tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi sehingga jelaslah bahwa definisi tersebut sudah tidak memadai.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi), pengertian asuransi atau pertanggungan adalah :
"Perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita oleh tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan".
Dari ketentuan
perundangan tersebut, asuransi adalah suatu perjanjian antara penanggung, yang
dengan imbalan pembayaran suatu premi yang telah disepakati, berjanji
untuk memberikan suatu penggantian atau manfaat kepada
tertanggung pada satu pihak dan tertanggung atau pihak yang ditunjuk sebagai pihak
lainnya.
Menurut UU Bisnis Asuransi, obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. Cakupan jaminan asuransi dalam definisi ini adalah lebih luas dibandingkan dengan pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang. Meskipun demikian, keberadaan jenis asuransi syariah yang tidak memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep gotong royong (taawun, mutual protection) [10]) dan produk-produk asuransi unit-linked yang dikeluarkan perusahaan asuransi jiwa membuat definisi umum dalam UU Bisnis Asuransi sudah tidak sepenuhnya tepat lagi.
4. Asuransi sebagai penerapan prinsip pengalihan dan penyebaran risiko
Menurut UU Bisnis Asuransi, obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. Cakupan jaminan asuransi dalam definisi ini adalah lebih luas dibandingkan dengan pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang. Meskipun demikian, keberadaan jenis asuransi syariah yang tidak memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep gotong royong (taawun, mutual protection) [10]) dan produk-produk asuransi unit-linked yang dikeluarkan perusahaan asuransi jiwa membuat definisi umum dalam UU Bisnis Asuransi sudah tidak sepenuhnya tepat lagi.
4. Asuransi sebagai penerapan prinsip pengalihan dan penyebaran risiko
Fungsi dasar
asuransi ialah merupakan suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian
terhadap kerugian khusus untuk kerugian-kerugian murni dan bukan kerugian yang
bersifat spekulatif sehingga pengertian risiko dapat diberikan sebagai suatu
ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa [11]) .
Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan tertanggung atau melalui melalui pialang asuransi. Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang menjadi penanggung ulang yang dalam menjalankan usahanya menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lainnya.
Kemampuan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk menanggung suatu risiko yang dijaminnya tergantung kepada kekuatan keuangan yang dimilikinya. Penanggung dimungkinkan untuk menjamin risiko yang jauh melebihi jumlah kekuatan permodalan sendiri dan mampu membayar apabila klaim timbul. Kemampuan tersebut diperoleh industri asuransi melalui praktik penyebaran risiko karena penanggung dapat memperoleh dukungan kapasitas penerimaan risiko dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lain. Mekanisme penyebaran risiko tersebut dinamakan reasuransi. Apabila satu risiko ditanggung bersama-sama secara langsung oleh dua atau lebih penanggung dalam satu kontrak asuransi atas objek asuransi yang sama, kegiatan tersebut dikenal sebagai koasuransi.
Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan tertanggung atau melalui melalui pialang asuransi. Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang menjadi penanggung ulang yang dalam menjalankan usahanya menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lainnya.
Kemampuan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk menanggung suatu risiko yang dijaminnya tergantung kepada kekuatan keuangan yang dimilikinya. Penanggung dimungkinkan untuk menjamin risiko yang jauh melebihi jumlah kekuatan permodalan sendiri dan mampu membayar apabila klaim timbul. Kemampuan tersebut diperoleh industri asuransi melalui praktik penyebaran risiko karena penanggung dapat memperoleh dukungan kapasitas penerimaan risiko dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lain. Mekanisme penyebaran risiko tersebut dinamakan reasuransi. Apabila satu risiko ditanggung bersama-sama secara langsung oleh dua atau lebih penanggung dalam satu kontrak asuransi atas objek asuransi yang sama, kegiatan tersebut dikenal sebagai koasuransi.
Asuransi sering
dianggap sebagai alat pembagian risiko (risk-sharing device), misalnya premi
yang dibayar oleh perusahaan manufaktur untuk jaminan asuransi akan menjadi
biaya tetap bagi bisnisnya yang akan diperhitungkan dalam komponen biaya yang
dikeluarkan dan oleh karena itu akan tercermin dalam harga yang dikenakan atas
barang yang diproduksinya. Biaya klaim lalu di bagi di antara semua pembeli
barang yang dijualnya yang memungkinkan suatu risiko dapat disebarkan secara
luas. Apabila perusahaan manufaktur tersebut mengalami klaim yang tinggi, premi
yang harus ditanggungnya juga menjadi tinggi dan oleh karena itu harga jual
produknya juga akan meningkat, tergantung dari kecanggihan sistem pengenaan
premi atas masing-masing risiko).
Bagi masyarakat
umum, selain menghindarkan risiko, mencegah risiko dan menahan risiko yang
dihadapi pada masa kini maupun di masa depan, asuransi merupakan suatu
bentuk penyebaran risiko yang dimiliki walaupun lebih tepat disebut sebagai
bentuk pengalihan risiko. Pembeli jasa asuransi dapat juga melakukan
penyebaran risiko dengan mengalihkan risiko
pada lebih dari satu
penanggung, baik
dilakukan dalam bentuk polis-polis asuransi yang terpisah maupun dalam bentuk
penutupan asuransi secara koasuransi.
Sebagian dari
premi yang dikumpulkan oleh penanggung dari seluruh peserta asuransi
dipergunakan untuk membiayai klaim yang timbul dari sebagian tertanggung yang
menderita kerugian atau telah jatuh tempo haknya atau hak penerima manfaat
(beneficiary) untuk menerima klaim. Sebagian lagi adalah untuk membentuk
cadangan klaim yang mungkin terjadi atau diketahui di masa akan datang,
membiayai penyelenggaraan usaha dan untuk keuntungan penanggung. Tertanggung
membayar premi yang merupakan biaya tetap terlepas apakah peristiwa yang
diasuransikan terjadi atau tidak. Bagi tertanggung, dengan membayar premi
asuransi sebagai biaya tetap, mereka akan memperoleh kepastian bahwa kerugian
atau kehilangan yang mungkin timbul selama masa asuransi akan dibiayai oleh
penanggung terlepas apakah jumlah klaim yang timbul seimbang atau tidak dengan
premi yang dibayar tertanggung. Jumlah kerugian yang timbul dapat jauh
melampaui jumlah premi yang dibayar tertanggung sehingga akan sangat
mempengaruhi kondisi keuangan tertanggung apabila tidak memperoleh penggantian
kerugian dari pihak lain. Jumlah klaim yang timbul juga dapat melebihi
kemampuan penanggung untuk membiayainya apabila tidak didukung terlebih dahulu
oleh program reasuransi untuk memperkuat kemampuan keuangannya.
Dari tujuan dan fungsi asuransi bagi penanggung maupun tujuan tertanggung tersebut, dapat disimpulkan berlakunya penerapan prinsip "the losses of a few are borne by a group" dalam bisnis asuransi. Tidak semua peserta akan mengalami kerugian atau kehilangan pada waktu yang sama ataupun pada waktu yang lain tetapi klaim yang diajukan oleh sebagian dari peserta asuransi ditanggung oleh seluruh peserta asuransi.
5. Perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap asuransi
Dari tujuan dan fungsi asuransi bagi penanggung maupun tujuan tertanggung tersebut, dapat disimpulkan berlakunya penerapan prinsip "the losses of a few are borne by a group" dalam bisnis asuransi. Tidak semua peserta akan mengalami kerugian atau kehilangan pada waktu yang sama ataupun pada waktu yang lain tetapi klaim yang diajukan oleh sebagian dari peserta asuransi ditanggung oleh seluruh peserta asuransi.
5. Perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap asuransi
Al Qur'an, surah
An Nissa' ayat 9 berbunyi :
"Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".
Ayat tersebut
menunjukkan kewajiban manusia untuk berikhtiar memberikan kesejahteraan dan
masa depan yang baik bagi keluarga mereka. Ikhtiar merupakan suatu praktik
tanggung jawab seseorang kepada keluarganya dan oleh karena itu bagi orang
banyak.
Al Qur'an, surah
Yusuf ayat 43 – 49 meriwayatkan mimpi Raja Mesir yang melihat tujuh ekor sapi
betina gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina kurus-kurus dan tujuh
bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering. Nabi Yusuf
A.S. menafsirkan mimpi tersebut berarti bahwa Mesir akan mengalami keberhasilan
panen gandum selama tujuh tahun berturut-turut dan disusul oleh masa paceklik
selama tujuh tahun berikutnya. Nabi Yusuf menyarankan supaya rakyat Mesir berhemat,
hanya mempergunakan seperlunya saja hasil panen gandum selama musim panen yang
berlimpah dan menyimpan sebagian besarnya untuk mengatasi musim kegagalan
panen yang akan datang. Riwayat tersebut menunjukkan suatu bentuk ikhtiar yang
dilakukan manusia dengan menabung dan mempersiapkan diri mengatasi
ketidakpastian atau kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat timbul. Riwayat
yang sama ditemukan pula dalam kitab Perjanjian Lama, Kejadian 41:1-36. Kisah
di atas merupakan suatu bentuk tindakan untuk mengatasi ancaman yang akan
timbul pada masa sulit atau ketidakpastian di waktu yang akan dating melalui
upaya menyisihkan pendapatan pada masa yang baik.
Kekhawatiran
terhadap ketidakpastian (uncertainty) menimbulkan kebutuhan terhadap
perlindungan
asuransi. Ketidakpastian yang mengandung risiko yang dapat menjadi ancaman bagi
siapapun melahirkan kebutuhan untuk mengatasi risiko kerugian yang mungkin
timbul dari ketidakpastian tersebut. Risiko yang dihadapi dapat bersumber dari
bencana alam, kelalaian, ketidakmampuan ataupun dari sebab-sebab lainnya yang
tidak diduga sebelumnya. Meskipun demikian, tidak semua orang membeli asuransi
dan tidak semua risiko diasuransikan. Bagi mereka yang membeli, jenis, jumlah
dan biaya asuransi yang dibeli merupakan hasil dari pertimbangan atas berbagai
faktor terutama sikap pandang terhadap risiko. Ada yang takut dengan risiko
sehingga ingin mengasuransikan semuanya tetapi ada juga yang bersikap berani
mengambil risiko atau sekedar karena kurang perduli sehingga mengasuransikan
risiko yang dimilikinya. Sebagian lagi, tidak menutup asuransi karena tidak
menyadari risiko yang dimiliki atau tidak mengetahui apa yang dapat
diasuransikan. Sebagian lain lagi tidak mengasuransikan karena menganggap
asuransi itu mahal.
Kebutuhan
masyarakat terhadap asuransi akan terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan pada zamannya masing-masing. Dewasa ini kebutuhan tersebut, telah
berkembang sehingga menjadi termasuk dan tidak terbatas kepada kebutuhan
terhadap hal-hal sebagaimana tercantum di bawah ini :
a. Sebagai
proteksi terhadap risiko finansial sebagai akibat timbulnya :
1) kerugian, kerusakan dan kehilangan yang menimpa harta benda yang dimiliki atau dikuasai;
1) kerugian, kerusakan dan kehilangan yang menimpa harta benda yang dimiliki atau dikuasai;
2)
tuntutan tanggung jawab hukum atas kesalahan dan/atau kelalaian pribadi
atau yang berada di bawah pengawasan atau tanggung jawabnya, atau mereka yang
tindakannya terkait dengannya di bawah undang-undang;
3)
pendapatan atau keuntungan yang diharapkan;
4)
piutang yang tidak tertagih; dan
5)
biaya pengobatan atau perawatan kesehatan.
b.
Sebagai kompensasi atas kehilangan anggota badan atau cacat badan atau
meninggal dunia.
c.
Sebagai jaminan kelangsungan pendapatan sendiri (termasuk badan usaha)
dan keluarga (atau yang menjadi tanggung jawabnya termasuk karyawan),
d. Sebagai sarana investasi dan tabungan.
d. Sebagai sarana investasi dan tabungan.
e.
Sebagai sarana berbagi risiko dan tolong menolong apabila terjadi
musibah.
f. Sebagai strategi efisiensi pemanfaatan modal sehingga tidak perlu melakukan pencadangan atas risiko kerugian yang mungkin timbul sehingga modal yang dimiliki dapat dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan bisnis.
f. Sebagai strategi efisiensi pemanfaatan modal sehingga tidak perlu melakukan pencadangan atas risiko kerugian yang mungkin timbul sehingga modal yang dimiliki dapat dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan bisnis.
g.
Pendukung strategi pengambilan kebijakan bisnis atau tindakan pribadi,
misalnya atas rencana investasi atau perluasan usaha, pemberian kredit, risiko
kegagalan pelaksanaan kontrak dan kegiatan pribadi yang mengandung risiko
tinggi.
h. Dasar pengaturan anggaran biaya, dan
h. Dasar pengaturan anggaran biaya, dan
i.
Pemberi rasa aman mengetahui risiko yang mungkin terjadi akan ditanggung
oleh perusahaan asuransi.
B. PENGATURAN ASURANSI KOMERSIAL DI INDONESIA
Dalam
pelaksanaan pembangunan terdapat berbagai jenis risiko yang perlu ditanggulangi
oleh masyarakat. Sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi risiko dan
sekaligus merupakan salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat, usaha
perasuransian memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan
perekonomian negara dalam upaya menciptakan kesejahteraan umum yang merupakan
tujuan pembentukan negara Indonesia.
Sebagai sebuah
lembaga yang menghimpun dana milik masyarakat yang harus menjalankan usahanya
dengan berpedoman pada prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab,
usaha perasuransian merupakan suatu bidang
usaha yang harus tunduk kepada pengaturan yang dilakukan
pemerintah.
Berdasarkan
kedudukannya, ruang lingkup Hukum Asuransi Indonesia secara keseluruhan,
asuransi akan dibagi 3, yaitu pertama, asuransi sebagai sebuah perjanjian yang
tunduk kepada pengaturan perjanjian pada umumnya dan menjadi acuan dalam
pembuatan setiap perjanjian asuransi yang diatur di bawah KUH Perdata, kedua,
asuransi sebagai sebuah perjanjian yang menjadi acuan dalam pembuatan setiap
perjanjian asuransi di bawah KUH Dagang. Pengaturan asuransi sebagai sebuah
perjanjian merupakan pedoman dan/atau aturan bagaimana sebuah perjanjian asuransi
harus dibuat dan ditaati.
Hukum Asuransi
pada dasarnya berisikan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para
pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan risiko oleh para
pihak. Hukum asuransi pada pokoknya merupakan obyek hukum perdata. Dengan
demikian, dapat disimpulkan kecuali telah ditentukan lain dalam KUH Dagang
sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, sebagai sebuah perjanjian,
perjanjian asuransi diatur di bawah KUH Perdata ).
Ketiga, asuransi
sebagai sebuah bisnis yang akan mengatur prilaku mereka yang menjalankan usaha
perasuransian. Pengaturan ini merupakan hukum yang bersifat memaksa tentang
persyaratan usaha dan bagaimana sebuah usaha perasuransian harus dikelola.
1. Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di
bawah KUH Perdata.
Dalam mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian, KUH Perdata memuat ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang berikut :
Dalam mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian, KUH Perdata memuat ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang berikut :
a.
Syarat sahnya sebuah perjanjian
1)
Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2)
Cakap untuk membuat perikatan
3)
Suatu hal tertentu, yaitu adanya pihak yang berjanji untuk memberi ganti
kerugian dan pihak tertanggung yang berkewajiban membayar premi.
4)
Adanya suatu sebab yang sah.
5)
Dalam bentuk yang sah (tidak diatur di bawah KUH Perdata tetapi sudah ada
dalam UU Bisnis Asuransi).
b.
Asas hukum sahnya sebuah perjanjian
1)
Asas kebebasan berkontrak
2)
Asas konsensualisme
3)
Asas pacta sunt servanda
4)
Asas itikad baik.
5)
Asas kepribadian
c.
Dasar hukum perjanjian asuransi
Dasar hukum
perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang berbunyi sebagai
berikut :
"Suatu
perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai
untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara
pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah :
perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang."
Menurut pasal di
atas, perjanjian asuransi digolongkan kedalam perjanjian untung-untungan.
Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung-untungan tidak
sesuai dengan sifat perjanjian asuransi yang sesungguhnya.
d.
Subyek perjanjian asuransi
Masalah pokok
yang diperjanjikan yaitu janji penanggung untuk memberikan ganti kerugian dan
adanya pembayaran premi dari tertanggung.
e.
Lahirnya perjanjian asuransi
Dimulai sejak
disepakatinya hasil tawar menawar antara penanggung dan tertanggung dan tanggal
pertanggungan dimulai.
f.
Sifat perjanjian asuransi, terdari dari 5 hal yang berikut :
1)
Perjanjian pribadi
2)
Perjanjian sepihak
3)
Perjanjian bersyarat
4)
Perjanjian yang disiapkan sepihak
5)
Pertukaran yang tidak seimbang
g.
Keseimbangan kepentingan penanggung dan tertanggungDimaksudkan untuk
mempersyaratkan bahwa suatu perjanjian dibuat dengan memperhatikan keseimbangan
kepentingan di antara para pihak. Dalam praktiknya, karena alasan-alasan
tertentu, ketentuan ini tidak selamanya terpenuhi.
h.
Sanksi atas wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban
Pengaturan
mengenai sanksi sangat terbatas dan jika ada masih harus berdasarkan putusan
hakim sehingga pelaksanaannya akan melalui proses yang panjang.
i. Tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga
i. Tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga
Merupakan aturan
yang melahirkan tanggung jawab terhadap pihak lain atas perbuatan melanggar
hukum karena perbuatannya, karena kelalaian dan sebab-sebab lainnya, baik
karena perbuatan sendiri maupun perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau akibat barang dan hewan yang dimiliki atau berada di bawah
pengawasannya.
j. Pembatalan perjanjian
j. Pembatalan perjanjian
Mengatur
prosedur pembatalan yang dalam praktiknya pada industri asuransi telah lama
ditinggalkan.
k.
Penafsiran perjanjian
Dimaksudkan
sebagai pedoman dalam menafsirkan setiap ketentuan apabila para pihak berbeda
pendapat.
2. Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di bawah KUH
Dagang.
a. Penggolongan dan jenis-jenis asuransi
a. Penggolongan dan jenis-jenis asuransi
Menurut KUH
Dagang, asuransi dapat digolongkan sebagai berikut :
1)
Asuransi kerugian atau asuransi umum yang terdiri dari asuransi kebakaran
dan asuransi asuransi pertanian.
2)
Asuransi jiwa
3)
Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai.
Penggolongan dan
jenis-jenis asuransi modern telah berkembang lebih jauh dari yang diatur dalam
KUH Dagang.
b.
Penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi (proximate cause).
Pengaturan mengenai keabsahan suatu penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi tidak diatur dalam KUH Dagang.
Pengaturan mengenai keabsahan suatu penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi tidak diatur dalam KUH Dagang.
c.
Tujuan dan prinsip-prinsip pokok asuransi
1)
Prinsip kepentingan yang diasuransikan (Insurable interest).
2)
Prinsip itikad baik (Utmost goodfaith)
3)
Prinsip ganti kerugian (Principle of indemnity).
d.
Keseimbangan kepentingan
Sebuah
perjanjian memerlukan keseimbangan kedudukan dan kepentingan di antara para
pihak.
e.
Hubungan premi dan jumlah pertanggungan dan perhitungan ganti kerugian
Benerapan asas keseimbangan antara besaran risiko yang diasuransikan dan premi yang dibayar. Meskipun demikian, berbagai faktor seperti kemampuan teknis, pengalaman masing-masing perusahaan asuransi dan tekanan pasar, dapat membuat perusahaan satu dengan lainnya memberikan premi yang berbeda untuk risiko yang sama, kecuali dalam hal dikenakan tarif standar. Pembayaran ganti kerugian dipengaruhi oleh jumlah pertanggungan yang diasuransikan :
1) Indemnity Basis/Reinstatement Value
Benerapan asas keseimbangan antara besaran risiko yang diasuransikan dan premi yang dibayar. Meskipun demikian, berbagai faktor seperti kemampuan teknis, pengalaman masing-masing perusahaan asuransi dan tekanan pasar, dapat membuat perusahaan satu dengan lainnya memberikan premi yang berbeda untuk risiko yang sama, kecuali dalam hal dikenakan tarif standar. Pembayaran ganti kerugian dipengaruhi oleh jumlah pertanggungan yang diasuransikan :
1) Indemnity Basis/Reinstatement Value
2)
Overinsurance
3)
Underinsurance
f.
Bukti pengalihan risiko kepada penanggung
Pengatur tentang
bukti-bukti adanya penutupan asuransi :
1)
Penawaran dan Penerimaan
2)
Aplikasi/Proposal form
3)
Cover Note
4)
Polis
Pada bagian ini
diatur pula tentang jangka waktu penyerahan dokumen asuransi dan konsekuensi
yang harus ditanggung oleh penanggung atau pialang asuransi yang tidak
menjalankan tugasnya.
g.
Pengecualian dan pembatasan
Risiko-risiko
atau penyebab-penyebab yang dikecualikan atau yang tidak dijamin di dalam polis
serta persyaratan-persyaratan yang diatur di dalam polis.
h.
Pembatalan dan berakhirnya perjanjian asuransi
Tidak diatur
secara khusus tetapi pada pada praktinya perjanjian asuransi akan berakhir
karena :
1)
Masa berlaku asuransi berakhir
2)
Perjalanan yang diasuransikan berakhir
3)
Timbul klaim penuh (Total Loss).
4)
Asuransi dibatalkan.
5)
Asuransi gugur.
i.
Penyelesaian sengketa
KUH Dagang
mengatur penyelesaian berdasarkan putusan hakim. Dalam perkembangan dewasa ini
persengketaan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau berdasarkan putusan
Majelis Arbitrase.
j.
Penafsiran perjanjian
Tidak memuat
aturan mengenai penafsiran sehingga sepenuhnya mengikuti ketentuan dalam KUH
Dagang.
k.
Sanksi
Tidak memuat
aturan mengenai sanksi apabila salah satu pihak melanggar ketentuan
Dalam perjanjian
asuransi dan sepenuhnya diserahkan kepada penerapan kebebasan berkontrak
kecuali pemberian pilihan untuk meminta melalui hakim pembatalan perjanjian
atau pengenaan denda kepada yang tidak memenuhi kewajibannya.
3. Pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi).
3. Pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi).
a.
Landasan tujuan dan fungsi asuransi
Landasan tujuan
dan dan fungsi asuransi adalah bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan
salah satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi masyarakat dan
sekaligus sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat sehingga memiliki
kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian dalam
memajukan kesejahteraan umum.
b.
Tujuan pengaturan bisnis asuransi oleh pemerintah.
Terdapat 2
pemikiran yang menjadi alas an, yaitu :
1)
Vested-in-the Public Interest Rationale
Tujuan ini
berlandaskan bahwa terhadap bisnis yang mengumpulkan dana dari masyarakat
diperlukan pengaturan untuk melindungi kepentingan umum.
2) Destructive-Competition Rationale
2) Destructive-Competition Rationale
Penanggung tidak
mengetahui biaya operasi terutama klaim yang sebenarnya sampai akhir periode
asuransi. Keadaan ini dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
c. Ruang lingkup UU Bisnis Asuransi
c. Ruang lingkup UU Bisnis Asuransi
1)
Bidang usaha dan jenis usaha
2)
Bentuk badan hukum
3)
Kepemilikan
4)
Permodalan
5)
Perizinan
6)
Pengurus
7)
Pembinaan dan pengawasan :
a)
Bidang kesehatan keuangan
b)
Bidang penyelenggaraan usaha
8)
Kepastian dan penegakan hukum
9)
Perlindungan kepentingan konsumen, larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
10)
Perlindungan kepentingan nasional.
10. Sumber : beritaislamimasakini.com
Penulis :
(Sumber file) al-islami.com
Diunduh : Rabu, 10 Desember 2014
Asuransi ialah jaminan atau perdagangan yg di berikan
oleh penanggung kepada yg bertanggung utk risiko kerugian sebagai yg ditetapkan
dalam surat perjanjian bila terjadi kebakaran kecuriam kerusakan dan sebagainya
ataupun mengenai kehilangan jiwa atau kecelakaan lainnya dgn yg tertanggung membayar
premi sebanyak yg di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan. A. Abbas Salim
memberi pengertian bahwa asuransi ialah suatu kemauan utk menetapkan
kerugian-kerugian kecil yg sudah pasti sebagai kerugian-kerugian besar yg belum
pasti. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hal itu sama dgn
orang yg bersedia membayar kerugian yg sedikit pada masa sekarang agar dapat
menghadapi kerugian-kerugain besar yg mungkin terjadi pada masa yg akan datang.
Misalnya dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya pabriknya
atau tokonya kepada perusahaan asuransi. Orang tersebut harus membayar premi
kepada perusahaan asuransi. Bila terjadi kebakaran maka perusahaan akan
mengganti kerugian-kerugian yg disebabkan oleh kebakaran itu.
Macam-macam Asuransi
Di Indonesia kita kenal ada beramcam-macam asuransi dan
sebagai contoh di kemukakan dibawah ini di antaranya
Asuransi Beasiswamempunyai dasar dwiguna. Pertama jangka
pertanggungan dapat 5-20 tahun disesuaikan denagn usia dan rencana sekolah anak
kedua jika ayah meninggal dunia sebelum habis kontrak pertanggungan menjadi
bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yg di tunjuk
meninggal maka alternatifnya ialah mengganti dgn anak yg lainnya mengubah kontrak
kepada bentuk lainnya menerima uangnya secara tunai bila polisnya telah
berjalan tiga tahun lebih atau membatalkan perjanjian . Pembayaran beasiswaa
dimulai bila kontrak sudah habis.
Asuransi Dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun
dan mempunyai dua guna
Perlindungan bagi keluarga bilamana tertanggung meninggal
dunia dalam jangka waktu tertanggungan.
Tabungan bagi tertanggung bilamana tertanggung tetap hidup
pada akhir jangka pertanggungan.
Asuransi jiwa adl asuransi yg bertujuan menanggung orang
terhadap kerugian finansial yg tidak terduga yg disebabkan orang meninggal
terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yg menjadi tujuan
asuransi jiwa ini yaitu menjamin hidup anak atau keluarga yg ditinggalkan bila
pemegang polis meninggal dunia atau utk memenuhi keperluan hidupnya atau
keluarganya bila ditakdir akan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.
Asuransi kebakaran bertujuan utk mengganti kerugian yg disebabkan
oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan menjamin risiko yg terjadi krn
kebakaran. Oleh krn itu perlu dibuat suatu kontrak antara pemegang polis dgn
perusahaan asuransi. Perjanjian dibuat sedemikian rupa agar kedua belah pihak
tidak merasa dirugikan. Demikianlah diantara macam asuransi yg kita kenal di
Indonesia ini. Kalau kita perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu maka
pada prinsipnya pihak perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan
kehidupan keluarga pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga
perusahaan asuransi turut memikirkan dan berusaha utk memperkecil kerugian yg
mungkin timbul akibat terjadi resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik
terhadap kepentingan pribadi atau perusahaan.
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakt di Indonesia
ini dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya maka perlu juga
dilihat dari sudut pandang agama Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan
bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yg melakukan asuransi sama halnya dgn
orang yg mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yg menentukan segala-segalanya dan
memberikan rezeki kepada makhluk-Nya sebagaimana firman Allah SWT yg artinya “Dan tidak ada suatu binatang melata pun
dibumi mealinkan Allah-lah yg memberi rezekinya.” “?dan siapa yg memberikan
rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan ??”
“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup dan
makhluk-makhluk yg kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” Dari
ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan
segala-galanya utk keperluan semua makhluk-Nya termasuk manusia sebagai
khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah bukan bahan matang.
Manusia masih perlu mengolahnya mencarinya dan mengikhtiarkannya. Orang yg
melibatkan diri kedalam asuransi ini adl merupakan salah satu ikhtiar utk
mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun krn masalah asuransi ini tidak ada
dijelaskan secara tegas dalam nash maka masalahnya dipandang sebagai masalah
ijtihadi yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan
pendapat tersebut juga mesti dihargai.
Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi
jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i . Alasan-alasan yg mereka kemukakan
ialah
- Asuransi sama dgn judi
- Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
- Asuransi mengandung unsur riba/renten.
- Asurnsi mengandung unsur pemerasan krn pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau di kurangi.
- Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
- Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
- Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn mendahului takdir Allah.
Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang Pendapat kedau
ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa
dan Abd. Rakhman Isa . Mereka beralasan
- Tidak ada nash yg melarang asuransi.
- Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
- Saling menguntungkan kedua belah pihak.
- Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-premi yg terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek yg produktif dan pembangunan.
- Asuransi termasuk akad mudhrabah
- Asuransi termasuk koperasi .
- Asuransi di analogikan dgn sistem pensiun seperti taspen.
Asuransi yg bersifat sosial di perbolehkan dan yg
bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu
Zahrah . Alasan kelompok ketiga ini sama dgn kelompok pertama dalam asuransi yg
bersifat komersial dan sama pula dgn alasan kelompok kedua dalam asuransi yg
bersifat sosial . Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adl krn tidak
ada dalil yg tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Dari uraian di atas
dapat dipahami bahwa masalah asuransi yg berkembang dalam masyarakat pada saat
ini masih ada yg mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan sehingga sukar utk
menentukan yg mana yg paling dekat kepada ketentuan hukum yg benar.
Sekiranya ada jalan lain yg dapat ditempuh tentu jalan itulah
yg pantas dilalui. Jalan alternatif baru yg ditawarkan adl asuransi menurut
ketentuan agama Islam. Dalam keadaan begini sebaiknya berpegang kepada sabda
Nabi Muhammad SAW “Tinggalkan hal-hal
yg meragukan kamu kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” Asuransi
menurut ajaran agama Islam yg sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di
Indonesia ini sama seperti asuransi yg sudah ada selama ini pada PT. Asuransi
Bumi Putera Asuransi Jiwasraya dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi
sisitem kerjanya berbeda yaitu dengan system mudharabah . Kita lihat dalam asuransi
Takaful berdasarkan Syariah ada beberapa macam diantaranya
Takaful Kebakaran
Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan tehadap
harta benda seperti toko industri kantor dan lain-lainnya dari kerugian yg
diakibatkan oleh kebakaran kejatuhan pesawat terbang ledakan gas dan sambaran
petir.
Takaful pengankutan barang
Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan terhadap kerugian
atas harta benda yg sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yg disebabkan
alat pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.
Takaful keluarga
Asuransi takaful kelurga ini tercakup didalamnya takaful
berencana pembiayaan berjangka pendidikan kesehatan wisata dan umroh dan
takaful perjalanan haji. Dana yg terkumpul dari peserta diinvestasikan sesuai
prinsip syariah. Kemudian hasil yg diperoleh dgn cara mudharabah dibagi utk
seluruh peserta dan utk perusahaan. Umpamanya 40% utk peserta dan 60% utk
perusahaan.
Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa macam suransi
konvensional sama saja dgn asuransi yg berlandaskan syariah. Namun dalam
pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil pada asuransi yg
berlandaskan syariah dan tidak demikian pada asuransi konvesional. Disamping
itu ada alasan lain lagi yg perlu jadi bahan pertimbangan terutama oleh
golongan yg menghramkan asuransi konvensional disebabkan oleh tiga hal yaitu
Gharar Dalam asuransi konvensional ada gharar krn tidak jelas
akad yg melandasinya. Apakah akad Tabaduli atau akad Takafuli . Umpamanya saja
sekiranya terjadi klaim seperti asuransi yg diambil sepuluh tahun dan
pembayaran premi itu adl gharar dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dgn
asuransi takaful bahwa sejak awal polis dibuka sudah diniatkan 95% premi utk
tabungan dan 5% diniatkan utk tabarru . Jika terjadi klaim pada tahun kelima
maka dan yg Rp. 7.500.000- itu tidak gharar tetapi jelas sumbernya yaitu dari
dana kumpulan terbaru/derma.
Maisir Mengenai judi jelas hukumnya yaitu haram sebagaimana
di firmankan Allah dalam surat al-Maidah 90. Dalam asuransi konvensional judi
timbul krn dua hal
Sekiranya seseorang memasuki satu premi ada saja kemungkinan
dia berhenti krn alasan tertentu. Apabila berhenti dijalan sebelum mencapai
masa refreshing pheriod dia bisa menerima uangnya kembali dan jumlahnya
kira-kira 20% dan uang itu akan hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur
judinya.
Sekiranya perhitungan kematian itu tepat dan menentukan
jumlah polis itu juga tepat maka pearusahaan akan untung. Tetapi jika salah
dalam perhitungan maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi .
Dalam asuransi takaful berbeda krn sipenerima polis sebelum mencapai refreshing
period sekalipun bila dia mengambil dananya maka hal itu di bolehkan.
Perusahaan asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan kalu ada kelebihan/
untung maka pemegang polispun ada menerimanya.
Riba Dalam asuransi konvensioanal
Riba Dalam asuransi konvensioanal juga terjadi
riba krn dananya di investasikan . Sedangakn masalah riba dipersoalkan oleh para alim ulama.
Ada ulama mengharamkannnya ada yg membolehkannya dan adapula yg mengatakan
syubhat. Jalan yg ditempuh oleh asuransi takaful adl cara mudhrabah . Dengan
demikian tidak ada riba dalam asurasni takaful. Agar asuransi takaful yg
berlandaskan syariah Islamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat
kita di Indonesia ini maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatakan dan
manajemennya hendaknya dilaksankan dgn baik dan rapi sehingga mendapat
kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata
mengenai suatu gagasan ingin mendapat jaminan ketenangan selama masih hidup dan
ingin pula jaminan utk anak turunan sesudah meninggal dunia. Apabila asuransi
takaful yg berlandaskan syariah Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota
masyarakat maka orang yg senang bergelimang dgn hal-hal yg syubhat dan
dihadapkan pada ketentuan hukum yg bertolak belakang akan berkurang.
11. Sumber : arrahmah.com
Judul :
Hukum asuransi Dalam
Islam
Penulis :
Muhib Al-Majadi
Diunduh : Rabu, 10 Desember 2014
(Arrahmah.com) – Kehidupan
manusia pada zaman modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan
manusia sendiri tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia
akan meninggal dunia. Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai
dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga
menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena
penyakit, bahkan kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi
itu semua, manusia berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa
menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi.
Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman nabi
Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan tentang hukumnya di dalam
Islam
Pengertian Asuransi
Asuransi berasal
dari kata assurantie dalam
bahasa Belanda, atau assurance dalam
bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam
bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang
Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian
ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa
Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at
Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut
juga dengan istilah at-Ta’min,
berasal dari kata amina, yang
berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )
Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya
para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang
akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi
menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun
1992:
” Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan “
Macam-macam Asuransi
Para ahli
berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena
masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini
akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari
aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I. Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka
dibagi menjadi :
1.
Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi
) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya
tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi
sosial
2.
Asuransi Sosial ( Ta’min
Ijtima’i ) , yaitu asuransi ( jaminan ) yang diberikan
kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI,
orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya.
Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat,
seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT
Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi
Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI
), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan dan
lain-lain.
Catatan :
Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang memberikan kepastian
/ jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi
Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi
bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan
laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk
keperluan dana pendidikan.
Proteksi
mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta
utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka
asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah
diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang
diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena
terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini
juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami
resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan
ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi
dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa
tersedia saat dibutuhkan.
II. Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi
ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua :
1.
Asuransi Takaful atau Ta’awun. ( at
Ta’min at Ta’awuni )
2.
Asuransi Niaga ( at Ta’min at
Tijari ) ini mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III. Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang
dipertanggungkan
Jenis-jenis
asuran ditinjau dari aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian
( Ta’min al Adhrar )
Asuransi
Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang
menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena
bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu
berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak
harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu
perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang
dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta’min al Askhas )
Asuransi jiwa
adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si
nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan
memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari nasabah
tersebut.
Asuransi jiwa biasanya
mempunyai tiga bentuk:
1. Term assurance (Asuransi
Berjangka)
Term assurance
adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan
terhadap risiko meninggal dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi
Berjangka (Term Insurance) :
- Usia Tertanggung 30 tahun
- Masa Kontrak 1 tahun
- Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
- Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
- Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
- Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
Bila tertanggung
meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung
akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2. Whole Life Assurance (Asuransi
Jiwa Seumur Hidup)
Merupakan tipe
lain dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika
tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak
dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena klaim
pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term assurance
dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif
dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3. Endowment Assurance (Asuransi
Dwiguna)
Pada tipe ini,
jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah
ditetapkan.
Contoh Asuransi
Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)
- Usia Tertanggung 30 tahun
- Masa Kontrak 10 tahun
- Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
- Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
- Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
- Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
1. Bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi
sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada
yang ditunjuk.
2. Bila
tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang
pertanggungan sebesar 100 juta
IV. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi
ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :
1.
Asuransi Konvensional
2.
Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi
ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan
operator.
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi
menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya
sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi Ta’awun
Untuk asuransi
ta’awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut:
- Asuransi Ta’awun termasuk akad tabarru’ (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta’awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
- Asuransi Ta’awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.
- Ketidaktahuaan para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan perjudian.
- Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua : Asuransi Sosial
Begitu juga
asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
- Asuransi sosial ini tidak termasuk akad mu’awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu.
- Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk
Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi
Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut :
Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk
dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan
karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat
akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang
akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran,
terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh
pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan,
sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa.
Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan
diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad secara terpisah. Dalam
hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
َ نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ
بَيْعِ الْغَرَرِ
” Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual
beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.” ( HR Muslim, no :
2787 )
Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk
bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur mukhatarah (
spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang, juga mengandung (
al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan
mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang
tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru
membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak
perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi
tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali,
sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang
dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti
ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah
swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ
وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (
QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu
mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi’ah sekaligus. Karena kalau
perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa
asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah
mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan
uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi’ah.
Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang
dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi’ah. Dan kedua jenis riba
tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma’ para ulama.
Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga mengandung
unsur rihan (
taruhan ) yang diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian,
penipuan, serta perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali
apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata.
Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga
hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw
bersabda :
لَا
سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
“ Tidak
ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ),
atau yang berkuku ( kuda ), serta memanah.” ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak
termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga
diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk
mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua
bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman
Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu
mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara’. Karena
pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah
menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian
kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan
bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai
imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa
asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu
pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional.
Adapun perbedaan
antara keduanya adalah sebagai berikut :
- Dari Sisi Prinsip Dasar
Asuransi
Konvensional dan Asuransi Syariah kedua- duanya bertugas untuk mengelola dan
menanggulangi risiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah konsep
pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling menanggung risiko
antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut dengan at takaful dan
at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah
memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan ( pengelola ),
yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai peserta akan
ditanggung secara penuh oleh pengelola.
- Dari Sisi Akad
Pada bagian
tertentu ausransi syariah akadnya adalah tabarru’ ( sumbangan kemanusiaan ) dan
ta’awun ( tolong menolong ), serta akad wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ).
Sedangkan pada asuransi konvensional, akadnya adalah jual beli yang bersifat al
gharar ( spekulatif ).
- Dari Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam
Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan nasabah kepada perusahaan ( premi )
menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh, khususnya jika peserta tidak
melakukan klaim apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi
Syariah dana tersebut masih menjadi milik peserta, setelah dikurangi pembiayaan
dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah, perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang digaji oleh peserta, atau yang
sering disebut dengan istilah al
Wakalah bi al Ajri. Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana (
mudharib ) dalam akad mudharabah ( bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang
mengembalikan underwriting surplus
pengelolaan dana tabarru’nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa
asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
- Dari sisi obyek
Asuransi Syariah
hanya membatasi pengelolaannya pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak
mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal
yang haram atau syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat,
atau pabrik-pabrik minuman keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak
syariah. Adapun Asuransi Konvensional tidak membedakan obyek yang haram
atau halal, yang penting mendatangkan keuntungan.
- Dari Sisi Investasi Dana.
Dana dari
kumpulan premi dari peserta selama belum dipakai, oleh perusahaan asuransi
syariah diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang berbasis syariah atau pada
proyek-proyek yang halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil.
Adapun asuransi konvensional pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang
banyak mengandung riba dan spekulatif ( gharar ).
- Dari Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi
syariah pembayaran klaim diambilkan dari rekening tabarru’ ( dana sosial ) dari
seluruh peserta, yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan
saling tolong menolong bila terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta.
Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana
perusahaan karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik
perusahaan dan jika terjadi klaim, maka secara otomatis menjadi pengeluaraan
perusahaan.
- Dari Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi
syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di dapatkan
pada asuransi konvensional.
- Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi
syariah ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat
Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak dikenal istilah zakat.
Perkembangan Asuransi di Indonesia
Asuransi Jiwa
Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan oleh
pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang
pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan
dari NILIMIJ di atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi
Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi
konvensional berkembang pesat hingga tahun 2005 telah tercatat
sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara
asuransi jiwa yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo
), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa
Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi
Syariah pertama kali di Indonesia baru muncul pada 24 Pebruari tahun 1994,
yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syariat jauh
lebih pesat dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah
tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu
tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.
Rata-rata
asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi
konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki
dual programme, yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu
waktu . Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai
asuransi syariah adalah PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4
Agustus 1994. Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah
adalah PT Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife
Assurance, adapun perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk
syariah adalah : PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar
Mas.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut